Para pendemo terlibat ketegangan dengan Kapolsek Abepura AKP Kristian Sawaki saat pembubaran massa SONAPA yang ingin berdemo ke kantor DPR Papua. Keinginan massa untuk berdemo gagal setelah dibubarkan polisi karena tidak mengantongi surat tanda terima pemberitahuan (STTP).JAYAPURA—Rencana massa yang tergabung dalam solidaritas bangsa Papua untuk Obama (SONAPO) untuk menggelar demo damai ke DPR Papua, Senin (8/11) kemarin tak kesampaian.
Massa SONAPO dibawa pimpinan Selpius Bobii cs akhirnya diamankan pihak Polresta Jayapura di depan kantor Merpati Abepura untuk dimintai keterangannya.

Sedang puluhan massa terpaksa dibubarkan Polresta Jayapura sebab tidak mengantongi surat tanda terima pemberitahuan (STTP) dari Polda Papua.
Sebelumnya sejak pukul 10.00 WIT puluhan massa sudah berkumpul kantor Merpati Abepura. Sayangnya keiginan massa itu langsung dihadang puluhan Polisi dari Dalmas Polresta Jayapura.
Akibatnya sempat terjadi ketegangan antara massa SONAPA dan polisi yang dipimpin Kapolsekta Abepura, AKP Sawaki.
Walau sempat tegang, bahkan ada aksi saling tunjuk. Namun polisi berhasil membubarkan para pendemo. 
Sedang kesempuluh pentolan pendemo langsung dibawa ke Polresta Jayapura untuk dimintai keterangannya.
Setelah digiring ke Polresta Jayapura dari tempat titik kumpulnya, yakni di Lingkaran Abepura depan Kantor Pos, Selpius Bobyy selaku coordinator lapangan aksi demo Solidaritas Nasional Bangsa Papua Untuk Obama (SONABPO) dan dua rekannya masing-masing Frans kabak dan Alfridus Aud, oleh aparat penyidik Polresta Jayapura hanya sebatas dilakukan pemeriksaan.
Dari pantauan Bintang Papua di Mapolresta Jayapura, juga tampak 7 rekan-rekannya yang turut dibawa ke Polres. Namun kepada 7 orang masing-masing Usama Yogobi, Jhon Wetipo, Yuberius Selegani, Misael Maisini, Lin Woof, Elly Patege, dan Bernard Goo tidak dilakukan pemeriksaan.
Ketuju orang tersebut akhirnya hanya mondar-mandir di Mapolresta, dan bahkan sempat melakukan aksi protes kepada Kapolresta Jayapura AKBP Imam Setiawan,SIK  di halaman parkir.  Setelah mendapat ketegasan dari Kapolres bahwa demo yang hendak dilakukan sengaja dibubarkan karena tidak mengantongi STTP (Surat Tanda Terima Pelaporan) oleh Polda Papua, baru aksi protes yang berlangsung sedikit tegang bias reda.
Usama Yogobi cs yang sempat mengatakan kepada Kapolres untuk minta ketiga rekannya Selpius Bobi, Frans kabak dan Alfridus Aud untuk dibebaskan, dijawab Kapolres pihak kepolisian hanya melakukan pemeriksaan.

 

Saat ditemui wartawan , kapolres juga mnyatakan bahwa pihaknya hanya melakukan pemeriksaan kepada para coordinator aksi demo tersebut. “Kita sementara ini baru melakukan interogasi dan pemeriksaan. Pada intinya mereka ini melakukan aksi demo tanpa dilengkapi STTP,” ujarnya.
Tentang tidak diterbitkannya STTP tersebut, Kapolres mengatakan bahwa hal itu adalah urusan Polda Papua   yang oleh pendemo diberikan surat pemberitahuannya.
Disinggung tentang informasi rencana pelaksanaan demonya, Kapolres mengatakan bahwa para pendemo berencana melakukan aksi demo selama dua hari di DPRP dan dua hari di kantor Gubernur. “STTP itu sebenarnya belum akan diberikan sebelum terpenuhi persyaratan sebagai sebuah pemeberitahuan. Misalnya kalau pesertanya sebanyak 500 orang, maka setiap 100 orang itu harus ada koordinatornya. Ini kan tidak. Koordinatornya saja tidak pro aktif,’’ terangnya.
Sementara itu, Usama Yogobi bersama rekannya di mapolresta sempat memberikan keterangan kepada wartawan. Pada intinya mereka merasa kecewa atas pembubaran aksi demo yang akan dilakukannya. “Ini sebagai satu pembungkaman demokrasi. Kami demo atas perintah hokum,” ungkapnya.

 

BEM Uncen kecam aksi pihak kepolisian

 

Sementara upaya polisi untuk membubarkan rencena demo tersebut dikecam Bem Uncen, Benyamin Gurik.
Dalam jumpa persnya di sekertariat Bem Uncen, ia sangat menyesalkan tindakan aparat keamanan yang manjadikan tidak surat tanda terima izin sebagai alasan klasik.
Ia menganggap pemeriksaan Selpius Bobii dan rekannya, merupakan salah satu upaya pihak kepolisian dalam melakukan upaya pembungkaman ruang aspirasi di tanah Papua.
“ Motif penangkapan dari dulu hingga sekarang semua sama, yaitu ingin membungkam ruang aspirasi di tanah Papua, ini cara yang tidak benar, sudah jelas dalam UUD No,” imbuhnya.(aj/cr-15)