Kontras: Harusnya Kalapas dan 14 Stafnya Ikut Diproses

Johanis H Maturbongs,SH (Koordinator Kontras Papua), Peneas 
Lokbere (Koordinator Umum SKPHP), Gustaf Kawer,SH (Advokad) dan Olga 
Hamadi,SH,M.Sc (Kontras Papua) dalam jumpa perss di Kantor Kontras Papua
 Padang Bulan Rabu (15/12). (foto:jaenuri/binpa)Jayapura– Ditetapkannya Filep Karma dan Buchtar Tabuni cs sebagai tersangka oleh pihak penyidik Polda Papua, mendapat reaksi dari Kontras Papua, SKPHP dan sejumlah Advokad.  Menurut gabungan LSM ini, tindakan itu sebagai satu kegagalan Depkumham dan lapas Abepura dalam menciptakan rasa aman terhadap Buctar Tabuni, cs. Sekaligus suatu ketidakadilan dalam proses penegakan hukum.
“Status Buctar Tabuni, Filep Jakob S.Karma, Dominggus Pulalo, Alex Elopere Dan Danny Lopez Karubaba seperti yang disampaikan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Kombes Pol. Wahcahyono kepada wartawan bahwa status mereka adalah tersangka, menurut kami tidak benar,” ungkap Johanis H Maturbongs,SH (Koordinator Kontras Papua), Peneas Lokbere (Koordinator Umum SKPHP), Gustaf Kawer,SH (Advokad) dan Olga Hamadi,SH,M.Sc (Kontras Papua) dalam jumpa perss di Kantor Kontras Papua Padang Bulan Rabu (15/12). Pasalnya, status mereka masih sebagai saksi dalam dugaan tindak pidana secara bersama–sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang sebagaimana di maksud dalam rumusan pasal 170 kuhpidana.

Dikatakan, pelarian narapidana yang sudah kesekian kalinya terjadi, seharusnya menjadi focus dari Kalapas Abepura. “Hal ini nyata bahwa ada yang tidak beres dalam sistem di Lapas, yang pada akhirnya membuat narapidana melarikan diri,” ungkapnya lagi. Lebih lanjut dikatakan, Departemen Hukum dan Ham dan Lapas tidak bisa hanya bisa melihat akibat yang terjadi. “Tetapi perlu juga menggali penyebab yang terjadi sehingga ada proses yang jauh lebih baik dilakukan oleh Departemen Hukum dan HAM dan Lapas dalam menyikapi persoalan ini,” lanjutnya.Ditegaskan, proses hukum tidak akan menyelesaikan persoalan di Lapas. “Karena sesuai pernyataan Fordem dalam siaran pers tertanggal 14 desember 2010 yang dimuat dalam harian umum Bintang Papua bahwa Kalapas Abepura dan 14 staf di tuding lakukan kekerasan terhadap napi,” tandasnya. Sehingga, dalam menjunjung tinggi persamaan di depan hukum, seharunya ada proses hukum juga bagi Kalapas dan 14 stafnya. “Sehingga fair terhadap proses hukumnya. Apabila proses hukum hanya untuk Buchtar Tabuni cs, maka ini tidak adil dan dikhawatirkan akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan bersama,” lanjutnya.

Sehingga, Kontras Papua dan para advokat mendesak :
1.  Menteri Hukum dan HAM RI, Kanwil Departemen Hokum dan Ham untuk melakukan upaya–upaya yang jauh lebih membantu Narapidana dalam menciptakan rasa aman bagi para narapidana, menciptakan sistem yang baik dan tidak mengutamakan proses hokum dalam menyelesaikan kasus tersebut.
2.  Kanwil Departemen Hokum dan HAM serta Lapas untuk menjelaskan secara transparan apa yang sebenarnya terjadi sehingga tidak menimbulkan persepsi yang multi tafsir di tengah masyarakat.
3. DPR Provinsi Papua perlu untuk mengintervensi  persoalan yang ada di Lapas sehingga ada pertanggung jawaban bagi masyarakat.
Sementara itu, Forum Demokrasi (FORDEM) Papua meninginkan agar Polda Papua tak melakukan tindakan sewenang wenang terhadap  Buchtar Tabuni Cs,  tapi mesti berdasarkan fakta- fakta hukum ketika di persidangan.   Pasalnya,  pihaknya mendapat kesaksian bahwa Dominggus Pulalo, salah seorang tersangka  sebelumnya  dianiaya Kepala Lapas Liberty Sitinjak bersama 14 anak buahnya menyebabkan yang  bersangkutan mengalami cedera yakni telinganya pecah dijahit empat jahitan, kepalanya retak dibagian belakang diinjak.

Demikian disampaikan Koordinator FORDEM Papua Salmon M Yumame kepada Bintang Papua di Kantor DPRP, Jayapura, Rabu (15/12) kemarin.   Dia mengatakan, tindakan yang dilakukan Kepala Lapas Abepura dan 14 anak buahnya bukan bentuk  pembinaan yang baik bagi Napi di Lapas Abepura. “Tujuan mereka ada disitu untuk dibina bukan dibinasakan. Jadi silakan saja proses hukum jalan supaya bisa dilihat berdasarkan fakta hukum pengakuan para terdakwa dan para saksi,” katanya. “Kita akan mendapatkan kebenaran sepanjang hakim dan jaksa juga bertindak dengan hatinuranu dan tak memiliki interes tertentu.”

Sebagaimana dilaporkan, Filep Karma, Buchtar Tabuni, Dominggus Pulalo, Alex Elopere dan Lopes Karubaba ditetapkan sebagai tersangka kasus pengrusakan dan penghasutan  di Lapas Abepura, Jumat (3/12) lalu. Kelima tersangka dikenakan pasal berlapis  yakni pasal 170 KUHP  tentang pengrusakan dan pasal 160 KUHP tentang penghasutan.   Sementara itu, salah seorang  Pimpinan Kolektif Papua Edison Waromi SH yang dihubungi menyeruhkan kepada aparat keamanan agar bertindak profesional dalam menegakan hukum tapi juga mesti menghormati HAM terkait tindakan aparat Polres Manokwari melakukan penahanan terhadap aktivis Pro Merdeka yang tengah memperingati HUT Kemerdekaan Bangsa Melanesia di Lapangan Golkar Sanggeng Manokwari, Papua Barat, Selasa (14/12). Karena itu, lanjutnta, pihaknya minta agar aktivitas Pro Merdeka yang ditahan dibebaskan. Pasalnya, aktivis tersebut bukan mengibarkan bendera Bintang Salib, tapi hanya membentangkannya. (aj/mdc/don/03)