Mendagri Stop Adu Domba Orang Papua


JAYAPURA—Sikap “mbalelo” yang diprakarsai sejumlah anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) asal Provinsi Papua Barat  untuk membentuk MRP sendiri,  terlepas dari MRP Provinsi Papua dilaporkan telah memilih kepemimpinan tersendiri, masing masing Ketua Vitalis Yumte, Wakil Ketua I  Zainal  Abidin Bay serta Wakil Ketua II Anike TH  Sabami.

 

Para pimpinan MRP ini,  tengah menunggu pelantikan yang konon  kabarnya oleh Mendagri Gamawan Fauzi  dianggap ilegal oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua lantaran pembentukan MRP di Provinsi Papua Barat diprakarsai kepentingan oknum- oknum tertentu bukan untuk  kepentingan  rakyat atau bukan juga untuk kepentingan Tanah Papua. Pasalnya, pembentukan  MRP di Provinsi Papua Barat bertentangan dengan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua. Apabila Mendagri mengakomodir dan  melantik MRP di Provinsi Papua Barat,  justru  ia juga ingin supaya Papua terus menerus dilumuri konflik, mengadu domba, memprovokasi sesama orang Papua.
Demikian disampaikan Sekretaris Komisi A DPR Papua Julius Miagoni SH ketika dikonfirmasi Bintang Papua di ruang kerjanya, Selasa (14/6). Sebelumnya, Kepemimpinan MRP periode 2011-2016 telah terpilih masing masing Ketua Ny. Dorkas Duaramuri, Wakil Ketua I Pdt. Herman Saud STh MTh serta Wakil  Ketua II Timotius Murib. Kini juga tengah melantih pelantikan yang direncanakan oleh Mendagri.   
Di mengatakan, pihaknya berharap Mendagri tak boleh mengakomodir dan tak boleh melantik. Apabila dilantik dasar  hukumnya apa kalau dilantik dua  kali.
Dia  menjelaskan, Mendagri  diharapkan memahami aturan hukum karena Ketua  dan sebagian anggota MRP  berkedudukan di Jayapura Ketua MRP kan dari Papua Barat. 
“Ini nanti sama dengan kehadiran Provinsi Papua Barat dulu.  Kehadirannya sangat bertentangan dengan UU Otsus  dari belakang baru ada regulasi yang turun untuk mengamankan itu,” tukasnya.
Menurutnya, sesuai amanat UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua yang kemudian  dituangkan didalam Perdasus No 4 Tahun 2010 tentang pemilihan anggota MRP  tak pernah ada klausal yang berbicara tentang MRP Papua dan MRP Papua Barat berdiri terpisah. Tapi  hanya terdapat satu MRP yang berkedudukan di  ibukota Provinsi Papua yakni di Jayapura dan perwakilan MRP berkedudukan di ibu kota Provinsi Papua Barat di Manokwari. 
“Apabila Mendagri paksakan melantik MRP di Provinsi Papua Barat itu berarti  sama dengan dulu ketika kehadiran Provinsi Papua Barat juga begitu. Jadi kami  juga tak heran kalau memang lakukan sesuatu yang ilegal berarti memang sudah biasa begitu jadi,” ujarnya.
Ketika ditanya pembentukan MRP di Provinsi Papua Barat  ada kaitan dengan pemilihan Gubernur, dia mengatakan, pihaknya juga mencurigai ada  indikasi kepentingan politis dibalik pembentukan MRP di Provinsi Papua Barat.
“Jadi mungkin ada kepentingan politis dia merasa tak akan diakomodir di MRP sehingga memprovokasi  oknum oknum tertentu lalu  bikin keadaan seperti ini,” katanya.
Apakah  ada sanksi  apa  yang patut diberikan kepada anggota MRP yang berlawanan dengan UU Otsus, sambungnya, dari sisi regulasi  belum pernah dibicarakan  masalah sanksi kepada pihak  yang mbalelo.
“Jadi kami sekarang berharap kita berbuat yang  baik. Kita juga tak mungkin mau berusaha untuk  mau pecat atau apa itu memang belum ada regulasi kearah itu,” cetusnya.
Terpisah, Wakil Ketua  Badan Legislasi DPR Papua Albert Bolang SH MH menegaskan, tuntutan pembentukan MRP di Provinsi Papua  Barat merupakan sesuatu yang serba dilematis apakah MRP dapat dimekarkan atau tidak sebagaimana pemekaran Provinsi Papua Barat.   Hal ini merupakan wewenang dan keputusan politik dari Provinsi induk karena menyangkut soal kultur dan budaya jadi tak bisa dipecah pecahkan dari landasan dan  filosofi pembentukan UU No 21 Tahun 2001.
Dia menegaskan, dari struktur budaya adat Papua itu tak bisa dibedakan  antara Papua Barat dan Papua karena keduanya mempunyai etnis dan karateristik yang sama sehingga keberaadaan MRP ini juga harus diproteksi. Kalau tak diproteksi maka gaung Otsus bisa salah arah.
Dasar hukumnya, kata dia, UU No 21 Tahun 2001 tentang  Otsus Papua adalah salah satu gambaran postur tubuh  UU Otsus harus ada eksekutif, legislatif kemudian MRP sebagaimana   Pasal 5 Ayat 2 dari UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua pemerintahan daerah Provinsi Papua terdiri dari DPR Papua sebagai legislatif dan pemerintah provinsi sebagai  badan eksekutif.
Selanjutnya Ayat 2 dalam rangka menyelenggarakan Otsus di Provinsi Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) dia merupakan suatu representatif kultur  orang asli Papua  yang memiliki kewenangan tertentu  dalam rangka perlindungan hak hak orang asli Papua dengan berdasarkan pada penghormatan terhadap adat, budaya, pemberdayaan perempuan dan pemantapan  kerukunan hidup beragama.   “UU ini  menginstruksikan untuk MRP dan DPR Papua harus ada di ibu kota Provinsi,” tuturnya.