Maurits Okasaray: Pelayanan Berangsur Normal
Sejumlah perawat dan bidan RSUD Dok II, menjenguk rekan mereka 
yang ditahan di rutan Polda Papua, Rabu (16/3).  Dimana mereka yang 
ditahan akhirnya dibebaskan oleh polisi.

Sejumlah perawat dan bidan RSUD Dok II, menjenguk rekan mereka yang ditahan di rutan Polda Papua, Rabu (16/3). Dimana mereka yang ditahan akhirnya dibebaskan oleh polisi.

JAYAPURA— Polda Papua akhirnya membebaskan 8 perawat dan bidan RSUD Dok II Jayapura yang ditahan di Rutan Mapolda Papua, Jayapura sejak Rabu (16/3) pukul 03.00 WIT.  Dibebaskannya sejumlah tersangka dugaan  tindakan pidana penghasutan ini menyusul desakan yang disampaikan pihak DPRP agar penahanan ini ditanggukan mengingat peran para korp baju putih sangat vital untuk melayani pasien.    Demikian Wakil Ketua Komisi A DPRP Ir Weynand Watory menjawab Bintang Papua di ruang kerjanya, 

Menurut dia, kepastian penangguhan penahan ini setelah Tim DPRP masing masing Weynand Watory, Yan Ayomi, Kenius Kogoya, Julius Rumbairussy, H Maddu Mallu serta Sekretaris Komnas HAM Perwakilan Papua Fritz Ramandey bertemu Wakapolda Papua Brigjen (Pol) Drs Unggung Cahyono di Mapolda Papua pada Rabu (16/3) petang. 
Anum Siregar SH yang  bertindak sebagai kuasa hukum para tersangka yang diihubungi via ponsel saat mendampingi kliennya di Rutan Mapolda Papua semalam membenarkan permohonan yang ia sampaikan  kepada pihak Polda Papua agar menangguhkan penahanan para  tersangka telah dikabulkan.  Namun demikian, tambahnya, hingga berita ini dilaporkan ke-8 perawat dan bidan yang ditahan belum diizinkan untuk dibebaskan. Pasalnya, surat penangguhan penahanan belum  ditandatangai Direktur Reskrim Polda Papua Kombes (Pol) Drs Petrus Waine SH MH. Hal ini lantaran yang bersangkutan tengah bertugas diluar kota.   
Sehari sebelumnya Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi Papua Marthen Sagrib mengutarakan pihaknya menyampaikan permohonan  kepada Kapolda Papua Irjen (Pol) Drs Bekto Suprapto MSi mengizinkan penangguhan  penahanan. Pasalnya, permasalahan yang menimpa perawat dan bidan RSUD Dok II Jayapura ini adalah masalah  internal antara manajemen dan tenaga medis yang telah diselesaikan  pada tanggal  14 Maret 2011 bukan masalah kriminal.
Ketika dipanggil sebagai saksi  menyusul penahanan perawat dan bidan RSUD Dok II Jayapura, dia menjelaskan, ke-8 perawat dan  bidan RSUD Dok II Jayapura dikenakan pasal 335 KUHP atau penghasutan kepada orang lain melakukan aksi mogok tak mempunyai dasar hukum karena pihaknya  tak melakukan hal  hal yang merusak.
Terkait tuntutan insentif, kata dia, insentif  itu mengaju kepada Permenkes, UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit itu wajib diberikan kepada  perawat, bidan dan tenaga penunjang medis lainnya. Insentif  perawat, bidan serta tenaga penunjang medis di RSUD Abepura dibayar karena sebelumnya telah dimasukan dalam DPA. Sedangkan insentif di RSUD Dok II Jayapura  tak dimasukan  dalam DPA.
Informasi yang dihimpun, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ikut mendampingi para tersangka seperti Kontras, LBH serta Foker LSM Papua juga telah  menyurati Kapolda Papua Irjen (Pol) Drs Belto Suprapto MSi agar membebaskan para  tersangka dari jeratan hukum. Hal ini dilakukan agar  pelayanan di RSUD Dok II Jayapura tak terganggu.
Watory menegaskan, ketika bertemu Wakapolda Papua Brigjen (Pol) Drs Unggung Cahyono pihaknya menyampaikan penahanan terhadap para koordinator aksi unjukrasa menuntut pembayaran insentif senilai Rp 16 miliar  bukan masuk dalam wilayah hukum aparat kepolisian karena   bukan tak mungkin muncul solidaritas perawat  dan bidang di Tanah Papua untuk  kembali melakukan aksi mogok dikwatirkan memperkeruh suasana  yang  sudah parah ini.
“Kami menyampaikan kondisi riil yang ada, bahwa Pergub No 125 Tahun 2010 tentang pembayaran  insentif  yang menjadi hak perawat dan bidan merupakan kesepakatan bersama antara Pemprov Papua dan DPRP yang  mengacu kepada Perda pelayanan kesehatan yang telah disahkan,” katanya.
Terkait masalah ini, Direktur RSUD Dok II Jayapura dr Mauritz Okasaray MARS yang dihubungi wartawan usai menemui pimpinan DPRP pada Rabu (16/3)  mengatakan pelayanan terhadap pasien sudah dibuka kembali walaupun tak maksimal seperti sebelumnya. Pasalnya, pada Rabu (16/3) terdapat 37 pasien yang  dirawat serta 5-7 pasien yang dioperasi. 
Ditanya kendala yang dihadapinya dalam mengelola RSUD Dok II Jayapura, menurutnya, sebelumnya pihaknya  diberi kepercayaan memimpin instansi ini  sudah ada masalah masalah yang ditinggalkan pimpinan pimpinan terdahulu.
“Kami bukan hanya memamange  rumah sakit tapi kami mesti mengubah seluruhnya termasuk prilaku karyawan.  Hal ini bukan sesuatu yang gampang, tapi membutuhkan proses yang panjang,” tukasnya.
Mantan Kepala Dinas Kabupaten Mimika ini menjelaskan,  ketika bekerja karyawannya masih terbiasa dengan pola-pola yang lama atau   masih mengikuti status rumah sakit yang lama. Padahal  status RSUD Dok II Jayapura telah meningkat  menjadi rumah sakit pendidikan.
“Mereka masih bikin seperti UGD yang lama  padahal UGD sekarang sudah harus terbuka,” ungkapnya.