DPRP Didesak Bentuk Peradilan HAM di Tanah Papua
JAYAPURA—DPR Papua didesak segera memprakarsai pembentukan lembaga peradilan independen untuk mengadili seluruh bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua.
Pasalnya, peradilan yang ada saat ini tak dapat dipercaya masyarakat baik peradilan HAM maupun peradilan sipil umum.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yabisembut saat diwawancarai Bintang Papua di Gedung DPR Papua, Senin (18/10) disela sela aksi unjukrasa agar Gubernur Provinsi Papua dan DPR Papua segera menuntaskan kasus penembakan Ismail Lokobal, Anggota Petapa yang dilakukan aparat kepolisian KP3 Udara Wamena pada 4 Oktober 2010 lalu.
Menurut tokoh yang sempat menghadiri Kongres Amerika Serikat di Washington DC pada 28 September 2010 lalu, aksi penembakan Ismail Lokobal, Anggota Petapa yang dilakukan aparat kepolisian KP3 Udara Wamena pada 4 Oktober 2010 lalu ia dengar ketika baru tiba dari Amerika 1 Oktober di Jakarta. Ia mendapat informasi bahwa ada penembakan terhadap seorang warga sipil di Wamena.
Kontan, lanjutnya, pihaknya menyampaikan penyesalan kepada pemerintah Indonesia khususnya kepada Kapolri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)serta menghubungi pihak Kedubes Amerika Serikat di Jakarta.
“Saya bilang apabila Anda mendukung NKRI. Tapi mengapa Anda membiarkan rakyat Papua menjadi korban. Mereka bilang oke kami perhatikan. Kamu harus perhatikan dalam waktu dekat dan tak bisa biarkan kami begini terus,” tukasnya.
Dia mengatakan kepada pihak Kedubes Amerika Serikat, sebenarnya peristiwa ini tak perlu terjadi. Itu hal sepele. Kalau sampai hal sepele yang terjadi ditengah kota lagi berarti di daerah terpencil l ebih banyak lagi orang Papua yang menderita dengan cara cara seperti itu. Bagaimana perhatian pemerintah Indonesia dan negara negara yang mendukung pemerintah Indonesia.
“Ini kan Anda juga mendukung untuk pembasmian orang Papua. Mereka juga kaget. Saya bilang masalahnya sepele mengapa harus tahan topi biru ini kan ditahan oleh aparat kepolisian KP3 Udara Wamena. Kalau mereka ditahan tolong harus berikan penjelasan,” tukasnya.
“Ini awal kesalahan saya lihat disitu tak memberikan penjelasan kami tahan hanya untuk periksa. Tapi ini tak mereka tahan diam ini namanya provokasi. Kalau boleh aparat harus menindaklanjuti siapa yang provokasi serta siapa yang menembak.” “Saat di Jakarta saya bilang Kapolresnya harus dipecat karena ini untuk kesekian kalinya tak bisa dibiarkan begitu terus. Polisi harus bisa menegakan hukum. Kalau tak bisa menegakan hukum apa gunanya institusi ini,” tuturnya.
Saat aksi unjukrasa tersebut, DAP mendesak Gubernur Provinsi Papua dan DPR Papua untuk segera menuntaskan kasus penembakan Ismail Lokobal, Anggota Petapa yang dilakukan aparat kepolisian KP3 Udara Wamena pada 4 Oktober 2010 lalu. Gubernur Provinsi Papua dan DPR Papua juga didesak segera membentuk Tim Investigasi untuk mengusut kasus penembakan tersebut serta polisi segera bertanggungjawab terhadap penembakan tersebut.
Ratusan pengunjukarasa dari seluruh komponen pro merdeka antara lain DAP, Komite Nasional Papua Batat (KNPB), Front PEPERA, Petapa serta masyarakat sipil lainnya menggunakan 4 truk, kendaraan pribadi dan sepeda motor tiba di Taman Imbi, Kota Jayapura sekitar pukul 14.00 WIT. Aparat keamanan terus mengawasi para pengujukrasa memasuki pintu gerbang Kantor DPR Papua. Sejumlah massa membawa puluhan spanduk yang antara lain berisi Polisi segera bertanggungjawan atas tertembaknya Theys H Eluay, Opinus Tabuni, Nahason Mabel, Kelly Kwalik, Ismail Lokobal serta penembakan di Manokwari dan lain lain di Tanah Papua. Hak hidup bangsa Papua terancam punah atas kekerasan negara Indonesia. Kami minta dukungan pihak internasional untuk selamatkan jiwa kami. Polisi harus mereformasi diri secara total baik di tingkat konstitusi maupun implementasi.
Saat tiba di Gedung DPR Papua sejumlah delegasi bergerak cepat untuk meminta waktu para wakil rakyat yang terhormat untuk segera turun menemui massa agar mereka dapat menyampaikan aspirasi sekaligus menyerahkan pernyataan sikap. Beberapa saat kemudian sejumlah anggota DPR Papua antara lain Wakil Ketua Komisi A DPR Papua Ir Weynand Watori, Ir Adolf Asmuruf, Drs Mohamad Nawawi, Nasson Utu SE, Yan P Mandenas SSos, Thomas Sondegau.
Puncak dari aksi unjukrasa tersebut adalah penyerahan pernyataan sikap atas penembakan Ismail Lokobal, Anggota Petapa yang dilakukan aparat kepolisian KP3 Udara Wamena pada 4 Oktober 2010 lalu yang diserahkan Ketua Umum DAP Forkorus Yabisembut S.Pd kepada Wakil Ketua Komisi A DPR Papua Ir Weynand Watori sekaligus menegaskan bahwa dua hari pasca aksi unjukrasa ini pihaknya akan menindaklanjuti tuntutan DAP serta elemen elemen pro merdeka untuk segera menuntaskan kasus penembakan Ismail Lokobal, Anggota Petapa yang dilakukan aparat kepolisian KP3 Udara Wamena pada 4 Oktober 2010 lalu sekaligus mengagendakan pertemuan bersama seluruh komponen masyarakat pro merdeka.
“DAP mendesak Gubernur Provinsi Papua dan DPR Papua untuk segera mengambil langkah langkah penyelamatan hak hidup rakyat Papua serta menekan represif militer untuk menyelesaikan masalah Papua tapi justru melahirkan kekerasan baru,” ujar salah seorang Koordinator Lapangan aksi unjukrasa yang didaulat menyampaikan pernyataan sikap dihadapan anggota DPR Papua.
Menurut dia, sejak reformasi di Indonesia, rakyat Papua mendapatkan ruang kebebasan terbuka lebar untuk menyampaikan berbagai tuntutan mulai dari penarikan militer, transmigrasi, penegakan HAM dan pengakuan politik bangsa Papua. Namun dibalik reformasi, negara menggelar berbagai operasi pembunuhan kilat, penyiksaan, penangkapan sewenang wenang dan pemenjaraan para tokoh pejuang Papua.
Negara gagal menjamin hak hidup orang Papua, bukti kegagalan adalah penculikan dan pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Almarhum Theys H Eluay pada 10 Nopember 2001, penembakan Almarhum Opinus Tabuni 9 Agustus 2008 di Wamena, pembunuhan Almarhum Jenderal Kelly Kwalik, penembakan tiga warga sipil di Manokwari dan terakhir di Wamena Islamil Lokobal teleh menghembuskan nyawa melalui peluru aparat kepolisian.
Disamping itu, katanya, telah terjadi berbagai peristiwa berdarah di hampir seluruh Tanah Papua. Kematian masyarakat adat Papua terus terjadi dari hari ke hari dan akan terus berlangsung perlahan lahan kepunahan hak hidup arang asli Papua akibat dari kekerasan aparat militer dan sipil yang ada diatas Tanah Papua.
Kekerasan militer tak dapat dibenarkan sesuai dengan hati nurani orang asli Papua juga tak sesuai dengan instrument hukum internasional dan HAM serta bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 alinea pertama. Kodrat hak hidup orang asli Papua makin tipis akibat kekerasan militer di Tanah Papua.
Hukum dan kebebasan hidup masyarakat adat Papua harus ditegakkan derajat sebagai manusia yang universal di hadapan Tuhan dan negara tak bisa mengkriminalisasi masyarakat adat Papua dan menjustifikasi seperatis. (mdc)