Melongok Mimika, Kabupaten Terkaya Kedua di Indonesia

Tampak salah satu sudut kota Timika yang nyaris di kuasai oleh 
kaum urban yang berebut mencari rupiah di daerah tersebut.APBD-nya di tahun 2010 ini menembus angka 1.500 Milyard atau 1,5 Trilyun, dengan PDB per kapita Rp295,05 juta di tahun 2009 lalu, tapi pemandangan kumuh dan “kota setengah jadi” adalah suguhan pertama yang kita dapat begitu menjejakkan kaki di Kota Timika

Oleh : Walhamri Wahid

Beberapa menit sebelum pesawat mendarat di Bandara Mozes Kilangin Timika, dari balik jendela pesawat yang kita lihat adalah bentangan dataran luas berwarna abu – abu dengan aliran – aliran air bercabang –cabang diatasnya layaknya sebuah dataran gurun luas yang gersang, jauh dari kesan hijau sebagai pertanda ada yang kurang “pas” dengan pengelolaan lingkungan di daerah tersebut.

“itu lembah tailing dari PT. Freeport, mas”, celetuk seorang ibu yang duduk disamping kursi tempat saya duduk di atas pesawat Merpati yang menghabiskan waktu sekitar 55 menit dari Jayapura ke Timika.

 

Kali pertama menjejakkan kaki ke Timika, berbagai siluet dan gambaran fantastis terbayang di benak saya akan kondisi dan suasana Kota Timika sebagai sebuah kabupaten yang dikatakan masuk daftar 6 Kabupaten Terkaya di Indonesia itu, pasti kotanya megah, bandaranya besar dan fasilitasnya serba wah !.

Tidak butuh waktu lama untuk memupus semua gambaran megah saya tentang kabupaten terkaya kedua di Indonesia itu, karena begitu saya keluar dari areal Bandara yang pertama saya lihat adalah kondisi jalan beraspal yang menurut ukuran saya rasanya kurang pantas melekat di jalan – jalan utama sekeluar dari bandara di sebuah kabupaten yang APBD-nya selalu diatas Rp1.000 Milyard per tahun itu.

“ada yang salah dengan pengelolaan anggaran di daerah ini, masak` daerah terkaya, ada perusahaan hebat dan terbesar di Indonesia, tapi kondisi jalan utama dari Bandara ke kota, kualitas dan modelnya jauh dari beberapa daerah yang APBD-nya dalam tiap tahun anggaran hanya berada di kisaran Rp 500 Miliard”, batinku sesaat ketika menjejakan kaki di Kota Timika.

Kabupaten Mimika merupakan kabupaten terkaya di Provinsi Papua, diawali dari sebuah pegunungan setinggi lebih dari 1.000 meter di atas hutan tropis Papua, tepatnya Kecamatan Tembagapura, tersembunyi kekayaan mineral yang sangat besar.

Luas wilayah kabupaten ini adalah 21.522,77 km2 yang terbagi menjadi 12 kecamatan dengan Timika sebagai ibukota kabupaten. Potensi bahan tambang di kabupaten ini, untuk tembaga menjadi cadangan terbesar ketiga di dunia, sedangkan emasnya sendiri menjadi yang terbesar di dunia.

Eksploitasi emas di kabupaten ini dilakukan oleh PT Freeport indonesia. Kekuatan perekonomian Mimika sampai saat ini dan tahun-tahun mendatang sepenuhnya bergantung pada pertambangan. Setidaknya sampai kontrak karya kedua antara PT Freeport dan Pemerintah Indonesia berakhir, cadangan bijih tambang Grasberg 2.6 miliar ton di areal 202.950 hektar sanggup menggerakkan perekonomian daerah itu.

Menurut data BPS Kabupaten Mimika selama tahun 2009 lalu berhasil membukukan PDB per kapita Rp295,05 juta. Berdasarkan data Hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2009, Kabupaten Mimika mencatat dana bagi hasil Rp424,33 miliar.

Itu datanya, tapi realitanya tentu akan berbeda begitu kita melongok kondisi Kota Timika, kalau mau jujur lebih tepat kita menyebut Kota Timika sebagai “kota yang belum jadi”, dari penataan ruang kota dan bangunan juga masih sekedarnya.

Menyusuri jalan – jalan utama Kota Timika dengan menaiki becak, kita akan disuguhi kumpulan dan gerombolan kaum urban (pendatang) yang berburu rupiah dengan menjajakan segala macam kebutuhan masyarakat Mimika, bicara bangunan tempat mereka berusaha, jangan ditanya, semua terbuat dari kayu masih bagus bila dibuat sedikit bagus, banyak diantaranya dibuat sekedarnya saja.

“kita disini hanya merantau untuk mencari mas, ntar kalau bangun bagus – bagus trus di suruh bongkar kan rugi, jadi apa adanya aja dulu”, kata seorang penjual pakaian dan barang pecah belah yang mengaku dari Surabaya dan sudah bermukim di Timika hampir 5 tahun lamanya.

Salah satu ruas jalan yang buat saya sedikit lega memandangnya adalah beberapa meter jalan menuju ke daerah Pasar Baru, sebuah kawasan perekonomian yang baru dibangun nampaknya oleh Pemkab setempat dengan jalan mulus.

Seharian berkeliling Kota Timika, dari penataan jalur dan pembagian kawasan yang datar sudah cukup memadai, namun dari aspek estetika dan wajah sebagai sebuah kabupaten terkaya di Papua, dan salah satu kabupaten ber-PDB tetinggi kedua setelah Bontang Kalimantan Timur, rasanya wajah Timika saat ini, masih jauh dari harapan. Yang membuat saya miris lagi, seharian berjalan hanya sesekali saja saya menjumpai penduduk asli, itupun saat sore hari ketika menyambangi Pasar Gorong – Gorong saat para pekerja dari PT. Freeport “turun gunung”.

Kunjungan saya mungkin terlalu cepat untuk menyimpulkan daerah ini masih lambat dalam pembangunannya bila dibandingkan dengan besarnya dana APBD maupun PAD mereka dalam setiap tahunnya, namun orang awam sekalipun tidak dapat menyangkal bahwa ada yang kurang tepat dalam pengelolaan dan pengalokasian anggaran pembangunan di kabupaten terkaya di Papua itu.

“begini – begini saja, anak, kabupaten ini su` mau 10 tahun lebih, tapi ko` liat dia pu` kantor DPRD itu, begitu sudah !”, celetuk seorang bapak tua yang berprofesi sebagai tukang ojek dan mengaku sudah 10 tahun lebih tinggal di Timika sejak kabupaten itu dimekarkan.

Kota Timika saat ini lebih sebagai kota industri yang menonjol dengan sector jasanya yang kurang terarah, sehingga selain maraknya kaum urban yang berorientasi sesaat dan hanya mencari uang saja, realita lainnya adalah apakah orang Papua bagian dari penikmat kelimpahan itu ? ataukah mereka hanya jadi penonton saja seperti pengakuan seorang wanita penjaga warnet tempat saya menulis berita ini.

“sekarang di Timika, memang lebih banyak pendatang Bang, kasian orang aslinya pada menyingkir !”, katanya menambahkan kondisi di Timika berbalik 180 derajat dengan di Kuala Kencana kota megah ala Freport yang fenomenal itu.(***)