Jakarta- Tarik ulur soal berlaku tidaknya SK MRP nomor 14 tahun 2009 yang mengisyaratkan Bupati dan wakil, serta Walikota dan Wakil harus Asli Papua, terdajawab sudah.  Anggota Komisi Pemilihan Umum I Gusti Putu Artha memastikan pelaksanaan pemilihan kepala daerah di kabupaten/kota di Papua pada 2010 tidak akan ditunda. “Tahapan pilkada di Papua tetap dilanjutkan sesuai jadwal KPU,” katanya di Jakarta, Selasa.  Sebelumnya, muncul usul agar pilkada di Papua ditunda karena ada surat Majelis Rakyat Papua (MRP) Nomor 14/MRP/2009 tentang penetapan orang asli Papua sebagai syarat khusus dalam penentuan bakal calon bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota. Putu menegaskan, surat MRP tersebut bertentangan dengan peraturan perundangan dan hanya merupakan keputusan kultural sehingga tidak mengikat. Regulasi pilkada, katanya, tetap menggunakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Otonomi Khusus. “Surat KPU sudah turun hari ini yang memerintahkan untuk persiapan terus jalan, normal, sesuai tahapan,” katanya. Sementara itu, ditemui terpisah, Direktur Pejabat Negara Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sapto Supono menegaskan, pelaksanaan pilkada merupakan kewenangan KPU sebagai penyelenggara. Ia menuturkan, penundaan pilkada hanya dapat dilakukan oleh KPU sebagai pihak penyelenggara pemilu, sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan.

“KPU yang punya otoritas untuk menunda. Tidak ada ruang intervensi dari lembaga lain atau pemerintah terhadap pelaksanaan pilkada,” katanya dalam diskusi “Polemik SK MRP dalam Pilkada 2010 di Papua” di Media Center KPU. Dalam kesempatan tersebut Sapto mengatakan bahwa surat MRP tidak sejalan dengan semangat otonomi khusus. Selain itu, surat tersebut hanya bersifat rekomendasi.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kemdagri mengeluarkan surat kepada Gubernur Papua Barat Nomor 130.91/60/SJ tanggal 18 Februari 2010 perihal penjelasan orang asli Papua sebagai syarat bakal calon kepala daerah di Papua dan Papua Barat. Inti surat tersebut menjelaskan bahwa keputusan MRP 14/2009 bertentangan dengan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, serta PP 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. (ant)