Keberadaan Speedboat dan 17 Penumpang Misterius

Jayapura - Keberadaan speedboat bersama 17 penumpangnya yang menghilang dalam perjalanan menuju Mamberamo Raya, benar-benar misterius. Meski kejadian itu sudah berlangsung 2 tahun, namun belum juga ada kemajuan.  Bahkan Kapolda Papua, Irjen Pol Bekto Soeprapto mengatakan pihaknya belum punya data petunjuk soal kasus tersebut. Untuk itu,  pihak Kepolisian juga belum bisa memastikan atas nasibnya, meski telah dua tahun peristiwa tersebut terjadi. Sementara Nico Aronggear yang sebelumnya disebut-sebut terlibat dalam peristiwa tersebut, justru balik membantah.  “Informasi yang ada saat ini kan baru katanya-katanya, tidak ada data primer yang bisa dijadikan dasar,” ujar Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Soeprapto saat ditemui Wartawan usai acara pembukaan Bakti Sosial Operas Katarak di RS Bhayangkara, Jumat (10/6).

 

Dikatakan,  tim untuk melakukan penyelidikan masih terus berusaha mengungkap misteri tersebut. “Penyelidikan terus berlangsung, sampai kapanpun,” tandasnya.
Menurut Kapolda, pihak kepolisian terus menseriusi dalam upayanya megungkap keberadaan speedboat dan 17 penumpagnya. Namun hingga berita ini diturunka kepolisian belum menemukan satupun jejak yang bisa menunjukkan keberadaannya maupun kondisinya bagaimana. “Tidak bisa dikatakan suda meninggal atau masih hidup, termasuk dugaan konspirasi dan lain-lainnya. Karena belum ada data primer untuk menyatakan itu,” jelasnya.
Sementara itu,  menyusul mencuatnya opini di kalangan masyarakat tentang hilangnya 17 orang penumpang Speed Boat dari Serui tujuan Mamberamo Raya tanggal 3/3/09, sebagaimana  dimuat Bintang Papua (06/6) lalu yang menyebutkan Niko Arunggear terlibat di dalam kasus tersebut, membantah. Ketika ditemui di Kediamannya Kamis (9/6) Niko Aronggear menjelaskan bahwa, saat kejadiannya dirinya sementara sibuk dengan kegiatan Partai Politik di Kabupaten kepulauan Yapen, karena dirinya juga merupakan salah satu calon Anggota DPRD Yapen dari Partai Pelopor. “Dengan demikian peristiwa yang menimpa 17 orang dalam speed boat tersebut saya tidak mengetahui tentang semuanya itu, Tuhan saja yang tahu apa yang terjadi sebenarnya, juga saat itu saya sementara ditahan  di sel Polres kepulauan Yapen selama 21 hari,”  kata Niko kepada Bintang Papua
Sebagaimana yang termuat dalam edisi 6/6 lalu, mengenai disebutkan beberapa nama selain dirinya, Niko Aronggear menjelaskan bahwa dirinya tidak mengetahui,  bahkan tidak mengenal mereka. Untuk itu kepada mereka yang mengatakan bahwa saya terlibat, agar segera menjernihkan masalah ini sekaligus dapat mengangkat citra diri dan nama saya yang telah dicemarkan, karena saya merasa yakin bahwa tidak pernah terlibat dalam masalah ini,” ujar Niko Arunggear.
Sedangkan   ada fakta hukum yang terkesan di abaikan dalam persidangan kasus pembunuhan Pdt. Zeth Krioman (Ketua Panwaslu Mamberamo Raya) di Pengadilan Negeri Serui dengan terdakwa Jhon Tanaty yang telah divonis 20 tahun dan Esau Rumaikewi dengan vonis 12 tahun. Motif pembunuhan diduga kuat upaya menghilangkan saksi mata peristiwa penyanderaan 17 penumpang speedboat Ishak Petrus Muabuay.
Sebenarnya rombongan Ishak Petrus Muabuay telah bertolak dari Serui 25 February 2009, namun sesampainya di wilayah Kaipuri – Poiwai mereka bertemu speedboat PNS Mamberamo Raya yang membawa pesan dari  Bupati Mamberamo Raya agar rombongan Petrus Muabuay kembali ke Serui karena perlengkapan untuk pelaksanaan tes CPNS berupa blanko / formulir pendaftaran masih ada yang kurang.
Dan seminggu kemudian 3 Maret 2009, mereka kembali bertolak ke Kasonaweja, demikian penuturan Ibu Rumbiak (Ibunda Natalia Rumbiak, salah satu korban) dalam laporan Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Dirwasnas Kesbangpol Kemendagri yang diterima Bintang Papua.
Ia mengaku turut mengantarkan ke pelabuhan dengan Ibu Muabuay (istri Petrus Muabuay), namun pada saat itu yang bersangkutan tidak melihat Jhon Tanaty di area sekitar speedboat berlabuh karena posisinya berdiri dengan Petrus Muabuay dan istrinya agak jauh, namun saat tengah berdiri itu ia dikejutkan dengan seorang pemuda yang datang berlarian dan hanya menggunakan kaos oblong tanpa lengan yang ia kenali sebagai Guntur Taroby (salah seorang keluarga Jhon Tanaty) naik ke speed.
Kehadiran Guntur Taroby di dalam speedboat membuat hati Ibu Rumbiak tidak tenang sesampainya di rumah, karena ia mengetahui bagaimana perangai yang bersangkutan selama ini, apalagi setelah tape recorder dan seterika kesayangan milik anaknya Natalia Rumbiak jatuh berserakan, pertanda buruk yang menjadi kenyataan.
Dan dari beberapa informasi yang dilaporkan masyarakat kepada Komnas HAM Perwakilan Papua ketika itu, bahwa ada seorang pemuda yang di tengarai sebagai Guntur Taroby yang “berkeliaran” di daerah seputar Warem (Waropen) dan biasa muncul di Mamberamo dan Sarmi saja tapi tidak pernah sampai ke Jayapura.
“informasi itu masih abu – abu juga”, kata Frits Ramandey dari Komnas HAM Perwakilan Papua.
Leonard Imbiri dalam pengakuannya yang tertuang di laporan TPF Dirwasnas saat pertemuan di daerah Organda Padang Bulan 4 April 2011 sekitar pukul 20.00 WIT menjelaskan sebenarnya penumpang di dalam speedboat saat berangkat dari Serui bukan 17 namun 20 orang, dimana ada penumpang yang tidak di sebut – sebut selama ini dalam daftar penumpang yakni Jhon Tanaty dan Esau Rumaikewi, dan Pdt. Zeth Krioman. “karena khawatir angin kencang, dan penumpang yang banyak, Pdt. Zeth Krioman membatalkan keberangkatan dan turun di Korombobi kemudian melanjutkan perjalanan kembali ke Serui dengan speedboat lainnya”, jelas Leonard Imbiri.
Masih menurut Leonard Imbiri bahwasanya beberapa hari setelah speedboat yang ditumpangi Ishaak Petrus Muabuay dinyatakan hilang, Pdt. Zeth Krioman sempat melihat Jhon Tanaty dan Esau Rumaikewi di Serui.
Dan sebulan kemudian di Trimuris (Mamberamo Hilir) Pdt. Zeth Krioman kembali bertemu dengan Jhon Tanaty dan Esau Rumaikewi bersama – sama dengan crew speedboat yang dinyatakan hilang tengah berbelanja dalam jumlah banyak dengan segepok uang pecahan seratus ribu baru di tangan 
Cerita yang sama juga disampaikan oleh Niko Aronggear dalam keterangannya secara terpisah yang diberikan kepada TPF Dirwasnas, dimana menurut Niko Aronggear ketika itu, kunci membuka misteri kasus penyanderaan ini ada di kedua orang tersebut (Jhon Tanaty dan Esau Rumaikewi).
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Manda Rumansara (kakak kandung Esau Rumaikewi) dalam laporan TPF yang meyakini bahwa adiknya tidak terlibat secara langsung dalam pembunuhan Pdt. Zeth Krioman 8 April 2009 itu, karena saat itu adiknya tiba – tiba di minta jadi motorace padahal ia bukan seorang motorace melainkan hanya staff KPUD Mamberamo Raya saja.
“Pdt. Zeth Krioman di bunuh oleh Jhon Tanaty karena ia adalah salah satu saksi kunci yang melihat Jhon Tanaty berada dalam speedboat rombongan Ishak Petrus Muabuay”, katanya.