Dari Rencana  Seminar Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan  Papua  Kerjasama  Uncen dan Unibraw Malang


Utusan dari  Uncen Jayapura melakukan audiensi bersama pimpinan DPRP dan pimoinan Fraksi Fraksi di DPRP diruang Ketua DPRP, Jayapura, Senin (25/10) kemarin. Pertemuan inij terkait rencana    Uncen  bekerjasama Universitas Brawijaya (unibraw) Malang akan menggelar seminar nasional bertajuk Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Papua  di Jayapura. Acara ini  direncanakan November 2010 mendatang.

Makawaru Dan Cunha, Bintang Papua

Pimpinan DPRP dan Pimpinan Komisi Komisi DPRP menggelar jumpa pers  tentang rencana seminar  nasional pemberdayaan ekonomi  kerakyatan Papua di Media Centre DPRP, Jayapura, Senin (25/10) kemarin.SEMINAR tersebut merupakan  sebuah penelitian di bidang pemberdayaan ekonomi kerakyatan di Papua. Hasil penelitian ini akan diseminarkan di Jayapura pada November mendatang dan direncanakan melibatkan 500 peserta.   Alhasil, utusan dari Uncen telah datang dua orang Dr Renyaan bersama temannya bertemu DPRP untuk menyampaikan tentang pelaksanaan seminar itu pada November khusus seminar  menyangkut pemberdayaan ekonomi ke­rakyatan.    

Demikian dijelaskan  Ketua  DPRP  Drs John Ibo MM didampingi Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda, Ketua Komisi B DPRP Yulius Rumbainuasi serta Ketua Komisi E DPRP Max Mirino  ketika jumpa pers di Press Room DPRP, Senin (25/10) kemarin.
Dikatakan  Ketua DPRP,  pihaknya  melihat seminar ini sangat penting dan meminta kepada panitia untuk melibatkan anggota DPRP terutama pimpinan pimpinan komisi komisi dapat mengambil bagian dalam seminar itu  untuk mempelajari tentang pemaparan pemberdayaan ekonomi  kerakyatan  di Provinsi Papua berdasarkan penelitian bersama Unibraw bekerjasama dengan Uncen tersebut. 
Menurutnya, pihaknya melihat bahwa  kegiatan ini akan menciptakan program program  pencitraan khususnya pada bidang ekonomi kebetulan  Pemerintah Provinsi Papua  tengah  menggalakan Rencana Strategis Pembangunan Kampung (Respek)  melalui Gubernur dan Wagub diseluruh Provinsi Papua. Pasalnya, ada sekitar Rp 400 miliar setiap tahun dari APBD Provinsi Papua terserap dalam kegiatan Respek di 4.000-an kampung masing masing kampung  mendapat kucuran dana senila Rp 100 juta.

Dalam pengamatan DPRP, katanya, Rp 100 juta yang dibutuhkan disetiap kampung diseluruh Provinsi Papua belum dilakukan secara proporsional karena masih ada kampung kecil ketika diserahi dana Rp 100 juta mereka   berkelebihan dana. Tapi ada kampung kampung  dengan jumlah penduduk yang besar justru mereka kekurangan dana.  Sesuai kacamata DPRP terutama Komisi B yang membidangi ekonomi kerakyatan melihat  ekonomi rakyat di Papua belum terbangun sesuai dengan  harapan.
Dia mengungkapkan, dimana mana masyarakat mengelolah dana Respek,  tapi belum ada perkembangan ditengah  tengah masyarakat. Ada contoh contoh yang diberikan oleh masyarakat dari luar Papua dengan mengerjakan kebun kebun, sayur, penangkapan ikan, tapi  orang  orang Papua sendiri justru tak bergeming dari kemiskinan dan kekurangan karena mereka belum melaksanakan kegiatan kegiatan itu secara langsung dalam rangka meningkatkan ekonomi  kerakyatan. 
Ada persoalan dimana sebenarnya? Persoalannya sangat kompleks,  menurutnya, karena seminar yang akan dilaksanakan itu dalam kontribusi pemikiran oleh DPRP bahwa hasil penelitian yang akan dilakukan Unibraw jangan  memasukan perencanaan yang terlalu tinggi, tapi  dapat mengambil contoh dari pluralisme  bangsa ini dari sejak integrasi sampai sekarang  orang menggunakan standar standar kegiatan pembangun dengan berpatok kepada provinsi provinsi  lain yang telah maju. Padahal Papua dari titik nol dan harus mulai dari nol  untuk membangun anak tangga yang sistimatik untuk mengantar orang Papua  dalam pelbagai kegiatan pembangunan. “Jangan dengan sifat meloncat loncat. Kalau kita sudah  angkat terlalu tinggi  dan bersifat melonjak orang Papua akan terbentur dan tertinggal di tempat dan tak bisa mengikuti,” paparnya.
Karena itu, tambahnya, seminar pemberdayaan ekonomi  kerakyatan Papua ini diharapkan supaya dibicarakan permasalahan permasalahan dalam konteks  Papua atau bicara dalam tingkat dimana orang Papua sedang berada dalam kegiatan ekonomi. Rakyat masih menggunakan  potensi mereka sendiri seperti tanah, perairan dan hutan  bertolak pada aktivitas dan  bekerja diatas, didalam air tapi juga didalam hutan mereka.  Kegiatannya sangat sederhana kalau itu menyangkut pertanian mereka hanya melaksanakan penanaman pisang, keladi dan sebagainya.
Di perairan mereka melakukan aktivitas penangkapkan ikan yang sangat tradisional. Di hutan mereka juga melakukan penebangan pada kayu log yang hanya untuk bisa membangun rumah sendiri. Tapi diatas hutan, diatas perairan serta diatas tanah ada aktivitas besar besaran yang dilakukan yang tak nyambung dengan rakyat Papua. Sebab itu kami memberikan respek pada pelaksanaan seminar ini agar membicarakan hal hal yang sederhana bertolak dari yang rakyat lakukan.             
Karena itu, seminar itu akan menciptakan citra rakyat untuk membangun diri. Tapi pada pihak lain Pemerintah Provinsi Papua disarankan untuk membuka sarana sarana yang bisa menampung hasil  rakyat dan rakyat  bisa menerima uang dari sarana yang dibangun oleh pemerintah. “Jadi percumalah kita bicara tapi dalam aplikasi tak ada. Langkah selanjutnya setelah ada pelaksanaan seminar saya harap pemerintah  dan DPRP respons penuh untuk duduk  merancang regulasi regulasi dalam rangka menyelamatkan terutama  produk rakyat,” kata politikus senior Partai Golkar ini.
Dia mengatakan, UU Otsus sarat dengan affirmative action yang seharusnya dapat  berubah menjadi regulasi. Kalau  regulasi  telah dibuat maka ia akan menjadi alat  untuk melindungi hak hak rakyat Papua. (*)