JAYAPURA-Kasus penahanan  5 perawat dan bidan RSUD Dok II Jayapura oleh Polda Papua lantaran diduga melakukan tindakan pidana penghasutan kepada perawat dan bidan lain untuk melakukan aksi mogok, sudah tercium Anggota  DPR RI H Jamaluddin Jafar SH Jamaluddin  ketika dikonfirmasi wartawan di Swissbel Hotel Papua, Jayapura, Kamis (24/3) menandaskan, pihaknya mengakui untuk menghormati proses hukum yang tengah dilakukan penyidik kepolisian, tapi ia mengharapkan ada kebijakan,  setidaknya memberikan penangguhan penahanan diganti wajib lapor pada yang bersangkutan, selama proses hukum berjalan. Dia mengatakan, pihaknya akan segera melaporkan kasus ini kepada DPR RI untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

“Ini merupakan satu solusi yang bisa dicermati selain tetap melakukan proses sebagaimana seyogyanyalah para perawat tak akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, tapi para perawat tersebut juga mempunyai tanggungjawab dalam menjalankan tugas profesinya,” katanya.
Tentunya akan ada banyak pro kontra jika penyidik terus memaksakan sikap tersebut, maka  dikawatirkan mengundang reaksi spontan dari perawat lainnya dalam aksi solidaritas yang bukan tak mungkin malah memperkeruh suasana dengan kembali terjadinya aksi besar yang kembali mengganggu kegiatan pelayanan kesehatan sebagaimana terjadi beberapa waktu lalu.
Ditanya justu ke-5 tersangka  dituntut sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap tersendatnya aktivitas pelayanan kesehatan di RSUD Dok II beberapa waktu lalu yang menyebabkan ada orang yang sampai meninggal dunia atas laporan masayarakat tidak salah jika benar ada untuk dilanjutkan proses hukumnya. Tapi yang jelas bahwa berbagai pihak terkait harus memandang jernih persoalannya itu dengan melihat secara keseluruhan latar belakang hal yang menjadi penyebabnya.
“Kami tak membela satu pihak manapun, asalkan semuanya  sesuai dengan proporsinya. Hanya saja penahanan yang terus dilakukan terkesan menunjukan arogansi kekuasaan dari penyidik kepolisian,” tukasnya.
Sebagaimana  informasi yang diterimanya, kata dia, persoalan insentif yang dituntut perawat tersebut ada dasar hukumnya yang dilegitimasi melalui surat yang ditandatangani Kepala Daerah. Namun lantaran merasa seperti dikelabui belakangan surat tersebut dicabut kembali karena dianggap keluar dari koridor aturan yang berlaku.
Karena itu, tambahnya, pihaknya setuju jika ada kebijakan yang dibuat pemerintah tapi tak sesuai dengan aturan harus dikoreksi dan diluruskan, tapi tentu saja duduk persoalannya berdasarkan apa yang diterima pihaknya pencabutannya seperti tiba-tiba dan kurangnya pemberian pemahaman yang baik oleh pihak terkait pada perawat tersebut juga mesti ditelusuri lebih dalam dan menjadi laporan pihaknya dalam Komisi IX DPR RI.
Ia menjelaskan, aksi atas kekecewaan perawat dilampiaskan pada layanan yang dilakukan oleh perawat yang ada dan mendapatkan sosldarita antar sesama perawat sebagai bukti protes yang berdampak pada layanan kesehatan terganggu.
Disatu sisi, menurutnya juga tak dibenarkan dimanapun seputar adanya upaya pemogokan terhadap aktivitas kesehatan. Bahkan  Kementerian Kesehatan telah menurunkan timnya dari pusat untuk meninjau langsung di Jayapura.