JAYAPURA—Dra Hana Hikoyabi tetap sah menurut hukum sebagai anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) dan harus dilantik. Pasalnya, pemilihan MRP dilakukan oleh orang asli Papua dan menggunakan UU No 21 Tahun 2001 atau UUOtsus, Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2004 tentang pemilihan MRP serta Perdasus No 4 Tahun 2010 tentang pemilihan MRP sebagai dasar hukum maka terpilihnya Hana Hikoyabi sebagai anggota MRP periode 2011-2016 adalah sah menurut hukum.
Hal ini disampaikan Koordinator Program Institute for Civil Strengthening (ICS) Papua atau Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil (LPMS) Papua Yusak E Reba SH MH ketika dikonfirmasi diruang kerjanya, Jumat (6/5) menyusul adanya pernyataan resmi yang disampaikan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermasyah Djohan yang menyatakan Hana Hikoyabi tak memenuhi syarat sebagai anggota MRP untuk Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintan No 54 Tahun 2004 tentang MRP bahwa calon anggota MRP harus setia dan taat kepada Pancasila, memiliki komitmen yang kuat untuk mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, setia kepada konstitusi, NKRI serta pemerintah yang sah.
Keputusan ini diambil Kementerian Dalam Negeri setelah mengakaji materi verifikasi yang disampaikan Hana Hikoyabi.
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri menegaskan keputusan Kemendagri itu sudah final dan mengikat, jadi tak ada pilihan lain bagi Gubernur selain melakukan pergantian anggota MRP.
Menurut Reba, apabila pemerintah pusat melalui Mendagri menolak pelantikan Hana Hikoyabi sebagai anggota MRP, maka hal ini adalah bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan pemerintah pusat terhadap UU Otsus, Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2004 tentang pemilihan MRP serta Perdasus No 4 Tahun 2010.
Dia menjelaskan, proses pemilihan anggota MRP bukan pemilihan yang dilakukan oleh pemerintah pusat atau anggota MRP bukan anggota yang ditunjuk pemerintah pusat. Karena Hana Hikoyabi bukan ditujuk pemerintah pusat dan menurut UU Otsus dia dipilih oleh orang asli Papua dari 3 komponen masing masing adat, agama dan perempuan.
Karena itu, lanjutnya, karena yang memilih itu adalah orang asli Papua dan dilakukan menurut Perdasus No 4 Tahun 2010, maka pembatalannya bukan menjadi kewenangan pemerintah pusat untuk membatalkan pelantikan Hana Hikoyabi sebagai anggota MRP.
Pembatalan pelantikan Hana Hikoyabi tak memiliki alasan hukum yang kuat dan kalaupun ada alasan bukan alasan hukum. Pemerintah pusat tak mempunyai kewenangan untuk membatalkan Hana Hikoyabi karena proses pemilihan Hana Hikoyabi sudah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Perdasus No 4 Tahun 2010.
Pemerintah pusat tak mempunyai kewenangan untuk membatalkan pelantikan dengan alasan Hana Hikoyabi tidak bermoral dan tak taat kepada Pancasila dan UUD 1945 tapi juga dituduh makar. Pemerintah pusat bukan lembaga penegak hukum yang berewenang menentapkan Hana Hikoyabi melakukan perbuatan makar tapi lembaga peradilan jika memang ia pernah melakukan perbuatan makar.
Bentuk penolakan itu adalah wujud intervensi pemerintah pusat terhadap pelaksanaan UU Otsus, tapi juga pemerintah pusat tak serius menjalankan UU Otsus bagi Papua.