Viktor Mambor adalah ketua Aliansi jurnalis Independen di Papua. Dia datang ke Belanda atas undangan Brigade Perdamaian Internasional, untuk berbicara tentang persoalan ekonomi, sosial hak-hak asasi manusia dan kebebasan pers di Papua.

Menurutnya situasi saat ini sudah membaik, tetapi media belum menjadi bagian penting dari pembangunan demokrasi. Di sisi lain kekerasan terhadap wartawan juga meningkat. Kekerasan itu justru lebih banyak dilakukan masyarakat sipil, bukan aktor negara.

Kebebasan berpendapat di Papua, sebenarnya sudah lebih baik. Itu sama dengan wilayah lain di Indonesia. Contohnya semakin banyak media yang bisa mengakomodir pendapat masyarakat. Namun secara kualitas kebebasan itu masih jauh dari apa yang diharapkan. Yang diharapkan terutama adalah media bisa menjadi satu bagian penting dari pembangunan demokrasi. Di Papua, menurutnya, seiring dengan bertambahnya jumlah media,  kekerasan terhadap wartawan juga semakin meningkat.

Sebagai contoh kekerasan terhadap wartawan adalah terbunuhnya Adriansyah Matrais. Yang mencolok lagi, yaitu kekerasan terdahap wartawan dilakukan oleh rakyat sipil bukan lagi aktor negara. Sementara itu ada juga gejala mencolok di kawasan itu. Banyak intel menyamar sebagai wartawan.

Viktor Mambor: "Jadi mereka juga punya kartu pers. Kita sebenarnya tahu siapa yang wartawan dan yang bukan. Tapi karena mereka punya kartu pers, maka kita tidak bisa berbuat apa-apa."

Viktor Mambor tidak menutup kemungkinan adanya wartawan gadungan yang mengaku berasal dari salah satu media nasional. Namun setelah dicek ternyata nama media yang bersangkutan tidak ada.

Dorong Pelaksanaan UU Otsus
Mambor berharap perjalanannya ke Belanda dapat membuat negara-negara Eropa mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah melaksanakan UU Otsus sebaik-baiknya. Alasannya karena, sampai saat ini UU itu tidak terlaksana dengan baik.

Ditanya apakah orang Papua lebih suka merdeka ketimbang diberi otonomi khusus, ia tidak menyangkal dengan tegas. "Sebenarnya memang semua orang ingin merdeka. Di Belanda dan Spanyol juga ada yang ingin merdeka. Mungkin di Indonesia yang ingin merdeka juga bukan hanya orang Papua saja, " katanya.

Otonomi Khusus itu berlaku 25 tahun. Dari tahun 2000 sampai tahun 2025. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ada pengurangan dana. Jadi otomatis Papua hanya punya waktu sepuluh tahun untuk menghasilkan banyak hal dan itu harus dilakukan segera.