Soal Rencana Tim Pansus Papua DPD RI  Bertemu PBB Tanyakan Status Politik Papua

 

Nicholaus MessetJAYAPURA—Kritikan terus dialamatkan anggota DPD RI Drs Paulus Yohanes Sumino yang berencana bersama DPD RI mendatangi markas PBB di Amerika Seri­kat untuk menanyakan status politik Papua.

Termasuk untuk menuntaskan masalah-masalah  Papua seperti makin derasnya arus aspirasi  Pro M yang disampaikan   rakyat Papua  baik yang ditujukan kepada DPRP dan DPR- RI.

Jika sebelumnya anggota DPRP Tony Irfandi menilai rencana itu sia-sia belaka karena  Irian Barat sejak 19 November 1969 telah sah berintegrasi ke NKRI.

Kini penilaian yang sama dilontarkan Wakil Ketua  Independent Group  Suppor­ting  Special  Autonomous Region  for Papua With in the Republic of Indonesia (IGSSARPRI) atau Yayasan yang mendukung Otsus di Papua Nicholaus Messet ketika dihubungi  Bintang Papua via ponselnya di Jakarta, Rabu (10/11) kemarin.

Namun demikian, menurut  Messet,  DPD RI  jangan sekali kali mempengaruhi  dan membohongi rakyat Papua  untuk  menanyakan status politik Papua  di PBB  Pasalnya,  sejarah  menyatakan rakyat Papua sejak 19 November 1969 secara resmi dinyatakan PBB bahwa Papua adalah bagian dari NKRI.

Demikian disampaikan Ia ditanya terkait rencana DPD RI Dapil Papua  berangkat ke PBB guna menanyakan status politik Papua menyusul makin menguatnya aspirasi rakyat Papua mendukung “M”.

Dia mengatakan  DPD RI  jangan mempengaruhi  dan membodohi  rakyat Papua  serta menghayal  bahwa akan ada kemerdekaan  bagi bangsa Papua.  “Jangan buat rakyat Papua bodoh dengan janji janji palsu untuk mereka berjuang terus  tanpa mengetahui situasi politik dunia sekarang ini,” ujar pria yang selama 16 tahun  tinggal di Swedia itu berang.

Karena itu, katanya,  DPD RI seyogyanyalah  mengurungkan niatnya  berangkat ke PBB   hanya  untuk menanyakan status politik Papua Barat. Pasalnya, masalah Papua bukan masalah PBB. Masalah Papua harus diselesaikan  oleh Indonesia. Hal itu adalah masalah internal dari Indonesia  bukan masalah internasional  dewasa ini.

Menyikapi  pernyataan  Anggota DPD RI Dapil Papua Drs Paulus Yohanes Sumino MM Juru Bicara Forum Rekonsiliasi Nasional Para Pejuang Papua Barat  Merdeka  Saul T Bomay  secara terpisah menegaskan pihaknya menolak rencana keberangkatan Anggota DPD RI Dapil Papua ke PBB salah satunya adalah untuk meluruskan sejarah politik bangsa Papua.

Karena itu.  lanjutnya,   pelurusan sejarah  Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)  1969 mesti dilakukan melalui suatu dialog  yang digelar di Papua dengan mengundang pihak pihak terkait seperti  Indonesia, Amerika Serikat, Belanda serta PBB.

“Kalau  hal ini terjadi  tak bedanya dengan New York Agreement yang  tak melibatkan orang Papua tapi orang diluar Papua. Tapi hal  tersebut  sebaiknya dilakukan oleh orang Papua di Jayapura dan bukan oleh  orang lain diluar Papua,” katanya dengan nada tinggi.

Rencana keberangkatan Tim Pansus Papua ke PBB di New York mendapat sorotan dari Anggota DPRP, Tony Infandi.  Ia secara tegas  meminta Tim Pansus Papua  DPD RI agar menunda keberangkatannya ke PBB untuk mempertanyakan status Papua. Hal ini dikarenakan status politik Papua di mata Internasional  berdasarkan fakta dan sejarah selama ini sudah jelas masuk dalam NKRI.

Justru menurut Infandi,  DPD-RI yang harus diprioritaskan oleh DPD-RI adalah bagaimana membuat berbagai kebijakan-kebijakan prinsip-prinsip dasar memproteksi hak-hak dasar orang sehingga orang Papua menjadi tuan dinegerinya sendiri.

 

“Itulah tugas DPD-RI di sana [baca, di  PBB]. Jadi kehadiran mereka di ibukota negeri Indonesia, di Jakarta bukan hanya sekedar duduk,  tapi harus mampu memberi jawaban dan harapan terhadap masyarakat Papua dalam rangka mengimplementasikan UU Otsus secara murni dan kosekwen,” katanya.

Untuk itu, tambahnya, secara tegas ia meminta kepada DPD untuk membatalkan rencana keberangkatan DPD ke PBB sambil menunggu terbentuknya Komisi Keadilan dan Rekonsiliasi [KKR] di Papua. Dimana komisi tersebut bertugas sesuai dengan amanat UU Otsus ditugaskan untuk mengklarifikasi sejarah Papua dalam bingkai NKRI.

Apabila Tupoksi DPRP, khusus menyangkut KKR sudah terbentuk maka diharapkan diadakan tim gabungan. Bisa saja tim ini melibatkan semua pihak yang bertugas  meluruskan sejarah politik Papua.

Rencana keberangkatan DPD-RI,  lanjutnya, hanya buang-buang energi dan tenaga. Karena menurut dia masih banyak persoalan didalam negeri yang harus diselesaikan yang menyangkut kesejahteraan rakyat Papua.

Dari pada berangkat ke PBB tanpa tujuan yang jelas, lebih baik DPD RI fokus bekerja meyusun program yang benar-benar menyentuh kehidupan masyarakat Papua. Karena tidak semudah membalikkan telapak tangan. Jadi saya pesimis keberangkatan DPRP ke Markas Besar PBB di New York membawa hasil maksimal. (mdc/rza)