Nazarudin Bunas: Perbuatan Mereka Masuk Kriminal Murni

Kakanwil Hukum dan HAM Papua Nazarudin Bunas,SH,MH dan Wakil Ketua
  Komnas HAM Papua Mathius Murib saat memberikan keterangan pers. 
(foto:jaenuri/binpa) Jayapura-Penetapan status Buchtar CS menjadi tersangka yang kemudian mendapat sorotan tajam dari sejumlah pihak, terutama Kontras, SKPHP (Solidaritas Korban Pelanggaran HAM Papua) dan Fordem Papua, ditanggapi Kakanwil Hukum dan HAM Papua Nazarudin Bunas. Nazarudin Bunas yang didampingi Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Mathius Murib mengatakan bahwa proses hukum yang dijalani Buchtar Tabuni dan Filep Karma cs adalah tidak menyalahi aturan.  “Polisi diberi kewenangan untuk melakukan tindakan hukum kepada siapa saja yang dicurigai. Demikian juga dengan lima narapidana yang diduga sebagai pelaku utama kerusuhan di dalam Lapas Abepura beberapa waktu lalu,” ungkapnya saat menggelar jumpa perss di Ruang Rapat Kakanwil Kumham Papua Kamis (16/12).

Hal itu, menurut Bunas diibaratkan jika seorang narapidana melakukan tindak pidana berat semisal pembunuhan. “Harus diproses hukum. Demikian juga mereka (Buchtar cs), karena apa yang terjadi di dalam Lapas saat itu, dengan disaksikan sendiri anggota Komnas HAM Papua sudah merusak berbagai fasilitas di dalam Lapas. Dan bahkan dapat mengancam keselamatan petugas,” ungkapnya lagi.
Dalam kesempatan tersebut, Mathius Murib yang sempat datang melihat apa yang terjadi di dalam Lapas Abepura sesaat setelah pelarian 5 orang Napi yang salah satunya bernama Miron Wetipo tewas ditembak aparat bercerita tentang apa yang dialaminya.

 

“Saya malamnya datang ke LP melihat kerusakan-kerusakan yang terjadi di LP. Televisi, receiver dan kaca-kaca hancur,” jelas Bunas.  Untuk menghindari kesimpangsiuran informasi yang sampai ke masyarakat lewat media, Mathius Murib dalam kesempatan tersebut menceritakan dengan detail apa yang terjadi selama keberadaannya di Lapas Abepura Tanggal 3 Desember sore itu. “Salah satu tugas kami adalah memberi mediasi ketika ada konflik. Dan dalam konteks ini Komnas HAM posisinya sebagai mediator guna mengurai ketegangan, konflik, perbedaan pendapat dan perselisihan yang terjadi,” ungkapnya mengawali ceritanya. Lebih lanjut diceritakan bahwa, suasananya saat ia tiba di LP memang sudah sudah rusuh. “Sempat diminta pimpinan aksi anarkis, yaitu Buchtar Tabuni dan Filep Karma untuk datang ke ruangan kalapas untuk berbicara. Namun tidak direspon, tetapi kerusuhan semakin menjadi,” lanjutnya.

Menghindari kerusuhan berlanjut, akhirnya Mathius Murib dan Kalapas keluar dari ruang kalapas guna menemui pimpinan aksi. “Sesampai skat pagar yang memisahkan kantor dengan halaman, kami sudah diserang. Saat saya melewati pintu pagar lemparan semakin menjadi. Beruntung sasarannya hanya fasilitas Lapas sehingga saya tidak terkena lempar,” ceritanya. Saat itu, menurut Mathius Murib bahwa Kalapas Liberti Sitinjak belum melewati pintu pagar. “Karena semakin brutal maka dengan cepat pintu pagar ditutup sementara saya berada di tengah-tengah para Napi yang sengan mengamuk. Dan pak kalapas aman di dalam,” lanjutnyaSetelah aparat Brimobda papua yang diminta datang mengeluarkan tembakan peringatan, baru para napi berhenti melakukan aksi anarkis.

“Selanjutnya saya meminta Buchtar Tabuni dan Pak Filep Karma dan tiga orang napi lain untuk bertemu Kalapas untuk berdialog. Sampai di situ saya tidak bisa ikut campur karena sudah merupakan urusan internal Lapas. “Dan entah bagaimana setelah saya pulang, baru mendengar bahwa lima orang Napi dibawa ke Polda Papua,” ceritanya mengakhiri.(aj/don/03)