Presiden Tutup Mata Bencana di Wasior

REUTERS/Roy Sibarani/rj

JAKARTA--MICOM: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menutup mata atas bencana yang terjadi di Wasior, Papua Barat, dengan menyatakan tidak ada pembalakan di sana. Presiden pun dinilai lebih memilih mendengarkan suara pembisiknya daripada mendengarkan suara dari pembantunya sendiri.

Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Berry Nahdian Forqan usai diskusi mingguan "Bencana Alam Mengancam" di Jakarta, Sabtu (9/10).

"Presiden sudah menutup mata dari kenyataan yang ada dan informasi yang berkembang. Presiden lebih suka mendengar kelompok pembisiknya daripada pembantunya sendiri," sindir Berry.

Sebelumnya, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan banjir bandang yang terjadi di Wasior adalah akibat pembalakan liar. Akan tetapi Presiden menyampaikan pendapat yang berbeda dan menyatakan bencana terjadi karena faktor alam.

Menurut Berry, kondisi Papua, terutama area Wasior, termasuk dalam area yang rawan bencana. Kondisi ini diperparah dengan cuaca dan eksploitasi lahan.

"Daerah ini termasuk daerah yang cukup ekstrem bencana. Dengan topografi curam, sangat rentan pada perlakuan, apalagi eksploitasi. Bencana wasior bukan hanya faktor alam, tapi ini terjadi karena faktor alam bertemu dangan kerentanan yang tinggi. Akibatnya menyebabkan terjadinya benana cukup besar. Tidak bisa menyatakan ini hanya faktor alam. Karena ada banyak log-log yang terbawa ke bawah. Berarti ada penebangan, baik legal maupun tidak legal," jelas Berry.

Tidak hanya karena pembalakan saja, pemekaran daerah yang terjadi disebutkan juga merupakan alasan lainnya yang menjadi pemicu terjadinya bencana yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.

"Selain karena faktor human error, eksploitasi kecil pun akan berdampak besar. Pemekaran wilayah yang tidak mempehatikan lingkungan juga bisa menyebabkan hal ini. Pemekaran tidak didasari ekologi dan sosial. Hanya ekonomi dan kekuasaan saja. Tapi tidak mempertimbangkan keselmatan warga. Jadinya pemekaran berubah bencana," tegasnya.

Sementara itu, Staf Khusus Presiden bidang Otonomi Daerah Velix Wanggai mengamini ucapan Berry tentang pembangunan berupa konsep pemekaran daerah sudah membuat area tersebut dibangun tanpa memperhatikan aspek-aspek lainnya.

"Kehadiran daerah otonom ini juga menimbulkan efek negatif. Memang ada perluasan ibu kota kabupaten yang merambah hutan. Ini jelas dilakukan pemerintah. Ini menjadi indikator kalau pemerintah tidak cukup memahami lingkungannya," imbuhnya.

Ke depannya, Velix berharap pembangunan bisa lebih berbasis pada karakteristik daerahnya masing-masing. Akan tetapi, ia membantah sudah terjadi pembalakan liar di area tersebut. Menurutnya, banyaknya gelondongan kayu (logging) yang hanyut diakibatkan karena longsor, bukan bukti terjadi pemabalakan liar.

"Ada enam aliran sungai yang membawa banjir bandang. Hutannya sebenarnya masih padat. Log itu bukan karena pembalakan, tetapi karena longsor," bantahnya. (CC/OL-3)