Terkait Kekerasan dan Teror Pekerja HAM dan Wartawan

JAYAPURA – Adanya berbagai tindak kekerasan maupun teror terhadap para pekerja HAM (Hak Azasi Manusia),  termasuk pekerja jurnalisme, dan terakhir dialami Wartawan Harian Bintang Papua di Serui,  mengundang keprihatinan dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun organisasi keagamaan.   Menyikapi hal itu, sejumlah LSM dan organisasi keagamaan yang tergabung dalam Koalisi Pembela Hak Asasi Manusia di Tanah Papua, antara lain, Perwakilan Komnas HAM Papua, Sinode Gereja Kingmi di Tanah Papua, Sinode Gereja Baptis di Tanah Papua, Foker LSM Papua, Kontras Papua, LBH (Kembaga Bantuan Hukum) Papua dan BUK (Bersatu Untuk Keadilan),  Jumat (17/6) menggelar siaran pers. Dalam siaran pers yang digelar di Sekretariat Kontras Papua, tampak cenderung menyudutkan institusi TNI (Tentara Nasional Indonesia), dengan mengungkapkan sejumlah tindak kekerasan yang menurutnya nyata-nyata dilakukan oleh oknum anggota TNI, yang menurut data yang dimiliki Kontras terdapat lima kali kekerasan oleh oknum anggota TNI selama lima bulan terakhir.

 

 

Olga Hamadi, Pdt. Benny Giay, dan Mathius Murib saat memberi keterangan pers

Olga Hamadi, Pdt. Benny Giay, dan Mathius Murib saat memberi keterangan pers

“Hingga pertengahan Juni ini, setidaknya terdapat lima kasus kekerasan yang memperlihatkan sikap arogansi dan tindakan sewenang-wenangan oknum TNI,” ungkap Koordinator Kontras Papua, Olga Hamadi yang dihadiri Pdt. benny Giay (Ketua Sinode Gereja Kingmi di Tanah Papua), Mathius Murib (Perwakilan Komnas HAM Papua), Eliezer M (LBH Papua), Julian Howay (ALDP), dan sejumlah aktifis LSM lainnya.
Dikatakan, bahwa reformasi di tubuh TNI yang sering dilontarkan petinggi TNI, tampaknya kurang diaplikasikan oleh anggota TNI di lapangan. “Apakah pujian Panglima TNI waktu kunjungan ke Papua beberapa waktu lalu, yang dimaksud itu yang ini kah?,” ungkap Pdt Beny Giai singkat dalam kesempatan tersebut.
Sementara itu, Mathius Murib mengatakan bahwa seharusnya peristiwa di Puncak Jaya beberapa waktu lalu yang menjadi sorotan publik, bahkan hingga publik internasional,  bisa menjadi pelajaran berharga untuk tidak terulang lagi.
“Thema yang diangkat degan pemasangan spanduk-spanduk berbunyi ‘Kasih dan Damai Itu Indah’ tampaknya kurang diikuti dengan aplikasi di lapangan oleh aparat dilapangan. Apa mungkin itu perlu diturunkan dan ganti thema lain ka?,” ungkapnya.
Terungkap juga dalam jumpa pers tersebut bahwa, masih terusnya terulang peristiwa kekerasan dan pengancaman oleh oknum anggota TNI, dapat dimungkinkan akibat tidak adanya efek jera dalam proses hukum terhadap anggota TNI yang kedapatan melanggar hukum.
“Kita bekerja juga demi nama baik citra Negara, kalau kasus-kasus seperti itu terus terjadi, dimana letak perlindungan hukum terhadap pembela HAM,” ungkap Olga Hamadi.
Menurutnya, ketika terjadi kekerasan oleh anggota TNI, sering diselesaikan hanya dengan mutasi pejabat bersangkutan.  “Atau kalaupun diproses hukum, prosesnya pun melalui Peradilan Militer, yang vonisnya kadang tidak jelas, dan terkesan tidak memberi efek jera. Sehingga kami berpikiran bahwa TNI seolah-olah kebal hukum,” tambah Pneas Lokbere selaku Koordinator BUK.
Atas berbagai persoalan tersebut Koalisi Pembela HAM di Tanah Papua membuat pernyataan sikap, antara lain :
1. Mendesak adanya perlindunga terhadap setiap pekerja HAM (Human Right Defender) Papua dalam menjalankan tugas kemanusiaan di seluruh Tanah Papua oleh Negara. Perlindungan ini dapat berupa pembuatan regulasi setingkat Undang-Undag dan kemudian juga membentuk suatu komisi independent setingkat lembaga negara yang memonitoring, advoksi dan sekaligus penghukuman apabila ada pihak yang melakukan kekerasan terhadap para pembela HAM.
2. Sebagai rencana jangka pendek kami berpikir perlu adanya penambahan biro dan fokus dalam Komnas HAM RI yag fungsinya untuk Perlindungan terhadap Pembela HAM.
3. Berkaitan dengan ancaman dan kekerasan yang dilakukan oleh apara TNI, maka kai mendesak Pangdam XVII/Cenderawasih menindak secara tegas melalui proses hukum dan administrasi terhadap segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh apart TNI di lapangan.
4. Melakukan pembinaan secara intensif kepada seluruh prajurit TNI baik yang bersifat moral maupun pemahaman tentang HAM sehingga menjamin tida terulangnya kembali tindakan kekerasan oleh aparat TNI terhadap masyarakat sipil dan para pembela HAM di Tanah Papua.