Suasana jalan jembatan di Kota Agats yang menambah keunikan dan 
mempertegas bahwa kabupaten ini unik dan menarik.foto walhamri 
wahid/binpaSiapa yang tidak kenal Asmat ? Kabupaten dengan ibukotanya Agats yang terkenal ke seantero mancanegara karena Festival Asmat-nya sejak 1980-an, kabupaten yang mahsyur karena ukiran dan benda seninya yang bernilai tinggi dan menjadi incaran kolektor dunia, ternyata dibangun diatas bilah - bilah papan.

Oleh :

Walhamri Wahid

Unik dan menarik ! itulah kesan pertama yang muncul di benak setiap orang yang pertama kali menjejakkan kaki di Kabupaten Asmat, tanda tanya lainnya yang muncul adalah betapa sulitnya membangun sebuah daerah yang hanya berdiri di atas bilah – bilah papan dengan topangan kayu gelondongan maupun balok 5 x 10 yang setiap hari selalu di genangi oleh air payau, karena kota itu berada tepat di tepai sungai, hamparan hutan bakau dan rawa – rawa.

Semua infrastruktur baik perumahan, perkantoran dan jalan raya di Kota Agats ibukota Kabupaten Asmat terbuat dari kayu dengan konstruksi panggung. Distrik Agats terdiri dari beberapa kampung diantaranya Asuwetsy, Biriten, Bis Agats, Bisman, Enam, Peer, Smith, Yaun, dan Yufri.

 

Untuk sampai ke Kota Papan ini, kita bisa menggunakan jasa penerbangan perintis baik lewat Kota Timika dengan jasa penerbangan Trigana yang biasa melayani rute ini 3 kali seminggu, maupun lewat Merauke dengan menggunakan pesawat Musamus jenis Twin Otter, dimana kita akan mendarat di Lapangan Terbang Ewer sebuah lapangan terbang beralas “tikar baja” peninggalan tentara Jepang PD II.

Kemudian perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan speed boat maupun long boad dengan tarif per orang Rp. 100 ribu selama kurang lebih 30 menit melewati Sungai Paar, Ajewets dan Teluk Flamingo, selain menggunakan pesawat, Kota Agats juga dapat dicapai dengan menggunakan jalur laut dari Timika dengan jarak tempuh kurang lebih 4 – 5 jam.

Pemandangan pertama yang disuguhkan kepada kita begitu mendekati dermaga Kota Agats adalah rumah – rumah penggung dan jalan seluas dua meter berkonstruksi jembatan yang terbuat dari kayu besi (ulin) bulat yang ditancap dan diberi  skor dengan gelagar dari balok dan lantai papan selebar 2 meter.

“Panjang jaringan jalan jembatan dalam kota kurang lebih 17 Km”, ujar Elisa Kambu, S.Sos Sekda Kabupaten Asmat ketika bincang – bincang dengan Bintang Papua di Hotel Assedu, satu – satunya penginapan representatif milik Pemda yang menjadi tempat menginap setiap tamu dari luar Asmat yang datang.

Nama “Assedu” sendiri bermakna “Asmat Selaras Dunia”, dimana jargon itu merupakan bukti bahwa Asmat sudah terkenal sampai ke seantero dunia sejak Ekspedisi Michael Rockfeller putra Gubernur Newyork Amerika Serikat Nelson Rockefeller yang tewas di rimba belantara Asmat di tahun 1961 dalam Ekspedisi Keduanya untuk mengumpulkan segala keunikan ukiran Asmat untuk dipamerkan di Museum Primitif Art New York, dimana berkat buku dan gambar – gambarnyalah sehingga Asmat terkenal dan dianggap sebagai salah satu situs warisan dunia yang harus dilestarikan.

Kebersamaan dan kesetaraan di Kota Papan Agats sangat terasa sekali, karena tidak ada perbedaan antara Bupati, pejabat dan masyarakat biasa, semuanya berjalan kaki menyusuri bilah – bilah papan yang menghubungkan satu tempat ke tempat lainnya di dalam kota.

“sejak 2 tahun terakhir baru dibolehkan penggunaan motor listrik dan sepeda serta gerobak di dalam kota”, kata Sekda yang lama mengabdi sebagai Kadistrik sebelum menduduki jabatan yang sekarang.

Keunikan itu sangat terasa dan memberikan kesan sendiri, dimana saat sepeda atau motor listrik bergerak tidak ada bunyi bising kendaraan hanya bunyi “gemeretak” bilah – bilah papan yang dilindas oleh roda – roda motor listrik, sehingga seringkali juga keributan di jalan jembatan itu mengusik tidur siang masyarakat yang rumahnya hanya beberapa meter dari badan jalan.

Menengok Kota Agats dari sisi sebaran penduduknya, mayoritas suku Bugis, Jawa, Buton dan Toraja mendiami kawasan tengah kota yang dekat dengan area dermaga dan pemerintahan, sedangkan penduduk asli bermukim di daerah pinggiran kota Agats

Benar-benar unik, melihat berbagai aktifitas sehari-hari warganya yang dilakukan di atas papan. Mulai dari tempat tinggal, sekolah hingga pusat pemerintahan semuanya berada di atas papan.

Gedung pemerintahannya juga unik karena berada di atas lantai dan jembatan kayu besi. Tiang-tiang kayu penyangga atap bangunannya semuanya berukir khas Suku Asmat.

“kita tengah merintis jalan jembatan berkonstruksi beton, dan sebagai percontohan telah dituntaskan jalan beton selebar 3 meter sepanjang 100 meter, dan kita berencana pekerjaan itu akan dilanjutkan di tahun ini dan ke depannya kita ingin jalan – jalan utama di Agats terbuat dari beton”, jelas Elisa Kambu, S.Sos.

Keunikan lainnya dari Kota Papan ini adalah sebuah pintu gerbang berbentuk empat buah telapak tangan yang menopang tiang penyangga berbentuk kubah diatas persimpangan jalan menuju ke pasar, pusat pemerintahan dan kawasan pemukiman penduduk.

Sebagai pusat ekonomi Pasar di Agats, seperti pada pasar-pasar tradisional lain umumnya. Berbagai kebutuhan pokok dapat dengan mudah kita jumpai disini. Yang membedakannya hanyalah tempat berjualannya yang dilakukan di atas papan serta harganya yang sedikit lebih tinggi.

Pasar adalah salah satu tempat di Agat yang paling ramai aktifitasnya. Disini kita dapat memperoleh Karaka - kepiting bakau berwarna merah berukuran besar khas Agats dengan harga murah. Karaka ini jika sudah sampai restoran di Jakarta dan kota besar lainnya harganya bisa mencapai ratusan ribu.

Tidak jauh dari pasar kami mampir ke alun-alun Kota Agats. Disana kami menyaksikan para pemuda sedang bermain bola. Permainan bola yang unik karena juga dilakukan di atas papan. Sehingga jika para pemainnya berlari dan mengejar bola akan terdengar cukup berisik suara papan terinjak.

Persoalan mendasar yang dihadapi oleh masyarakat adalah masalah air bersih, dimana untuk semua kebutuhan akan air dipenuhi melalui tadah hujan, jadi tidak mengherankan bila hujan bagi masyarakat Asmat adalah berkah.

“kita telah membuat jaringan pipanisasi air bersih dari sumber mata air di salah satu kampung, sedianya tahun depan sudah ada air bersih yang bisa digunakan oleh masyarakat”, jelas Sekda menambahkan.

Itu baru secuil keunikan dan kekhasan Kabupaten Asmat dan Kota Agats sebagai ibukotanya, sekali kita datang ke kota ini, rasa penasaran kita dan ingin tahu kita akan menggiring kita kepada sejumlah keunikan lainnya. Bikin penasaran ! (***)