Jayapura – Tiga Bupati yang masih berkuasa dan kini ramai di gadang – gadang untuk maju dalam ajang Pemilihan Gubernur Provinsi Papua periode 2011 – 2016 Kamis (5/5) kemarin di Auditorium Universitas Cenderawasih beradu konsep dan gagasan untuk membangun Papua Sejahtera dalam sebuah seminar yang bertajuk Papua Memerlukan Gubernur / Kepala Daerah yang Mampu Mempercepat Kesejahteraan Rakyat. Saking semangatnya sampai – sampai ketiga pemateri lupa diri bahwa mereka sedang berbicara dalam sebuah forum seminar ilmiah yang mencoba menggali seberapa dalam penguasaan mereka dalam memecahkan persoalan sesuai dengan spesifikasi dan karakteristik daerah tempat mereka memimpin, hingga terjebak dalam euforia dan suasana pemaparan visi misi untuk mempengaruhi khalayak layaknya tengah berkampanye. Klemen Tinal, SE, MM yang di daulat lebih dulu membawakan materi dengan judul Kebijakan dan Strategi Pembangunan Papua Berdasarkan Kebijakan Pusat – Daerah dalam Mempercepat Kemandirian Masyarakat di Tanah Papua dalam materi tertulisnya yang dibagi ke peserta masih terjebak di retorika dan pemaparan secara ilmiah serta bersifat umum dan sama sekali tidak menawarkan sebuah strategi jitu dan kongkrit untuk menjawab persoalan di Papua dengan merujuk pada kebijakan Pusat dan Daerah.

Dalam Bab Pendahuluan ia mencoba menjelaskan kepada peserta seminar tentang pembagian 3 segi dalam pembangunan yakni sektoral, kewilayahan dan pemerintahan, Tinal membuat konsep Arah Kebijakannya fokus pada pembangunan manusia Papua dengan fokus pembangunan pada kampung.
Kebijakan lainnya yang dipaparkan oleh Klemen Tinal adalah pengembangan dan pengelolaan sumber daya hutan yang berkesinambungan, menciptakan lingkungan yang menarikn investasi dan perdagangan serta pembangunan infrastruktur makro dan penciptaan tata kelola pemerintahan yang baik.
Sedangkan isu strategis yang dikedepankan Klemen Tinal adalah tentang tingginya jumlah penduduk di kawasan pegunungan tengah dan selatan papua dengan aksesibilitas yang terbatas sehingga berdampak pada high cost (biaya tinggi), keterbelakangan, kemiskinan dan slump area.
Ia juga menawarkan 6 kebijakan pembangunan meliputi keberpihakan yang lebih besar pada pembangunan masyarakat yang selama ini tidak tersentuh, pengembangan potensi unggulan daerah melalui pengelolaan SDA unggulan lokal serta pengembangan SDM yang tangguh dan berdaya saing.
Selain itu ia juga menawarkan kebijakan pembangunan berupa penyediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi dan pemerintahan guna meningkatkan aksesibilitas dan mengurangi keterisolasian wilayah, menciptakan akses masyarakat pada pendidikan, keseharan dan lapangan kerja.
Secara garis besar apa yang di paparkan oleh Klemen Tinal masih bersifat ilmiah dan umum sehingga masih perlu penjabaran secara kongkrit, namun secara lugas dan di luar kepala ia mencoba menjabarkan secara gamblang kebijakan apa yang perlu dibangun.
“Harus ada kemandirian dulu baru sejahtera, dan yang selama ini tidak pernah dikembangkan kewirausahaan pemerintahan”, ujarnya.
Sedangkan Habel Melkias Suwae, S.Sos, MM (HMS) yang tampil lebih siap dari semua pemateri, karena materi yang akan disajikan dibagikan lebih dulu kepada peserta seminar, dalam materi setebal 20 halaman yang berjudul Peningkatan Pelayanan Publik bagi Kesejahteraan Masyarakat mencoba menggambarkan kondisi Papua terlebih dahulu melalui pemaparan sejumlah data.
Namun dari awal materi yang disajikan sampai akhir tidak memaparkan satu pun strategi atau solusi kongkrit untuk meningkatkan pelayanan publik di Papua baik di sektor pendidikan, kesehatan maupun ekonomi kerakyatan.
HMS masih berkutat di seputar data makro penduduk miskin, data lapangan pekerjaan dan jumlah pekerja, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di masing – masing daerah yang ada di Kabupaten, angka harapan hidup, angka melek huruf, pertumbuhan ekonomi dan melihat beberapa persoalan yang melingkupi sektor infrastruktur, dan pemerintahan.
“masih bersifat umum, dan tidak menjawab atau memberikan solusi terhadap rendahnya pelayanan publik yang melingkupi berbagai sektor yang bersentuhan langsung dengan masyarakat”.
Dalam materi yang disajikannya, HMS langsung menawarkan satu pola pendekatan yang hendak ia terapkan bila maju sebagai calon Gubernur dan terpilih kelak, yakni Pola Pendekatan Dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Publik Bagi Kesejahteraan Masyarakat dengan berangkat dari satu pertanyaan mendasar, “Papua Baru yang kita inginkan itu seperti apa ?”.
“disini saya coba menawarkan beberapa ciri – ciri Papua baru yang kita harapkan, yang saya sebutkan sebagai Ciri – Ciri Kemandirian yaitu : masyarakat sebagai subyek dan berperan aktif dalam pembangunan, adanya kepastian pendapatan rakyat, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, serta mampu bekerja sama yang saling menguntungkan dengan pihak lain dan mempunyai kematangan spiritual”, ujarnya berapi – api.
Melihat cara pemaparan, penyiapan materi, maupun bahasa tubuh, nampak jelas terlihat HMS lebih siap secara psikologis memaparkan materinya dalam seminar tersebut, karena ia berani tampil ke podium  meski sempat terganggu oleh sound system yang tidak berfungsi, bahkan terlihat ia membawa langsung beberapa staffnya hadir untuk membantu menyiapkan segala keperluannya sampai ke air minum disiapkan oleh staff khususnya yang berpakaian dinas yang naik ke atas mimbar.
Bila melihat secara umum pemaparan yang disajikan HMS tidak ada sesuatu yang baru, karena sebagian besar telah ia sajikan dalam beberapa bukunya yang sudah diterbitkan, salah satunya filosofis kebijakan pemberdayaan masyarakat yang coba ia umpamakan seperti moyet yang menolong ikan saat banjir datang, dan akhirnya ikan mati, dimana ia mencoba menjelaskan bahwa niat baik menolong bila tidak didahului dengan komunikasi dan memahami maka bisa berakibat fatal.
Masih secara makro untuk mendekatkan pelayanan publik, HMS menawarkan sebuah konsep pendekatan pembagian ruang / kewilayahan yang disebutnya sebagai Wilayah Pembangunan (WP), dimana ia membagi Papua dalam 5 (lima) Wilayah Pembangunan (WP) yakni WP I (satu) meliputi Kabupaten Jayapura, Keerom, Sarmi dan Kota Jayapura sebagai pusat koordinasi, WP II (dua) meliputi Kabupaten Jayawijaya, Tolikara, Mamberamo Tengah, Lani Jaya, Yalimo, Yahukimo, Nduga, dan Pegunungan Bintang dengan pusat koordinasi di Wamena.
Sedangkan WP III (tiga) meliputi Kabupaten Mimika, Paniai, Dogiai, Deiyai, Intan Jaya, Puncak Jaya dan Puncak dengan titik koordinasi di Timika, untuk WP IV (empat) meliputi Merauke, Boven Digoel, Mappi, dan Asmat dengan pusat koordinasi di Merauke, sedangkan WP V (lima) meliputi Biak Numfor, Supiori, Kepulauan Yapen, Waropen, Mamberamo Raya dan nabire dengan pusat koordinasi di Biak.
“Tiap WP perlu dibentuk suatu Badan sebagai SKPD yang bertanggung jawab langsung kepada Gubernur atau masing – masing WP membentuk Asosiasi Bupati”, kata HMS.
Dalam materinya HMS mencoba memaparkan kebijakan dan regulasi yang berlaku umum di tiap WP, dan juga kebijakan dan regulasi khusus yang berlaku di masing – masing WP sesuai dengan karakteristik dan kekhususan masing – masing WP.
Sedangkan Lukas Enembe yang mendapatkan kesempatan terakhir mencoba menyampaikan materi dengan thema Perspektif Pembangunan Infrastruktur, Pendidikan dan Kesehatan untuk Percepatan Kesejahteraan Masyarakat di Papua, mencoba langsung masuk dalam pokok permasalahan sesuai materi yang dibawakannya.
Dimana pada sektor infrastruktur Enembe melihat ada beberapa faktor yang menyebabkan lambatnya pembangunan ibfrastruktur yakni : (1) kurang adanya komitmen dari Provinsi dalam menjawab kebutuhan infrastruktur, (2) adanya ketimpangan alokasi anggaran infrastruktur yang tidak proporsional dan memenuhi azas keadilan masing – masing daerah, (3) tidak adanya konsep, strategi dan program yang jelqas dan terukur dalam pembangunan infrastruktur di daerah, dan (4) tidak adanya koordinasi antara provinsi dan kabupaten dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.
“dan tiap Gubernur dari periode ke periode selalu janji berbagai program yang kedengarannya menarik dan manis, termasuk membangun infrastruktur secara maksimal, namun setelah terpilih semua janji – janji itu terlupakan dan hanya jadi kenangan”, kata Lukas Enembe.
Dan solusi yang ia tawarkan adalah pengembangan infrastruktur secara terpadu seperti Kawasan Pengembangan Infrastruktur Terpadu Pegunungan Tengah (KAPIT PT) dengan target menghubungkan tiap kabupaten yang ada di kawasan Pegunungan Tengah lewat jalur darat.
Selain itu Enembe juga menawarkan solusi penyediaan dan pengembangan infrastruktur perkotaan dan kawasan selatan dan daerah Mamberamo yang mayoritas daerah perairan.
“sejak masih SD saya sudah mendengar pembangunan jalan trans Jayapura – Wamena, namun hingga saya mencalonkan diri sebagai Gubernur yang kali kedua ini jalan tersebut belum juga selesai, dan sudah menjadi komitmen saya bila dipercaya rakyat memimpin daerah ini, itu adalah prioritas utama saya, dan akan saya perjuangkan ke pusat”, kata Enembe sedikit berkampanye dan disambut tepukan tangan para peserta.
Di sektor pendidikan, Lukas Enembe memulai dengan memaparkan masalah yang dihadapi Papua di sektor tersebut dan memberikan solusi penanganannya, dimana menurutnya permasalahan sektor pendidikan meliputi terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan di distrik dan kampung, banyak sekolah yang tidak layak untuk proses belajar - mengajar, guru yang kurang dan tidak betah di tempat tugas, serta rendahnya tingkat kesejahteraan guru khususnya yang di pedalaman serta rendahnya profesionalitas tenaga pengajar.
“ini persoalan klasik yang kita sudah tahu penyelesaiannya sebenarnya, hanya kita tidak punya komitmen dan kesungguhan untuk serius menuntaskan masalah ini, karena kita lebih senang menunda – nunda dan menjadikan tumpukan kesulitan itu sebagai proyek saja”, kata Enembe sembari menawarkan konsep sekolah Super Unggulan di tiap kawasan.
Demikian juga di sektor kesehatan Lukas Enembe mampu memaparkan beberapa persoalan yang melingkui secara gamblang dan jelas lengkap dengan solusinya.
Di akhir penyampaian materinya Enembe menawarkan beberapa konsep dan terobosan baru bagi peningkatan kesejahteraan Papua, dimana hal tersebut dimulai dengan melakukan pendataan secara tepat jumlah dan kondisi masyarakat asli Papua, karena menurutnya selama ini data penduduk banyak yang di manipulatif demi kepentingan anggaran maupun politis.
“perlu di bentuk suatu Badan Khusus yang menangani Otonomi Khusus dengan pembagian 80 % dikelola kabupaten dan 20 %nya oleh Provinsi tidak yang terjadi seperti selama ini, 60 : 40”, tandasnya lagi.
Satu konsep dan terobosan baru lainnya yang ditawarkan Enembe adalah mengupayakan pendapatan tetap bagi masyarakat asli papua maupun masyarakat Papua secara menyeluruh dan mendukung terwujudnya partisipasi dunia usaha dalam pengembangan olahraga maupun peningkatan sektor ekonomi.
“kita perlu merancang semacam Sistem Jaminan Sosial bagi orang asli Papua, sehingga mereka bisa menolong diri mereka untuk lebih mandiri dan sejahtera”, kata Bupati Puncak Jaya ini.
Selain ketiga Bupati yang masih memimpin, seminar kemarin juga menghadirkan beberapa pembicara lainnya diantaranya Frans Albert Joku, Ramses Ohee, dan Ruben Marey, dimana sebagai pebicara terakhir Ruben Marey mencoba menyoroti fenomena yang terjadi saat ini di Papua.
“Dari semua pemateri, apa yang ditawarkan masih bersifat umum dan perlu di kongkritkan lagi,” tegas Marey.
Menurutnya banyak dana yang masuk ke Papua, banyak program yang di canangkan, tapi mengapa rakyat Papua tetap tidak sejahtera – sejahtera juga, hal itu dikarenakan manusia Papua terabaikan oleh pimpinan Papua sendiri.
“Jadi yang terjadi saat ini Papua Tipu Papua (PATIPA), jadi Stop sudah Patipa,” ujar Marey
Ia juga menambahkan bahwa Gubernur adalah seorang Kepala Daerah di Provinsi, jadi kalau ada masalah di provinsi harus bertanggung jawab dan tidak cuci tangan seperti selama ini, lalu melimpahkan kesalahan tersebut kepada pusat.