BIAK-Papua Corruption Watch (PCW) menilai pihak Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), telah melakukan pembohongan publik, terkait temuan BPK yakni adanya deposito dana Otsus di bank sekitar Rp1,85 triliun.  Artinya, pihak PCW merasa heran jika ada statement sebagian anggota DPRP yang mengaku tidak tahu kalau ada dana otsus sebesar itu, yang didepositokan oleh pemerintah provinsi Papua di sejumlah bank. “Tidak mungkin dewan tidak tahu, karena sebelum dideposito harus melalui persetujuan pihak dewan sebagai fungsi pengawasan,” kata Koordinator PCW, Rifai Darus kepada Bintang Papua di Biak, Jumat (20/5).

Anehnya, saat temuan BPK sudah dipublikasi barulah dewan pura-pura mengeluarkan statement bilang kaget, dan tidak pernah tahu ada dana itu. Sehingga yang terekam oleh masyarakat luas, seolah-olah tidak ada transparansi dari eksekutif. Hal ini membuktikan kalau pihak legislatif kurang melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana Otsus Papua, dan bersama pihak eksekutif terkesan melakukan pembiaran atas multi tafsir aturan perundangan yang digunakan sebagai dasar penggunaan dana itu.
Adapun sesuai perundang-undangan, memang dana itu bisa disimpan di bank namun dalam jangka pendek. Tetapi yang dipertanyakan adalah dana tersebut digunakan untuk apa, kemudian pertanggungjawabannya bagaimana ? Inilah yang menggambarkan belum adanya transparansi dalam penggunakan dan pertanggungjawaban dana tersebut.
Dengan adanya masalah dana Otsus sebesar Rp1,85 triliun yang telah dideposito  itu, sebaiknya DPRP tidak secepatanya kebakaran jenggot, karena DPRP juga bertanggungjawab dengan proses penggunaan dana tersebut. “ Sebab dana itu bisa dideposito apabila mendapat persetujuan dari DPRP. Sehingga DPRP jangan melepas tangan dan menyalahkan eksekutif ,” ujar Rifai.
Menurutnya, sejauh ini DPRP masih melakukan wacana, itu membuktikan bahwa DPRP tidak punya semangat perubahan untuk melakukan pemanggilan kepada eksekutif untuk melakukan klarifikasi. DPRP sekarang, seakan-seakan mereka menyalahkan eksekutif dan menyalahkan periode lalu, itu tidak bagus karena dalam tubuh DPRP melekat lembaga itu sendiri.
“ Fungsi kontrol DPRP sangat rendah, bahkan tidak mempunyai tingkatakan profesionalitas dalam melakukan fungsi kontrol dan pengawasannya. Ini harus dikembangkan lagi dalam semangat fungsi kontrol.
Dalam permasalahan penyimpangan dana Otsus itu, yang tepat dipertanyakan adalah DPRP dan eksekutif, jadi DPRP harus melakukan haknya yaitu hak pengawasan, hak bajeting dan hak legislasi untuk memantau semua penggunaan dana tersebut. Nah sedangkan ekse\kutif ini sudah melakukan pertanggungjawaban kepada BPK bahkan telah diaudit BPK. Ternyata hasil audit BPK, ditemukan suatu pelanggaran, dan sudah diklarifikasi, bahkan BPK sudah memberikan laporan itu.