Pusat dan Daerah Diminta Dukung JDP

JAYAPURA—Wakil Ketua Komisi A DPR Papua Ir Weynand Watory mengatakan,  dialog  adalah satu satunya solusi penyelesaian masalah Papua.  Pasalnya, pada masa lalu masalah Papua tanpa penyelesaian dan  tanpa dialog.  Padahal, waktu itu ada  masalah politik  tapi kemudian ruang itu tertutup. Orang Papua  diberi stigma makar dan separatis dan lain lain. Demikian disampaikan Ir Weynand Watory ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya, Senin  terkait agenda utama Jaringan Damai Papua (JDP) mempercepat Dialog Jakarta—Papua.

 

 

Weynand Watory

Weynand Watory

Dikatakan, unsur penting saat ini adalah dialog menyusul rakyat Papua menginisiasi terbentuknya JDP, maka semua pihak harus mendukung baik pemerintah  daerah, provinsi maupun Kabupaten/Kota serta pemerintah pusat  harus  mendukung  JDP. JDP  melibatkan semua komponen orang  Papua baik yang berada di Papua, di luar negeri  maupun  kelompok TPN/OPM yang  terus berjuang di hutan belantara Papua juga harus didengar suaranya, menurutnya, sampai sekarang mereka juga masih masih tercatat sebagai  bagian dari pemerintah karena mereka adalah warga negara yang hidup disekitar kita apalagi mereka adalah warga negara.
“Jadi apa susahnya pemerintah mengajak  warga negaranya  untuk duduk bicara jadi itu mesti diterima,” tuturnya. 
Menurut dia, TPN/OPM juga harus didengar apa yang mereka bicarakan. Kalau tidak nanti kita tak dialog dan kita selalu mengklaim bahwa Indonesia  negara demokrasi. Yang dibilang demokrasi kalau  tak ada dialog bukan demokrasi itu otoriter.
JDP supaya  orang Papua juga ada ruang untuk berbicara dan berdialog. Ini terkesan seperti Jakarta  menganggap paling mengerti terkait Otsus.   “Ada pengabaian pembangunan  kala itu. Kita bisa lihat semua angka menujukan nilai kita itu raport merah semua. Pendikan paling  jelek. Kesehatan  paling jelek, angka kematian ibu dan anak paling tertinggi,” katanya.
Akhirnya akumulasi semua ini orang Papua pada saat reformasi menuntut merdeka. UU Otsus lahir ini supaya semua komunikasi berjalan  baik, dialog ini mesti terbuka baik tapi setelah Otsus ternyata yang terjadi seperti dulu lagi.
Pemerintah masih  sentralistik. Semua barang  masih diputuskan  di pusat. Tak ada  desentralisasi tapi resentralisasi.
Dia mengatakan, Otsus   lahir untuk menjawab sebuah persoalan di masa lalu dimana ada problem problem  politik yang tak terselesaikan. Kala itu pemerintah menganggap hal itu sudah final. Sedangkan rakyat Papua mengetahui persis proses  itu tak final dan tak sesuai dengan  praktek praktek internasional.
Saya pikir itu wajar ini sebenarnya tugas pemerintah yang terabaikan dan kemudian diambil  untuk kita berdialog. Tak bisa rakyat Papua demo dimana mana yang menyatakan Otsus gagal. Lalu pemerintah pusat menyampaikan Otsus berhasil. Itu tak  bisa harus ada dialog untuk kita bicara. Pasalnya, dialog adalah satu satunya solusi penyelesaian masalah Papua.