JAYAPURA—Solidaritas Rakyat Papua Anti Militerisme (SORAKPAM)  mendatangi DPR Papua untuk menyampaikan aspirasi menolak pelanggaran hukum dan HAM diseluruh Tanah Papua ketika menggelar aksi demo damai di Halaman Kantor DPR Papua, Rabu (11/5). Massa yang berjumlah ratusan orang tersebut mengusung peti jenasah dan menyerahkan kepada Wakil Ketua Komisi A DPR Papua Ir Weynand Watory disaksikan Anggota Komisi A DPR Papua Ahmad Saleh dan Ignasius W Mimim. Salah seorang pendemo ketika itu  menyatakan pihaknya menyerahkan peti jenasah ini sebagai simbol kematian penegakan hukum dan HAM diseluruh Tanah Papua. Pasalnya, aparat penegak hukum dalam hal ini lembaga kepolisian selama ini  tak menegakan supremasi hukum tapi justru membiarkan terus terjadinya pelanggaran hukum  dan HAM. Weynand Watori menegaskan, pihaknya mewakili pimpinan DPR Papua secara resmi menerima aspirasi mahasiswa dan pemuda serta segera membahasnya untuk  menindaklanjuti aspirasi ini.

 

Tampak massa yang mengatasnamakan Sorakpam tengah memampangkan spanduk orasinya Rabu (11/05).

Tampak massa yang mengatasnamakan Sorakpam tengah memampangkan spanduk orasinya Rabu (11/05).

Sebelumnya massa pendemo menyampaikan pernyataan sikap      Ditandatangani SORAKPAM Benny Goo,”Bandar togel adalah Polisi, masyarakat mengambil uang di Polsek Moenomani, memalukan sekali aparat keamanan Polisi,” ujar Gou dalam orasinya.
Gou menuturkan bahwa polisi harus punya harga diri, jika tidak martabat orang Papua mau ditaruh dimana atas terjadinya insiden Dogiyai ini.
“Aparat keamanan tidak tahu diri,” ucap Gou tegas.
Dalam aspirasinya, massa yang tergabung dari elemen mahasiswa dan masyarakat pegunungan ini meminta Polda Papua segera mengadili dan memecat Kapolsek Moenomani Mardi Marpaung dan Kapolres Nabire, Muhammad.
Massa yang dipimpin Gou menilai keduanya adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam insiden penembakan tersebut, karena penembakan dilakukan atas perintah keduanya.
Selain itu, keduanya juga telah membiarkan anggotanya menjadi bandar togel yang menjadi pemicu terjadinya inisiden penembakan.
Sekedar diketahui, sebelum ke Polda Papua, massa dengan aksi long march mendatangi kantor Hukum dan HAM Papua. Mereka meminta lembaga tersebut mewakili pemerintah Indonesia segera menyelesaikan semua kasus pelanggaran HAM di tanah Papua.  Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI) Markus Haluk dan lain lain dengan tembusan disampaikan kepada Presiden RI, Ketua DPR RI, Menkopolhukham, Menteri Hukum  dan HAM, Kapolri, Kaukus Parlemen Papua Komnas HAM, Gubernur Provinsi Papua, Ketua DPR Papua.
SORAKPAM menyatakan sikap bahwa. Pertama, pihaknya minta kepada Kapolri agar memecat dan memberhentikan Tidak Dengan Hormat Kapolda Papua, Kapolsek Nabire, Kapolsek Kamu karena dinilai terjadi pembiaran atas permainan judi togel  yang dilakukan aparat Polsek Kamu, serta Kapolda Papua  tak mampu mengungkap pelaku kekerasan di Timika, Pembunuhan Opinus Tabuni serta kekerasan terhadap wartawan Viva News Banjir Ambarita.
Kedua, segera memecat dan mengadili oknum anggota Polisi dan Brimob yang menjadi pelaku penembakan warga sipil di Dogiyai.
Ketiga, segera memecat dan adili  dua oknum Bandar judi togel  di Moanemani, Kabupaten Dogiyai.
Keempat, Kapolri di Jakarta dan Kapolda di Papua segera bertanggungjawab atas tewasnya dua orang warga sipil  dan mencederai 3 warga lainnya di Moanemani, Kabupaten Dogiyai.
Kelima, Pemerintan Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Dogiyai segera bertanggungjawab atas kerugian nyawa manusia  dan material  yang diderita  warga sipil.
Keenam, mendesak kepada Tim  Investigasi  Gabungan DPR Papua  untuk segera mengumumkan hasil investigasi di Dogiyai.
Ketujuh,  mendesak Komnas HAM di Jakarta untuk segera melakuskan  investigasi  kasus Dogiyai Berdarah.
Disela sela aksi demo damai sepuluh orang pendemo didaulat menemui Komisi A DOR Papua serta berhasil menyepakati bahwa peti mati  tersebut direncanakan diserahkan kepada Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Suprapto pada Kamis (12/5) pukul 11.00 WIT.
Dikatakan, praktek kekerasan pemerintah Indonesia terhadap warga sipil di Papua terjadi melalui  berbagai cara. Salah satu cara yang digunakan adalah melalui Operasi Militer dan Operasi Intelejen. Operasi Militer dan Operasi Intelejen menjadi praktek harian bagi TNI/Polri yang dilakukan dari tahun ke tahun seperti Operasi Sadar (1965-1967), Operasti Bratayhuda (1967-1969), Operasi Wibawa (1969), Operasi Koteka di Jayawijaya (1977),  Operasi Sapu Bersih I dan II (1981), Operasi Tumpas (1983-1984), Operasi Sapu Bersih III (1985), Opersasi Militer di Mapenduma (1996), Biak Berdarah (1998, Abepura Berdarah, Wasior Berdarah (2001), Wamena berdarah (20010-2003),  Puncak Jaya Berdarah (2004), Penculikan Ketua Dewan Presidium Papua  Theys Hiyo Eluay (2001), Penembakan Moses Douw di Wagethe (2004), Penembakan Opinus Tabuni di Wamena (2009), Pembunuhan Melkias Agapa di Nabire (20100, Pembunuhan Pemimpin OPM Kelly Kwalik di Timika (2010), pembunuhan Berdarah Dogiyai.