DOWNLOAD Radio Interview Filep Karma

Indonesia menahan 48 tahanan politik di Papua, dimana perjuangan seperatis tingkat rendah telah berlansung selama puluhan tahun.

Papua secara resmi bergabung dengan Indonesia pada 1969 setelah dianeksasi.

Sejak itu sebagian masyarakat ingin merdeka dari pemerintah Indonesia.

Salah satu diantara mereka adalah pemimpin pro-kemerdekaan paling populer, bernama Filep Karma. Ia dihukum 15 tahun penjara karena memberontak. Amnesti Internasional menganggapnya sebagai tahanan hati nurani, setara dengan Aung San Suu Kyi di Burma.

Dalam satu wawacara langka dengan reporter KBR68H Mohammad Irham, ia menceritakan mengalami siksaan fisik dan mental di penjara .

"Ya selama ditahan saya mengalami kekerasan oleh petugas, levelnya prajurit, tapi level perwirapun juga. Jadi pernah dalam sebuah apel periwara tahanan mengatakan, 'kalian tahanan narapidana semua hak kalian dicabut termasuk hak asasi manusia. Hak kalian hanya hidup dan makan dan ikuti apa yang kami atur'. Terus dia sampai mengatakan bahwa hidup kalian pun sepenuhnya ada di tangan saya. Sehingga saya bantah waktu apel itu. Saya bilang, 'Saya tidak....hidup saya ada di dalam tangan Tuhan bukan dalam tangan kau' saya bilang, dan ini membuat dia marah. “

Q. Kalau dari Anda sendiri pernahkan mendapat intimidasi secara fisik gitu dari orang-orang yang menjaga di dalam tahanan?

”Ya saya sudah beberapa kali dipukul oleh para petugas penjara. Ditinju, ditendang, diseret dan yang lebih menyakitkan kami secara mental juga kami dianiaya, perilaku ketidakadilan disrkiminasi dalam pemberlakuan hukum, atau pemberlakuan dalam penjara. Ah inilah yang kami sering protes, (tapi) tidak terima. Mereka mungkin tidak pernah berada di kalanan pengawai negeri sipil, ya khususnya di linkungan hukum dan HAM, wawasan mereka sangat sempit dan terbatas. Tapi mereka sudah merasa paling tahu banyak, paling benar sendiri seakan-akan tahanan-tahanan dan narapidana itu adalah orang-orang berdosa, orang-orang yang bodoh. Tapi kalau saya lihat perbuatan petugas LP dengan teman-teman saya yang masuk karena kasus kriminal, tidak ada beda, bahkan mereka lebih kriminal apa yang teman-teman saya, khususnya yang narapidana kriminal lakukan. Cuman, mereka berlindung di balik seragam dan SK sebagai petugas Lapas. Jadi seakan-akan mereka kebal hukum."

Q. Kalau misalnya dilihat dari sebulan, itu berapa kali sih perlakuan kasar itu diterima atau dalam seminggu?

“Hampir ada mingu-mingu tertentu tuh suasana dalam LP tuh tegang. Ya maaf saja, saya sampai simpulkan, kalau dia masuk dan melakukan yang aneh-aneh,membuat tegang situasi dalam LP itu kelihatan dia sedang bermasalah di luar LP, mungkin di dalam rumah tangga dalam masyarakat atau entah dalam bisnisnya. Jadi kalau dia punya masalah, dia bawa pelampiasannya ke dalam LP dalam bentuk kekerasan. Salah sedikit dipukul pakai kayu bakar."

Q. Anda telah dipenjara selama kurang lebih 5 tahun hanya karena mengibarkan bendera bintang kejora dan ini sebenarnya hanya sebagai bentuk protes Anda. Bagaimana perlakuan aparat ketika menangkap Anda?

“Saya mengetahui Indonesia ini negara demokratis, dimana ada aturan bagaimana berdemo. Tapi berdemo itu bukan minta izin tapi kami membuat surat pemberitahuan kepada pihak yang berwajib. Nah ini-pun saya sudah penuhi, bahwa pada tanggal 1 Desember 2004 kami akan mengadakan upacara bendera kemudian tari-tarian daerah,orasi politik merayakan peringatan hari merdeka Papua, Papua Barat yang sudah merdeka sejak 1 Desember 1961 yang kemudian dianeksasi oleh rezim pemerintah Soekarno. Jadi saya meminta polisi untuk ikut mengamankan jalannya acara ini sampai dengan selesai. Ini negara demokrasi yang menjamin bahwa negara menjamin kebebasan seseorang atau sekelompok orang dalam menyampaikan aspirasi lisan baik secara tertulis. Jadi ini negara atau organisasi teroris yang menguasi negara ini? Saya jadi bertanya disitu. Dan itulah yang terjadi paginya waktu kami mau pengibaran kami didatangi polisi waktu kami masih di dalam konvoi atau perjalan menju...”

Q. Apakah Anda melawan pemerintah Indonesia untuk sebuah kemerdekaan di Papua?

“Jelas jelas saya ingin Papua merdeka. Nah ini bagaimana katanya saudara sebangsa setanah air datang untuk memerdekakan orang Papua memberikan kemajuan. Tapi yang terjadi, penindasan, penganiayaan, teroris, terorisme, intimidasi, penculikan, pembunuhahn, perampasan hak-hak harta benda sampai perampasa nyawa. Apa manfaatnya bergabung dengan Indonesia kalau kami diteror, ditintimidasi, dirampas hak-hak kami, diperkosa. Ya, kami memilih lebih baik merdeka. Sehingga kami mengatur negara kami menjadi satu negara yang mencapai kesejahteraan.

Q. Anda pertanyaan kolega seperjuagan Anda itu Yusuf Pakage itu sudah dinayatakan bebas, dan ini kenapa tidak berlaku untuk Anda?

“Pengalaman saya kemarin ditawarkan grasi oleh pihak Kanwil maupun pihak kanwil Hukum dan HAM, Litbang Departemen Hukum di Papua, waktu mereka ke sana di bawah pimpinan Bapak Sianipar. Saya menolak, saya tidak akan pernah menerima grasi. Karena grasi pertama karena merasa bersalah, mengakau salah lalu minta ampun dan minta dipulihkan. No way, saya tidak salah. Dan hal yang saya tuntut adalah hak kebenaran. Itu hak kami sebagai orang Papua. Kami tidak merampas pulau Madura, atau sebagian tanah di Ujung Kulon, atau pulau Sumatera untuk kami dirikan Tanah Papua, tidak. Yang kami bicara yang kami aspirasikan adalah hak kami atas tanah kami. Kami dilahirkan disitu oleh nenek moyang kami, itulah hak kami atas tanah itu. Secara ras kita berbeda secara budaya kita berbeda. Jadi, biaralah kami mengurus diri kami sendiri Indonesia merdeka itulah rumpun Melayu. Jadi untuk mengurus kepentingan rumpun Melayu bukan kepentingan Malanesia. Dan saya merasakan hal itu selama saya mengikuti pendidikan di pulau Jawa. Sering kami dipanggil kete, monyet, dan itu sangat sangat menyakitkan hati kami. Jadi buat apa kami hidup di negara ini kalau martabat kami sebagai manusia direndahkan diperlakukan dengan tidak manusiawi.”

Q. Nah sekarang ini seberapa kuat gerakkan kemerdekaan di Papua?

“Oh maaf kalau menyangkut kekuatan gerakkan kami ini berupa secret. Jadi saya tidak bisa memaparkan ini untuk mum, karena saya menghargai dan menghormato teman-teman saya pejuang bukan saya sendiri. Setiap orang Papua yang hanya duduk dan berdoa untuk Papua dia termasuk sebagai pejuang Papua merdeka. Atau hanya sekedar memberikan segelas air untuk teman-teman yang sedang berjuang, dia pun seorang pejuang. Jadi saya tidak bisa membuka seberapa besar perjuangan itu."

Q. Tapi menurut survei yang dilakukan International Crisis Group itu mencatat aktivis kalangan muda Papua itu semakin radikal saat ini. Apakah ini bentuk frustrasi mereka atas ketidakadanya perubahan di Papua?

“Bukan rasa frustrasi, tapi saya berterima kasih kepada pemerintah Indonesia yang sudah memberikan pendidikan kepada anak-anak saya, adik-adik saya sehingga mereka berpikir sebagai manusia yang sudah terdidik. Mereka mengerti apa arti penajahan dan apa arti merdeka. Dan yang mereka rasakan adalah bukan merdeka. Yang mereka rasakan adalah penjajahan, bangkitlah mereka.”

Q. Bila Anda bebas, apakah Anda akan melakukan kampanye kemderkdaan Papua lagi?

"Oh tetap, saya akan terus berjuang sampai Papua harus merdeka itu tekad saya. Jadi itulah anak-anak saya adik-adik saya bangkit dan menuntut ada referendum yang jujur dan adil, tanpa intimidasi, tanpa teror tanpa penculikan supaya orang Papua menyampaikan aspirasinya secara murni. Kalau memang mayoritas orang Papua ingin merdeka, ya orang Indonesia harus terima. Tapi kalau mayoritas in bersatu dengaan RI, ya kami harus sadar diri berarti ok rakyat kami tidak ingin merdeka.”

Q. Tidak ada perubahan kebijakan di Papua, jadi apa yang akan terjadi dengan rakyat disana nantinya?

"Kalau tidak ada perubahan kebijakan terhadap rakyat Papua, maaf saya bikin estimasi secara kasar, mungkin 2020 sudah habis etnis Papua. Karena pola yang digunakan pemerintah Indonesia adalah secara pelan tapi pasti memusnahkan etnis kami. Rencana lewat makanan, pembunuhan peramapasan hak perampasan tanah adat semua cara-cara yang pernah diterapkan oleh pemerintah-pemerintah lain di dunia. Rakyat India yang mersakan, itulah yang sekarang saya lihat dipraktekan oleh pemerintah Indonesia. Dan Ali Murtopo pernah mengatakan bawaha yang kami butuhkan bukan rakyat Papua, yang kami butuhkan tanahnya. Lautan teduh atau cari pulau di lautan teduh, atau kalau perlu bikin Papua Merdeka di bulan, tapi yang Indonesia butuhkan adalah tanah. Karena tanah kami sangat kaya sehingga itu yang dierbut bukan orang Papua-nya. Jadi saya memperhitungkan mungkin dalam tahun 2020 mungkin orang Papua sudah habis, akan dibunuh dengan cara kekerasan maupun cara halus. Itu yang saya lihat. Jadi memang penting orang Papua harus bangkit segera harus kita rebut hak kita.