This email has been sent to 72 recipients:
 
 
Kehadapan sekalian jth,
Panitia penjelengarah pertemuan sosialisasi untuk ULMWP di Den Haag.
Disini sebagai tanggapan terbuka kepada perhatian panitia dan djuga kepada pihak publik.

Dari saja,
Simon P. Sapioper
NGRWP
 
2 attachments:
 
 

Content attachment 1:

nvp002
 

 

The Republic of West Papua


The National Government

 

Bezoekadres: Thomas Schwenckestraat 30, 2563 BZ Den Haag
Telefoon: 06 84 42 48 45 –
Email: Dit e-mailadres wordt beveiligd tegen spambots. JavaScript dient ingeschakeld te zijn om het te bekijken.Dit e-mailadres wordt beveiligd tegen spambots. JavaScript dient ingeschakeld te zijn om het te bekijken.
Kepada jth: Bapak2 dan Ibu dari kelompok kesatuan gerakan pembebasan (ULMWP) di Den Haag
E-mail: Dit e-mailadres wordt beveiligd tegen spambots. JavaScript dient ingeschakeld te zijn om het te bekijken.
 
No. Referentie
PHP/MLN/ 2015. TB.001
Bijlage
Bukti pernjataan Deklarasi Perdamaian Papua
Datum: 9 januari 2015
 
Onderwerp
Tanggapan terbuka atas undangan tt. 6 januari 2015
 

Bezoekadres: Thomas Schwenckestraat 30, 2563 BZ Den Haag
Telefoon: 06 84 42 48 45 – Email: Dit e-mailadres wordt beveiligd tegen spambots. JavaScript dient ingeschakeld te zijn om het te bekijken.
Bapak2 Octovianus Mote, Benny Wenda, Rex Rumakiek, Jacob Rumbiak dan Ibu Leoni Tanggahma,
Disini saja menulis satu tanggapan terbuka mendjawab undangan bapak2 dan ibu tt. 6 januari 2015.
Balasan ini mendjawab bahwa undangan tersebut saja tidak penuhi untuk menghadiri maksud pertemuan sosialisasi, jang berasaskan prisipil politik, sebagai-berikut:

Latar belakang politik.
 
Mengingat, bahwasanja,
ORGANISASI PAPUA MERDEKA (Gerakan Nasional Papua Barat bagi Kemerdekaan) adalah satu2nja pajung organisasi – Piagaam OPM.
Mengetahui, pula,
Rakjat Papua Barat dan Pedjoang-Pedjoang Kemerdekaan dalam Organisasi Papua Merdeka / OPM, bertekad,
untuk menjelamatkan kelangsungan hidup Ras Melanesia di bagian Barat dari pulau raja Papua terhadap pemusnahan jang dilakukan oleh Indonesia, baik langsung dengan pembunuhan-pembunuhan massal dan sistimatis, maupun dengan paksaan asimilasi dan keluarga berentjana, serta penjebaran bakteri (tjantjing-pita, syphilis, hiv/aids dan sebagainja), dan,
untuk mempertahankan identitas ras dan nilai-nilai budaja Melanesia terhadap kesatuan identitas dan kebudajaan buatan Indonesia, “ Bhineka Tunggal Ika”, dan,
untuk mendjundjung tinggi rasa harga diri sebagai satu rakjat diatas negeri kami jang indah dan kaja, terhadap perkosaan hak-waris dan pendjualan negeri dan Rakjat kami kepada Indonesia jang direstui oleh PBB pada tanggal 19 november 1969 dengan resolusinja, UN-GA No. 2504 (XXIV) november, 19. 1969. maka dengan tjita-tjita tersebut diatas Rakjat Papua Barat dan Pedjoang-Pedjoang Kemerdekaan dalam Organisasi Papua Merdeka / OPM memutuskan, untuk tidak takluk kepada hasil Penentuan Pendapat Rakjat 1969 karangan Indonesia, jang adalah terbesar dalam sedjarah kemanusian dan jang bertentangan kenjataan sebenarnja, dan, untuk memperdjoangkan kemerdekaan kebangsaan tak bersjarat bagi negeri Rakjat Papua Barat dan Pedjoang-Pedjoang Kemerdekaan dalam Organisasi Papua Merdeka / OPM, sebagai terkandung dalam peristiwa, 1 desember 1961, jang mendjiwai dan mendasari Proklamasi Kemerdekaan Sepihak, 1 juli 1971, maka dengan ini Rakjat Papua Barat dan Pedjoang-Pedjoang Kemerdekaan dalam Organisasi Papua Merdeka / OPM membentuk Organisasi Perdjoangan Nasional dan menjusun TATA-ATURAN DASAR bagi organisasi jang dimaksudkan.:
Dalam kerangka semangat “Tekad 15 Juli 1970 ” dari Front / Komando Pembebasan Papua Barat Angkatan ’69, sebagaimana pula termaksud dalam Program Revolusi Rakjat Papua Barat, maka untuk melakukan satu gerakan rakjat semesta nasional jang sempurna, di Markas Victoria dibentuk setjara tunggal “satu Badan Perdjoangan Nasional”.
Badan Perdjoangan Nasional jang Tunggal ini mengalami perubahan nama dan struktur Organisasi, sedjak “Tekad 15 Juli 1970” ditjetuskan di Markas Victoria, sebagai termuat pada Art. 2, Piagam OPM. Nama organisasi adalah “Organisasi Papua Merdeka”, jang selandjutnja disingkat “OPM”.
Pengunaan nama OPM diluar dari keanggotaan adalah tidak sah. Setiap perobahan atau tambahan apapun dalih jang dipakai untuk membenarkan penggunaan lain, adalah tidak sah dan usaha kontra revolusi. Sesuai Art. 71 ajat (1) penggunaan nama organisasi baru asal OPM adalah tidak sah.
OPM adalah wadah nasional dari tiga partai politik nasional jang berdjoang bagi tertjapainja Negara Papua Barat jang merdeka dan berdaulat.
Sesuai ketentuan ajat (2) huruf (a) dan ajat (3) huruf (a) dan Tudjuan OPM Art. 4, maka OPM bukan satu partai politik atau oragnasasi jang menganut aliran politik tertentu.
Sesuai ketentuan ajat (3) huruf (a), maka semua organisasi gerakan perlawan jang berdjoang dalam kerangka “Tjita-tjita Papua Barat Merdeka”, OPM adalah pula wadah kesatuan nasional gerakan-gerakan kemerdekaan sedjak 15 Juli 1970.
Setiap organisasi gerakan perlawanan atau organisasi massa jang bertjita-tjita Papua Barat Merdeka, OPM adalah organisasi mereka.
Sesuai Program Revolusi Rakjat Papua Barat dan “Tekad 15 Juli 1970” dan ketentuan-ketentuan ajat-ajat (1) – (3), maka OPM adalah “Wakil” dan “Suara” dari rakjat Papua Barat jang sedang berdjoang.
Penggunaan “Wakil” dan “Suara” diluar dari OPM adalah usaha kontra revolusi.
Dari penulisan diatas saja pun mencritisiri disini kepada setiap pihak jang sudah pada awalnja merantjangkan niat2 tersebut sampai dibentuknja satu wadah perdjoangan baru di Port Vila, Vanuatu, dengan etiket Unite Movement for West Papua (ULMWP).
Sesuai sumber terpertjaja bahwa setjara terbatas, jaitu ditahun 2013 dan atau 2014 dilakukan pertemuan sepihak di Negara China, dilibatkan Bapak2 Octovianus Mote, Rex Rumakiek, Benny Wenda, John Ondowame (almarhum) dan Ibu Leoni Tanggahma. Setelah itu dilangsunkan lagi ke Geneva ditahun 2014, dimana dilibatkan Ibu Nancy Jouwe atas undangan dari Bapak Octovianus Mote. Hal itu membuat pertentangan intern dan djelas tidak ada kepuasaan didalam team tersebut. Sumber menambahkan bahwa maksud2 ini adalah dukungan dari Bapak Neles Tebay, Djaringan Damai Papua ( Papua Peace Network) dan Pemerintah Indoneia di Papua, Indonesia. Dimana realitas ini tidak keluar dari pelutjuran pernjataan dari Deklarasi Perdamai Papua di Jayapura, 5-7 Juli 2011. Ditetapkan sah kepada Bapak2 Octovianus Mote, Rex Rumakiek, Benny Wenda, John Ondoweme (almarhum), Ibu Leoni Tanggahma, mereka selaku Para Djuru-bitjara/Djuru-runding.
Pernjataan Deklararisi Perdamaian Papua adalah sah sebab dimaklumkan kepada seluruh rakjat Papua, Pemerintah Indonesia dan semua pihak jang peduli dengan upaja pihak2 tertentu tersebut mewudjudkan perdamaian di Papua, dengan menghiraukan/contra politik terhadap makna dari “Piagaam OPM”.
Selaku pelaksana tugas2 harian dari Presiden Amos F. Indey dan Menteri Luar Negeri untuk The National Government of the Republic of West Papua di Den Haag, Negeri Belanda, memohonkan kepada perhatian dan serta sekaligus kewaspadaan bagi Rakjat Papua Barat dan Pedjoang-Pedjoang Kemerdekaan dalam Organisasi Papua Merdeka / OPM, dimana,
Sebelum memastikan pilihannja dan berpikir jang baik dengan penuh bidjaksanaan. ULMWP, saja sangka adalah masker politik sadja jang menutup dan atau melidungi isi dari pernjataan Deklarasi Perdamaian Papua. Mengapa sehingga Bapak2 Octovianus Mote, Rex Rumakiek, Benny Wenda, Jacob Rumbiak (jang mengisi tempat dari John Ondowame), dan Ibu Leoni Tanggahma. Dan atau mengapa pertemuan di Vanuatu, hanja begitu dichususkan kepada hanja 3 kelompok activitas, jaitu 2 datang dari Papua, Indonesia dan 1 dari/di Vanuatu ?. Manakah Tata-Aturan organisasi jang pada awalnja ada mengikat ke 3 kelompok activis, jakni: NRFPB, WPNCL dan PNWP (FWPC/ KNPB)?.
Baru2 ini ternjata diedarkan melalui sosial-media satu pernjataan tertulis dari Ketua NPFPB di Papua, Indonesia, jang mana disampaikan terbuka pembantaan terhadap hasil terbentuknja ULMWP. Ini membuktikan public adanja crisis relasi politik diantara ke 3 kelompok activis.
Dengan alasan latar-belakang diatas dan hasil2 perkembangan jang saja ikuti setjara seksama itu, membatasi diri saja dan apalagi tugas dan tanggung-djawab saja dewasa ini didalam The National Government of the Republic of West Papua, dan apalagi saja lihat tentu tidak akan ada tanggung-djawab, sesuai laporan dari Perwakilan Luar Negeri Pemerintah Vanuatu kepada perhatian saja dan delegasi dan inclusief Wakil UNPO moderator Republic of West Papua melalui pertemuan chusus dengan Dubes Republic of Vanuatu pada tanggal 23 september 2014 di Brussels, Belgium.
Dari undangan Bapak2 dan Ibu tersebut, dimana tidak ada bukti lampiran document tertulis sebagai gambaran jang merupakan tindak landjut dari permintaan pimpinan Bangsa-Bangsa Melanesia dalam rapat chusus di Port Moresby, Papua New Guinea, tidak dilampirkan.
Saja tidak bersedia hadir dan tidak mau/perlu mendengar penipuan dan kemudian saja bukan penjambung lida untuk menipu kepada Rakjat Papua Barat dan Pedjoang-Pedjoang Kemerdekaan dalam Organisasi Papua Merdeka / OPM.
Demikian djawaban saja untuk diketahui dan saja pun selalu bersedia melihat dan atau mendengar tanggapan balik Bapak2 dan Ibu ataupun pihak publik sesuai norma jang mereka anutkan.
 
The National Government of the Republic of West Papua
Tertanda-tangan,
Simon P. Sapioper,
Pedjabat Harian Tugas Presiden Amos F. Indey dan Menteri Luar Negeri
 

Content attachment 2:

 
Deklarasi Perdamaian Papua
Syukur Bagimu Tuhan
 
Kami lebih dari 500 orang peserta Konferensi Perdamaian Tanah Papua yang terdiri dari wakil-wakil Agama, Adat, Perempuan, Pemuda, Akademisi,Organ-organ Mahasiswa, dan kelompok resisten yang berasal dari Kabupaten/Kota Se-Tanah
Papua telah berpartispasi aktif dalam konferensi perdamaian Tanah Papua yang dilaksanakan di Auditorium Universitas Cenderawasih Jayapura, yang berlangsung dari tanggal 5 sampai dengan 7 July 2011.

Dalam Konferensi yang bertemakan : “Mari kitong bikin Papua jadi Tanah damai”,
kami telah berbagi pengalaman, dan saling meneguhkan satu-sama lain melalui perjumpaan, percakapan dan diskusi. Kami pun diperkaya dengan materi yang
disampaikan oleh para narasumber seperti:


1. Bpk. Djoko Sujanto selaku Menkopolhukam RI.
2. Bpk. Barnabas Suebu, SH selaku Gubernur Provinsi Papua.
3. Bpk. Bekto Suprapto, selaku Kapolda Papua.
4. Bpk. Erfi Triasunu selaku Panglima Kodam 17 Cenderawasih.
5. Mgr. Leo Laba Ladjar selaku Uskup Keuskupan Jayapua.
6. Dr. Tony Wanggai selaku Ketua Pengurus Wilayah NU Provinsi Papua
sekaligus wakil dari Majelis Muslim Papua.
7. Pdt. Sokrates Sofyan Yoman, M.Th, selaku Ketua Sinode persekutuan Gereja-
Gereja Baptis di Papua.
8. Bpk. Forkorus Yaboisembut selaku Ketua Dewan Adat Papua (DAP).
 
Selanjutnya, kami merefleksikan tentang Papua Tanah Damai dengan mendalami
konsep dan indikator-indikatornya. Selain itu, kami juga mengidentifikasi masalahmasalah
yang mesti dicarikan solusinya demi terwujudnya Papua Tanah Damai.
Seturut dengan tradisi budaya Papua tentang cara penyelesaian konflik secara damai,
maka:
1. Kami menegaskan bahwa Dialog merupakan sarana terbaik untuk mencari
solusi yang tepat penyelesaian konflik antara Rakyat Papua dan Pemerintah
Indonesia;
2. Kami bertekad untuk mencari solusi atas berbagai persoalan politik,
keamanan, hukum dan HAM, Ekonomi dan lingkungan hidup serta sosial
budaya di Tanah Papua melalui suatu Dialog antara Rakyat Papua dan
Pemerintah Indonesia yang dimediasi oleh pihak ketiga yang netral;
3. Kami menyambut baik inisiatif baik pemerintah pusat dalam mendukung
proses-proses persiapan dialog Jakarta-Papua.
Melalui Konferensi Perdamaian Tanah Papua, kami pun menetapkan kriteria-kriteria
utusan orang Papua yang akan berdialog dengan pemerintah Indonesia. Adapun
kriteria-kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Mampu menggunakan Bahasa Inggris Standard (speaking, listening, reading
and writing);
2. Tidak memiliki hubungan Birokrasi, Hubungan Emosional, Komunikasi,
Koordinasi, dan ikatan apapun dengan sistem NKRI;
3. Memiliki kemampuan dan pengalaman berdiplomasi dan bernegosiasi
(bersertifikat);
4. Memiliki hati Nurani dan ideologi Papua Merdeka;
5. Memahami proses sejarah perjuangan Papua;
6. Memiliki Etika dan Moral yang baik;
7. Tidak Temperamen (rasional, mampu mengontrol emosi, tidak bertindak
dengan kekerasan dan tidak menggunakan kata-kata yang merendahkan
kemanusiaan);
8. Juru runding bukan pemimpin, tapi mendapat mandat dari pemimpin;
9. Berasal dari salah satu Organisasi politik perlawanan rakyat bangsa Papua
Barat dan/atau individu yang direkomendasikan oleh Organisasi politik
perlawanan rakyat bangsa Papua Barat;
10. Diterima oleh sebagian besar organisasi politik perlawanan Papua Barat dan
Rakyat Bangsa Papua Barat;
11. Memiliki jiwa Nasionalisme Papua;
12. Sehat secara Jasmani dan rohani;
13. Paham masalah Papua dan kreatif dalam menemukan solusi atas persoalan
Papua;
14. Memiliki integritas dan loyalitas terhadap upaya-upaya rekonsiliasi dan
konsolidasi revolusi Papua Barat. Termasuk didalamnya memiliki komitmen
untuk menerima segala konsekuensi yang terburuk sekalipun;
15. Mampu dan bersedia BEKERJA SAMA dalam Tim Negosiasi Papua Barat;
16. Memiliki satu atau lebih PENGETAHUAN dan KEAHLIAN yang dibutuhkan
di bidang: Politik, Hukum, Ekonomi, Keamanan dan Hak Asasi Manusia,
Sosial Budaya, dan Sejarah Perjuangan Nasional Papua Barat;
17. Tim juru runding terdiri atas laki-laki dan perempuan, dengan proporsi yang
seimbang.
Dengan mengacu pada kriteria yang telah ditetapkan diatas, maka kami mengusulkan
para juru runding bangsa Papua Barat adalah sebagai berikut:
1. Rex Rumakiek
2. Dr. John Otto Ondawame
3. Benny Wenda
4. Octovianus Mote
5. Leoni Tanggahma
Demikian pernyataan deklarasi Perdamaian Papua yang kami maklumkan kepada
seluruh rakyat Papua, Pemerintah Indonesia dan semua pihak yang peduli dengan
upaya mewujudkan perdamaian di Papua;
Dideklarasikan di : Jayapura, 7 Juli 2011
 
Penandatangan :
Forkorus Yaboisembut, S.Pd, Ketua Dewan Adat Papua
Pdt. Em. Herman Awom, S.Th, Moderator Presidium Dewan Papua
Ev. Edison Waromi, SH, President Eksekutif Otorita Nasional Papua Barat
Drs. Septinus Paiki, Dewan Komite Pelaksana Kemerdekaan dan Kedaulatan Melanesia Barat
Eliazer Awom, Forum Rekonsiliasi Ex Tapol/Napol Papua Barat
Drs. Albert Kaliele, Forum Rekonsiliasi Ex Tapol/Napol Papua Barat
Onesimus Banundi, Wakil Ketua Dewan Adat Wilayah Tabi
Mb. Yan Pieter Yarangga, Ketua Dewan Adat Wilayah Saireri
Barnabas Mandacan, Ketua Dewan Adat Wilayah Bomberay
Sir-Zet Gwasgwas, Ketua Dewan Adat Wilayah Domberay
Stanislaus Gebze, Ketua Dewan Adat Wilayah Anim Ha
Dominikus Surabut, Sekretaris Dewan Adat Wilayah La Pago
Benny Ruben Edoway, A.Md.Pd, Ketua Dewan Adat Wilayah Me Pago
Abina Wasanggai, S.Pd, Sekretaris Umum Solidaritas Perempuan Papua
Benyamin Gurik, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universistas Cenderawasih
Selpius Bobii, Ketua Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat
H. Sarmadan Sabuku, S.Ag, Ketua Majelis Muslim Papua