Merauke—Aksi protes sejumlah Tokoh Masyarakat Muyu Mandobo (Muman) kepada Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, SH, saat acara malam ramah-tamah bersama Muspida, pejabat TNI/Polri Kabupaten Merauke serta tamu undangan, di Restaurant Panorama, Kamis (24/6) malam, ditanggapi bijak gubernur.

Dimana, kejadian itu dianggap hal yang wajar, yakni merupakan warna-warni dari sebuah demokrasi. “Oh, itu tidak apa. Biasa saja. That’s the beauty of demokrasi ala Papua. Jadi, orang Papua bisa menyatakan keinginannya,” ujar Barnabas kepada wartawan di sela-sela keberangkatannya ke Kabupaten Mappi dengan menggunakan pesawat Trigana Air, di pintu keluar VIP Room Bandara Mopah, Merauke, Jumat (25/6) pagi.

Menurut Kaka Bas, kejadian Kamis malam itu tidak seberapa dengan apa yang pernah ia alami sekitar 20 tahun lalu, dimana semasa ia memangku jabatan yang sama (gubernur) hanya saja  yang masih memakai nama Irian Jaya (Irja). Hanya saja ia mengingatkan, Negara ini memiliki aturan yang dimana setiap warga Negara harus tunduk dan patuh terhadap aturan. “Justru  pada waktu itu, masyarakat malahan ada yang memakai pisau. Tapi kembali lagi, saya sudah jelaskan aturannya seperti apa. Sehingga dengan penjelasan itu, seharusnya masyarakat sudah mengerti dan selanjutnya mengikuti aturan yang berlaku,” ungkapnya.

Menyoal desakan masyarakat, untuk selekasnya gubernur mengeluarkan rekomendasi yang selama ini dinilai mengambang. Bahkan masyarakan menaruh kesan bahwa mereka seperti bola pimpong oleh gubernur. Lagi-lagi, Kaka Bas hanya menyangganya dengan arif, dimana ia hanya mengingatkan kalau semua ini harus mengikuti prosedur tetap (protap. “Saya kira tidak, tapi semua lebih kepada mengikuti aturan dan prosedur sesuai undang-undang (UU) yang diterapkan,” sanggahnya.

Ditempat yang sama, Wakil Bupati Kabupaten Merauke Drs Waryoto, M.Si mengatakan bahwa pemekaran yang dilakukan seyogyanya mengikuti aturan, sehingga apa  yang dimaksud gubernur sendiri sangatlah tepat. Pasalnya, jika menengok ke belakang, bahwa saat awal pihaknya menyusun usulan pemekaran, pihaknya hanya mengacu pada PP No 129 yang notabene induknya adalah UU NO 22 tahun 2000. Lantas dengan bergulirnya waktu, PP No 129 pun berganti dengan PP No 78

“Kalau toh PP No 129 minimal 3 kabupaten atau kotamadya. Kemarin yang kita usulkan baru 4 kabupaten saja. Ini memang kami (tim) harus sadari, dimana kekurangan itu kami usulkan kota. Nah mudah-mudahan kota bisa disetujui oleh  gubernur. Karena, kalu kita akan bicara selanjutnya di pusat, maka pusat akan tanya secara administrasi atau fisik sudah memenuhi syarat apa belum,” jelasnya kalau belum maka harus dipersiapkan dulu.

Soal presentasi yang sudah dilakukan sebelumnya, sehingga bisa dikatakan sebagai titik terang, menurut Waryoto, hal itu baru berlaku untuk kotamadya. Ia pun sudah berbincang langsung dengan gubernur, dan gubernur sendiri mengakui Merauke tidak ada masalah. Sedangkan, yang melakukan presentase dari Kabupaten Boven Digoel  bukan perwakilan dari pemerintahan, dan untuk kotamadya dipresentasekan langsung Waryoto bersama timnya. “Pastinya untuk Merauke, no problem. Persoalannya sekarang kita akan mengecek kembali ke biro pemerintahan yang selama ini mengatakan sudah diusulkan, jadi kami tinggal ngecek fisiknya (draft presentasenya),” umbarnya.

Lebih jelas ditegaskan lagi, apa yang dikatakan gubernur soal aturan itu ada benarnya. Sehingga pihak berkompeten perlu melakukan pengecekan kembali mengingat di Merauke baru ada 4 kabupaten. “Yang kita sedang perjuangkan kotamadya ini. Ya,  kita berharap mudah-mudahan dalam satu paket itu akan terbit rekomendasi kota sekaligus PPS itu sendiri. Kalau kita belum lengkap secara fisik, kita percuma saja pulang pergi Jakarta. Karena mereka (DPR RI) akan tanya bagaimana secara administrasinya. Pastinya, kita harus sabar, dan jangan hanya ikuti kehendak kita, karena aturan lah yang mengikat kita. Kalau toh dikatakan gagal, saya akui gagal karena faktanya demikian, tapi saya tetap berusaha melakukan perjuangan ini,” imbuhnya. Waryoto sendiri menanggapi peristiwa Kamis malam itu, hanya efek kesalahpahaman saja. Padahal kalau dicermati lebih detil, sebenarnya gubernur sendiri sudah cukup menjelaskan apa yang menjadi pertanyaan soal pemekaran Kabupaten Muman dan PPS.

“Bukannya saya membela Pak gubernur, tapi kalau kalian mendengar apa yang disampaikan beliau malam itu sebenarnya sudah sangat jelas. Semua mengikuti prosedur. Hanya saja masyarakat tahunya tim sudah selesai, padahal masih ada hal-hal penting yang harus dilengkapi lagi,”akunya dipaksakan apapun jika persyaratan belum dilengkapi maka DPRI dan Kementerian Depdagri sendiri tidak bisa menyetujui.

Sekadar diketahui, aksi nyaris ricuh di Restaurant Panorama tersebut dipicu oleh kekecewaan para Tokoh Masyarakat Muman, yang tidak diberi kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan gubernur. Apalagi, mereka juga merasa penjelesan gubernur soal pemekaran Kabupaten Muman untuk syarat kehadiran Provinsi Papua Selatan (PPS) yang ditanyakan Martinus Torib, terdengar gamang tanpa jawaban yang tegas seperti yang diharapkan masyarakat Muman selama ini. Lantas, puncak kekecewaan para pentolan pemekaran Kabupaten Muman dihempaskan malam itu juga.

Selanjutnya, dari pantauan Bintang Papua di Bandara Mopah, keberangkatan gubernur bersama rombongannya berlangsung aman dan dinamis. Padahal nampak sejumlah masyarakat Muman yang berseliweran di areal bandara. Namun, tidak ada perlakuan anarkhis atau kegiatan yang menghalangi rombongan gubernur dalam lawatan selanjutnya ke Kabupaten Mappi. Meski begitu, aparat keamanan dari Polres Merauke yang dikomandani Kabag Ops Kompol JR Siagian, SIK, tetap melakukan pengamanan sebagai bentuk preventif. (cr-14)