Bincang- Bincang Edison Waromi, Salah Seorang Pejuang Kemerdekaan Bangsa Melanesia (Bagian II-Habis)
Perjuangan Pro Merdeka Papua Barat, termasuk kemerdekaan bangsa Melanesia tak sedikitpun kendur, namun terus dilakukan tanpa henti, baik di Tanah Air maupun luar negeri melalui hubungan diplomatik dan lobi- lobi internasional. Berikut lanjutan wawancara dengan Edison Waromi.
OLEH: MAKAWARU DA CUNHA
Untuk menyatukan faksi faksi Pro Merdeka di Tanah Air, maka diadakan Konsensus Nasional Papua di Jayapura, 14 Mei 2009 silam menyepakai membentuk Pimpinan Kolektif Nasional. Alhasil, Ketua Sub Komisi Urusan Luar Negeri Asia Pasific Kongres Amerika Serikat Eni Faleomavaega akhirnya mengundang Pimpinan Kolektif Nasional untuk menghadiri acara dengar pendapat (hearing) bersama Kongres Amerika Serikat di Washington DC, 22 September 2010 lalu.Tuntutan internasional ingin agar perjuangan ini dari faksi faksi Pro Merdeka mesti bersatu. Salah satu bukti penyatuan itu Pimpinan Kolektif Nasional diundang menghadiri Hearing di Kongres Amerika bersama tokoh tokoh Pro Merdeka dan Pro NKRI antara lain Presiden Eksekutif West Papua National Autority Edison Waromi, Ketua Umum Yayasan Independent Group Supporting the Special Autonomous Region of the Republik of Indonesia Franzalberth Joku dan Wakilnya Nockolaus S Messet, Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Y, Moderator Presidium Dewan Papua (PDP) Pdt Herman Awom, Koordinator FORDEM Papua Salmon M Yumame.
Salah seorang Pimpinan Kolektif Nasional Edison Waromi SH dalam wawancara eksklusif bersama Bintang Papua di kediamanan salah seorang pejuang kemerdekaan bangsa Melanesia Lambertus Pouw di Jalan Serui, Dok IX, Jayapura Utara, Rabu (15/12) kemarin mengatakan, dalam sejarah perjuangan orang Papua baru pertama kali perjuangan Papua diakui di dalam ketatanegaraan pemerintah Amerika Serikat.
Dia mengatakan, menghadiri sebuah hearing untuk perjuangan Papua yang tadinya berjuang di luar sistim, kini bisa masuk ke pemerintahan Amerika Serikat dan bisa mempengaruhi Kongres dan juga bertemu dengan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat serta Staf Presiden Barack Obama kita bicara HAM, perjuangan orang Papua. Menurut dia, hearing bersama Kongres Amerika Serikat kedepan menjadi pesan moral agar faksi faksi perjuangan orang Papua harus bersatu karena itu syarat moral untuk solidaritas internasional bagi penyelesaian masalah Papua.
Perjuangan kemerdekaan Bangsa Melanesia di luar negeri, tambahnya, salah satunya dilakukan Herman Wanggai, putra Dr Thom Wanggai kini berada di Amerika Serikat untuk membangun lobi lobi internasional dan membuka diplomasi terutama di basis rakyat dan di akademisi di Amerika Serikat.
Di Pasific Island Forum, lanjutnya, pihaknya membangun lobi lobi tertutup bersama pihak pihak dari Port Moresby—Papua Nugini (PNG), dan Salomon Island yang sudah mengakui Papua adalah Melanesia.
“Kalau Papua menjadi bagian Indonesia berarti itu bukan pembebasan dari seluruh wilayah kawasan Melanesia. Karena wilayah Pasific adalah Melanesia, Polinesia dan Mikronesia. Papua adalah bagian dari Melanesia,” katanya. Apa rencana pejuang kemerdekaan Bangsa Melanesia kedepan, menurut dia, sebenarnya kalau mau jujur bahwa proklamasi Kemerdekaan Bangsa Melanesia 14 Desember 1988 itu perlu kejujuran dan pengakuan daripada pemerintah Indonesia bertindak terbuka dan membuka diri untuk mengakui hak hak dan martabat orang Papua karena peristiwa tersebut sebenarnya secara konstitusi, politis telah memenuhi kriteria ketatanegaraan lahirnya sebuah negara merdeka dan berdaulat. Bahkan dilengkapi dengan kabinet dan juga UUD.
Dia mengisahkan, saat proklamasi Kemerdekaan Bangsa Melanesia 14 Desember ia mewakili akademisi dan Dr Yacob Rumbiak yang kini berada di Melbourne, Australia serta Simon Mosu turun bersama mahasiswa dan rakyat untuk mendukung lahirnya proklamasi Kemerdekaan Bangsa Melanesia.
Pasca proklamasi Kemerdekaan Bangsa Melanesia mendiang sang tokoh proklamator almarhum Dr Thom Wanggai waktu itu ditahan di Rumah Tahanan Militer di Waena dan dipindahkan di LP Cipinang Jakarta dan saat meletusnya peristiwa Mapenduma awal tahun 1996 dan terjadinya ketegangan politik antara Indonesia dengan Papua. Saat itupula Dr Thom Wanggai dinyatakan hilang. Menurut beberapa kalangan beliau sudah mati tapi juga ada beberapa pandangan yang mengatakan kematiannya masih misterius sampai hari ini. “Beliau berjuang dengan kesadaran iman yang tinggi sehingga kita percaya dia ada atau tidak ada tapi kita tetap percaya bahwa dia hidup sepanjang masa. (don/03)