Ada Rekayasa dan Konspirasi Dibalik Menghilangnya Speedboat dengan 17 Penumpang di Perairan Mamberamo Raya  2 Tahun Silam (Bag. 3)

Ada fakta hukum yang terkesan di abaikan dalam persidangan kasus pembunuhan Pdt. Zeth Kiryoma (Ketua Panwaslu Mamberamo Raya) di Pengadilan Negeri Serui dengan terdakwa Jhon Tanaty yang telah divonis 20 tahun dan Esau Rumaikewi dengan vonis 12 tahun. Motif pembunuhan diduga kuat upaya menghilangkan saksi mata peristiwa penyanderaan 17 penumpang speedboat Ishak Petrus Muabuay.

Oleh : Wahamri Wahid

Sebenarnya rombongan Ishak Petrus Muabuay telah bertolak dari Serui 25 February 2009, namun sesampainya di wilayah Kaipuri – Poiwai mereka bertemu speedboat PNS Mamberamo Raya yang membawa pesan dari  Bupati Mamberamo Raya agar rombongan Petrus Muabuay kembali ke Serui karena perlengkapan untuk pelaksanaan tes CPNS berupa blanko / formulir pendaftaran masih ada yang kurang. Dan seminggu kemudian 3 Maret 2009, mereka kembali bertolak ke Kasonaweja, demikian penuturan Ibu Rumbiak (Ibunda Natalia Rumbiak, salah satu korban) dalam laporan Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Dirwasnas Kesbangpol Kemendagri yang diterima Bintang Papua.
Ia mengaku turut mengantarkan ke pelabuhan dengan Ibu Muabuay (istri Petrus Muabuay), namun pada saat itu yang bersangkutan tidak melihat Jhon Tanaty di area sekitar speedboat berlabuh karena posisinya berdiri dengan Petrus Muabuay dan istrinya agak jauh, namun saat tengah berdiri itu ia dikejutkan dengan seorang pemuda yang datang berlarian dan hanya menggunakan kaos oblong tanpa lengan yang ia kenali sebagai Guntur Taroby (salah seorang keluarga Jhon Tanaty) naik ke speed.
Kehadiran Guntur Taroby di dalam speedboat membuat hati Ibu Rumbiak tidak tenang sesampainya di rumah, karena ia mengetahui bagaimana perangai yang bersangkutan selama ini, apalagi setelah tape recorder dan seterika kesayangan milik anaknya Natalia Rumbiak jatuh berserakan, pertanda buruk yang menjadi kenyataan.
Dan dari beberapa informasi yang dilaporkan masyarakat kepada Komnas HAM Perwakilan Papua ketika itu, bahwa ada seorang pemuda yang di tengarai sebagai Guntur Taroby yang “berkeliaran” di daerah seputar Warem (Waropen) dan biasa muncul di Mamberamo dan Sarmi saja tapi tidak pernah sampai ke Jayapura.
“informasi itu masih abu – abu juga”, kata Frits Ramandey dari Komnas HAM Perwakilan Papua.
Leonard Imbiri dalam pengakuannya yang tertuang di laporan TPF Dirwasnas saat pertemuan di daerah Organda Padang Bulan 4 April 2011 sekitar pukul 20.00 WIT menjelaskan sebenarnya penumpang di dalam speedboat saat berangkat dari Serui bukan 17 namun 20 orang, dimana ada penumpang yang tidak di sebut – sebut selama ini dalam daftar penumpang yakni Jhon Tanaty dan Esau Rumaikewi, dan Pdt. Zeth Krioman.
“karena khawatir angin kencang, dan penumpang yang banyak, Pdt. Zeth Krioman membatalkan keberangkatan dan turun di Korombobi kemudian melanjutkan perjalanan kembali ke Serui dengan speedboat lainnya”, jelas Leonard Imbiri.
Masih menurut Leonard Imbiri bahwasanya beberapa hari setelah speedboat yang ditumpangi Ishaak Petrus Muabuay dinyatakan hilang, Pdt. Zeth Krioman sempat melihat Jhon Tanaty dan Esau Rumaikewi di Serui.
Dan sebulan kemudian di Trimuris (Mamberamo Hilir) Pdt. Zeth Krioman kembali bertemu dengan Jhon Tanaty dan Esau Rumaikewi bersama – sama dengan crew speedboat yang dinyatakan hilang tengah berbelanja dalam jumlah banyak dengan segepok uang pecahan seratus ribu baru di tangan 
Cerita yang sama juga disampaikan oleh Niko Aronggear dalam keterangannya secara terpisah yang diberikan kepada TPF Dirwasnas, dimana menurut Niko Aronggear ketika itu, kunci membuka misteri kasus penyanderaan ini ada di kedua orang tersebut (Jhon Tanaty dan Esau Rumaikewi).
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Manda Rumansara (kakak kandung Esau Rumaikewi) dalam laporan TPF yang meyakini bahwa adiknya tidak terlibat secara langsung dalam pembunuhan Pdt. Zeth Krioman 8 April 2009 itu, karena saat itu adiknya tiba – tiba di minta jadi motorace padahal ia bukan seorang motorace melainkan hanya staff KPUD Mamberamo Raya saja.
“Pdt. Zeth Krioman di bunuh oleh Jhon Tanaty karena ia adalah salah satu saksi kunci yang melihat Jhon Tanaty berada dalam speedboat rombongan Ishak Petrus Muabuay”, katanya.
Manda Rumansara juga menuturkan bahwa saat melihat Jhon Tanaty di Trimuris, Pdt. Zeth Krioman menghampirinya dan bertanya, “mengapa kalian ada di sini dan dimana Bapak Ishak Petrus Muabuay dan lainnya, kenapa mereka hilang dan kamu bisa berada di sini dan kamu tidak ikut hilang”, sambil menunjukkan jari kepada Jhon Tanaty, Pdt. Zeth Krioman berkata : “tunggu saja setelah selesai Pemilukada, saya akan ungkap semua peristiwa ini”, dan saat itu Jhon Tanaty hanya diam dan tidak bereaksi apapun.
Dan rupanya peristiwa itu diceritakan Pdt. Zeth Krioman kepada salah seorang Kepala Kampung yang kebetulan bersamanya saat itu, secara terpisah Dorinus Dasinapa juga mengungkapkan bahwa ia juga meyakini adanya penyanderaan para penumpang speedboat itu dan salah satu pelakunya ditengarai Jhon Tanaty, dimana menurutnya salah satu saksinya adalah Kepala Kampung Namunaweja, Enos Tawane.
Setelah pertemuan tak disangka antara Pdt. Zeth Krioman dan Jhon Tanaty di Trimuris, beberapa hari setelah sampai di Kasonaweja (ibukota Kabupaten Mamberamo Raya) Pdt. Zeth Krioman tiba – tiba diperintahkan untuk mengantar kotak suara dan surat suara ke Distrik Barapase (daerah sekitar Waropen Atas) yang katanya masih kurang, dan entah di sengaja atau kebetulan, Jhon Tanaty ditugasi bersamanya sedangkan bertindak sebagai motorace Esau Rumaikewi, anehnya lagi mereka harus berangkat malam hari.
Dan dalam perjalanan speedboat yang ditumpangi ketiganya di nyatakan mengalami kecelakaan (terbalik akibat ombak) di laut di daerah Poiwai (lokasi di mana speedboat Petrus Muabuay diperkirakan hilang) dan Pdt. Zeth Krioman dinyatakan hilang dalam kecelakaan tersebut, namun menurut Kapolres Yapen saat itu AKBP Imam Setiawan, SIK (Kapolresta Jayapura saat ini) yang bertindak sebagai Ketua Tim pencarian jenazah korban bahwa pada saat ditemukan di laut, jenazah Pdt. Zeth Krioman dalam keadaan terikat dengan tali jangkar, dimana hasil autopsi diketahui bahwa kedua kaki korban patah dan kedua pipi kiri dan kanan hancur karena di aniaya atau terkena pukulan.
Dan dengan adanya bukti tersebut, maka Jhon Tanaty dan Esau Rumaikewi di jadikan tersangka dan kini telah mendekam dalam LP di Serui menjalani masa tahanannya, dimana dalam hasil pemeriksaan dan persidangan terungkap bahwa pembunuhan terhadap Pdt. Zeth Krioman karena yang bersangkutan mengancam akan membuka misteri hilangnya 17 penumpang speedboad setelah usai pelaksanaan Pemilukada Mamberamo Raya.  
Manda Rumansara (kakak Esau Rumaikewi) yang meyakini adiknya bukan pelaku pembunuhan Pdt. Zeth Krioman juga menjelaskan bahwa berdasarkan pengakuan adiknya, motif Jhon Tanaty membunuh adalah untuk menghilangkan jejak karena korban mengetahui keberadaan Jhon Tanaty di atas speedboat yang hilang tersebut.
Namun menurut Dorinus Dasinapa dalam keterangannya kepada TPF, bahwa pembunuhan terhadap Pdt. Zeth Krioman adalah sudah direncanakan dengan alasan bahwa Distrik Barapase kekurangan kotak suara dan surat suara dan ada perintah harus segera diantar, padahal daerah yang di tuju adalah daerah yang rawan dan tidak ada orang yang berani lewat pada malam hari.
“pertanyaannya kalau perahu terbalik, kenapa kotak suara dan surat suara tidak basah dan tidak hancur atau hilang, tetapi berada di tepian (daratan) dalam keadaan baik serta tertutup dengaan terpal”, jelas Dorinus Dasinapa mengemukakan analisanya ketika itu yang ia yakini bahwa Pdt. Zeth Krioman di bunuh bukan hilang karena kecelakaan seperti cerita Jhon Tanaty dan Esau Rumaikewi sebelum jasad korban ditemukan.
Kunci pengungkapan kasus penyanderaan 17 penumpang speedboat Ishak Petrus Muabuay ini menurut Ony Muabuay salah seorang adik Ishak Petrus Muabuay kepada Bintang Papua semalam via telepon ada pada dua pelaku pembunuhan Pdt. Zeth Krioman, jadi menurutnya sebenarnya  polisi bisa mulai dari meminta keterangan keduanya kembali.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam persidangan akhir kedua terdakwa ini di Pengadilan Negeri Serui yang ia hadiri, Isak Rumaikewi  di persidangan mengungkapkan bahwa dia bukanlah pelaku pembunuhan dan dia bersumpah anak keturuannya 7 turunan akan mendapat kutukan bila ia membunuh pendeta tersebut karena saat itu ia hanya motorace, dan Esau juga menjelaskan bila dalam peristiwa tersebut ia juga terbunuh, bisa dipastikan kasus 17 penumpang speedboat yang hilang akan menjadi misteri selamanya. “Kami waktu pertemuan di kediaman Kapolda (Irjenpol Bekto Soeprapto) dengan pihak keluarga lainnya setahun lalu, saya sudah menyampaikan apa yang terungkap di pengadilan kepada Kapolda langsung, dan saat itu juga saya dengar Kapolda  memerintahkan kepada Direskrim untuk menindaklanjuti informasi tersebut, tapi sampai sekarang tidak ada khabarnya”, jelas Ony Muabuay yang mengaku sudah membaca dan menyimak pemberitaan Bintang Papua dua hari belakangan ini, dan berharap kepolisian segera membentuk Tim Khusus untuk membuka kasus ini kembali.