Ramses Ohee, Soal Statemen Kekerasan Suburkan Aspirasi M

JAYAPURA— Pernyataan Pimpinan Gereja Gereja di Tanah Papua bahwa sejumlah aksi kekerasan yang terus menerus dilakukan lembaga negara dilihat sebagai siasat meradikalisasi  atau membuat orang Papua makin radikal untuk menyuburkan aspirasi Papua merdeka, ditanggapi Ketua Umum Barisan Merah Putih RI Tanah Papua Ramses Ohee. Dia mengatakan, pihaknya tak sependapat apabila Pimpinan Gereja Gereja di Tanah Papua mengatakan kekerasan yang terus menerus dilakukan lembaga negara dilihat sebagai siasat meradikalisasi  atau membuat orang Papua makin radikal untuk menyuburkan aspirasi Papua merdeka. Pasalnya, negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Kekerasan  harus diselesaikan melalui hukum. Bukan dengan hukum rimba atau hukum yang tak pas yang tak mendasari pada UU RI.

“Jadi kita tegakkan hukum untuk menyelesaikan permasalahan di Tanah Papua sehingga tak ada pertentangan antara sesama manusia,” tukasnya ketika dihubungi dikediamannya kampung Waena, Jumat (3/6). Dikatakan, kampanye Papua Tanah Damai atau Damai Itu Indah yang disampaikan melalui slogan slogan atau hal hal yang menyangkut Papua Tanah Damai,  harus diusahakan untuk betul betul diwujudkan rasa damai diantara sesama manusia, terutama oleh hamba hamba Tuhan di Tanah Papua. Pasalnya, hamba hamba Tuhan mempunyai tugas dan tanggungjawab yang pertama dan utama adalah menyampaikan visi dan misi Yusus Kristus tentang kasih sayang  atau mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.
“Itu yang harus diwujudnyatakan di Tanah Papua sehingga  tanah ini mempunyai rasa damai yang betul betul yang dicita citakan oleh kita semua dan diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari hari antara sesama insan Indonesia yang ada di Tanah Papua,” katanya.
Dia mengatakan, tugas dan tanggungjawab dari pimpinan gereja adalah menyampaikan amanat Yesus Kristus kasih sesama manusia seperti diri sendiri.  Itu yang harus kita laksanakan di Tanah Papua melalui tutur  tata, tindak tanduk,  sikap dan perbuatan yang betul betul mendasari kepada kasih sesama manusia.
Pihaknya ingin menyampaikan mari hamba hamba Tuhan dari denominasi Gereja di Tanah Papua untuk bersama melihat tentang kehidupan manusia kini dan akan datang melalui terang Kristus menyinari hati dan pikiran manusia, sehingga  setiap manusia mampu melakukan hal- hal yang bersifat kebaikan bukan untuk mengacau-balaukan antara manusia dengan sesamanya.
Menurutnya,  bahasa kenabian itu yang harus disampaikan oleh pimpinan gereja. Bahasa kenabian itu berarti hanya firman Tuhan yang bisa dipakai sebagai suatu yang diharapkan oleh semua manusia yakni kebenaran dalam firman itu disampaikan kepada umat  yang ada di Tanah Papua, sehingga kebenaran itu membuat manusia lebih percaya lagi kepada Tuhan dan lebih mengasihi lagi kepada sesama manusia yang ada di Tanah Papua.
Karena itu, tambahnya, baik gereja, pemerintah  maupun adat mari bersatu untuk membicarakan hal hal yang benar yang perlu diterima oleh semua pihak lalu dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan apapun yang mereka perjuangkan sehingga kebenaran itu menjamin tanah ini    dengan menghadirkan berkat  berkat yang melimpah dari usaha sebagai manusia baik pemerintah, adat maupun gereja sehingga masyarakat dan semua komponen di Tanah Papua ini perlahan perlahan kita antar kepada kebahagiaan dalam hidup ini dan kesejahteraan.
Dijelaskan, tugas gereja yang pertama  dan  utama harus menciptakan rasa damai di Tanah Papua kemudian ditunjang oleh adat dan pemerintah karena dia menyampaikan firman kepada manusia ciptaan Tuhan yang disebut  persekutuan orang percaya yakni umat Tuhan dia harus sampaikan firman. Firman  tak boleh ditambah dan  tak boleh dikurangi itu perintah Tuhan dalam firman. Pimpinan gereja mengetahui persis jadi sampaikanlah firman yang diamanatkan kepada hamba Tuhan untuk kamu mewartakan kepada semua umat diseluruh di Tanah Papua dan dimanapun.
“Firman adalah kebenaran Tuhan yang disampaikan kepada semua umat. Tak ada firman yang disampaikan untuk memecah-belah atau mengacaukan umat. Tapi firman Tuhan mempersekutukan manusia dengan sesamanya untuk hidup dalam kedamaian sejati yang didasari oleh iman kepada Allah yang diwujudkan dalam kehidupan bermasarakan dan bernegara,” katanya.
Pimpinan Gereja Gereja di Tanah Papua menyampaikan apabila hendak menyelesaikan masalah di Tanah Papua harus dilakukan dialog antara rakyat  Papua dengan pemerintah Indonesia. Menurutnya, dialog pembangunan boleh dilaksanakan tapi dialog lain lain tak boleh dilaksanakan. Tak ada gunanya. Pembangunan yang   intinya bahwa masyarakat harus disejahterakan oleh kita semua baik adat, gereja, pemerintah.
Pimpinan Gereja Gereja di Tanah Papua mengaku bahwa dialog bukan untuk Papua merdeka. Tapi untuk mewujudkan persepsi yang sama dalam membangun Tanah Papua, dikatakannya, pihaknya hanya ingin dialog dengan pihak adat, pemerintah dan gereja untuk membicarakan pembangunan di Tanah Papua sehingga banyak orang yang senantiasa menantikan Itu  kapan kita bisa sejahtera.
Pimpinan Gereja Gereja di Tanah Papua menyampaikan UU Otsus No 21 Tahun 2001 pemerintah pusat belum melaksanakan secara murni dan konsekwen atau Otsus harus diberikan kepada rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri tanpa intervensi dari pemerintah pusat, dia mengatakan, UU Otsus itu sesuatu yang harus menjamin pembangunan bagi rakyat Papua kedepan. Lalu semua orang  yang memimpin Tanah Papua dari Kampung, Kelurahan, Distrik, Kabupaten, Kota   sampai   Provinsi semua ini adalah rakyat Papua  dan mari duduk bersama bicarakan masalah Otsus  ini yang gagal dimana supaya masyarakat umum ini bisa tahu gagalnya disini apa sebabnya.
Ditanya apakah dia mendukung spanduk yang dipanjang di jalan jalan yang mengatakan Papua Tanah Damai dan Damai Itu Indah merupakan upaya upaya persuasif yang dilakukan lembaga negara, dia  mengatakan, hal ini tak salah karena semua lembaga  negara ingin nyata dirasakan dalam kehidupan ini harus diterima dengan iman dan siapkan hati serta pikiran kita dengan firman Allah.