JAYAPURA—Kapolda Papua, Inspektur Jenderal Polisi. Bekto Soeprapto akhirnya menolak surat pengunduran diri Kapolres Jayapura Kota, Ajun Komisaris Besar Polisi, H. Imam Setiawan SiK. Kapolda menilai sikap Kapolres tersebut sangat tidak tepat.  Hal ini disampaikan Kapolda Bekto kepada wartawan usai menghadiri pertemuan dengan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar di Sasana Karya kantor Gubernur Dok II Jayapura, Jumat (4/3). “Surat pengajuan pengunduran diri sudah saya terima dan saya sudah bertemu dua hari lalu. Saya menghargai sikap itu, namun pengunduran diri saya tolak. Itu perwira terbaik saya dan juga Kapolres terbaik saya,” tegas Bekto.

Dirinya memaklumi tekanan yang dipikul Imam sebagai pimpinan Polres Jayapura Kota, namun dia lebih berharap agar Kapolres Imam lebih arif dan bersikap tidak menghindar di dalam menyikapi peristiwa yang sudah mempermalukan korps Polri tersebut.“Kapolres tidak boleh menghindar, tapi saya hargai karena dia merasa malu atas perbuatan asusila dari anggotanya,”tegasnya seraya menambahkan atas penolakan tersebut, Kapolres menyanggupi permintaan Kapolda untuk kembali bertugas memimpin Polres Jayapura Kota.
Tiga Oknum Pelaku Asusila Terancam Dipidanakan
Sementara itu disinggung soal tiga oknum penjaga tahanan yang melakukan tindakan asusila, Kapolda Bekto mengaku ketiganya yakni Briptu CS, Bripda S, dan Brigpol SMA sudah menjalani hukuman disiplin seperti kurungan 21 hari, tunda pangkat dua periode bahkan dijemur.  Namun, katanya, apabila nanti ada pengaduan delik pidana dari keluarga terlebih suami korban, maka pengaduan itu akan diteruskan sampai ke meja hijau. “Artinya kalau alat bukti cukup untuk ke pengadilan, akan saya proses ke pengadilan umum, meski mereka sudah diproses secara sanksi internal, tidak ada alasan untuk tidak memajukan kasus ini ke pengadilan jika suami korban melapor,” tegas Bekto.
Lebih jauh katanya, kasus ini sangat tidak dibenarkan,”Apapun alasannya, tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan asusila terhadap tahanan,” jelasnya.
Bekto menambahkan, dalam kasus ini ketiga anggotanya rupanya tidak saling mengetahui tindakan asusila yang dilakukan terhadap tahanan wanita tersebut. “Rentan waktu dalam melakukan tindakan asusila itu dilakukan berbeda, sehingga ketiganya tidak saling mengetahui,” tandasnya. (ar/mdc/don/03)