Manokwari- Pembentukan Mejelis Rakyat Papua Barat (MRPB), merupakan sebuah bentuk kegagalan dari pemerintah Provinsi Papua, dalam hal ini Gubernur Provinsi Papua dan DPRP, yang gagal mengimplementasikan Otsus di atas Tanah ini.  Hal itu menyusul, selama lima tahun penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan Otsus di bawah pemerintahan Gubernur Papua, MRP dan DPRP, tidak ada keseriusan dari tiga lembaga Negara tersebut untuk sungguh-sungguh melaksanakan percepatan Otonomi Khusus di Tanah Papua. “Saya tegaskan, selama lima tahun berjalan ini, Gubernur Papua dan DPRP tidak menghasilkan satu perdasus maupun perdasi. Untuk itu, saya sebagai Ketua MRPB menolak dengan tegas pernyataan Gubernur Papua dan DPRP yang menyalahkan pemerintah pusat. Sebenarnya adalah wewenang MRP, Pemerintah Provinsi dan DPRP tidak melakukan amanat Otsus,”kata Ketua MRPB, Vitalis Yumte kepada sejumlah wartawan kemarin di Sekretariat Sementara MRPB, di Hotel Mansinam Beach.

Ketidakseriusan tersebut, kata Yumte adalah pada perdasus tentang tata cara pemilihan Majelis Rakyat Papua. “Sebenarnya perdasus tersebut sudah harus final pada 31 Oktober 2010 lalu, tetapi sampai sekarang ini belum juga final. Dan setelah dipertimbangkan secara matang oleh MRP yang berasal dari wilayah Papua Barat, jika ini terus berlarut-larut maka bagaimana kita bekerja untuk masyarakat di Papua Barat? Kita punya tanggung jawab moril kepada masyarakat yang telah mempercayakan kita. Untuk itu, dari pada rebut soal MRPB, sebaiknya Gubernur Papua dan DPRP, uruslah rakyat Papua, jangan mencampuri urusan di Papua Barat. Marilah kita masing-masing mengurus rumah tangga kita sendiri,” ujar Vitalis.
Dia kembali mengatakan, agar masyarakat di Papua Barat memahami kehadiran MRPB, bahwa pembentukan MRPB adalah sesuai dengan koridor, dimana berdasarkan UU Otsus tahun 2001, UU Nomor 35 tahun 2008, PP 54 tahun 2004 dan surat Menteri Dalam Negeri RI, tentang pembentukan MRP di Papua Barat. “Ini kan merupakan landasan dan acuan hukum yang sudah jelas, untuk MRPB harus dibentuk juga di Papua Barat. Tidak ada kaitannya pembentukan MRPB dengan kegiatan politik pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur saat ini. Pembentukan ini, dilandasi atas kecintaan wakil-wakil adat, perempuan dan agama dari wilayah Papua Barat, terhadap keberlangsungan pengembangan adat, pemberdayaan perempuan dan peningkatan keagamaan di wilayah ini,” kata Vitalis lagi.
Disinggung soal masih banyaknya sikap penolakan kehadiran MRPB di wilayah ini, kata dia, hal itu merupakan hal yang wajar saja, karena masyarakat belum memahami soal peraturan perundang-undangan yang ada. “Kita dialokasikan anggaran dari Papua Barat, masa kita harus kerja di Papua? Dan pembentukan MRPB pun tidak terkesan terburu-buru, karena sudah aturan menjamin itu. Maukah rakyat supaya kita hanya tidur bangun di Papua, sementara masih banyak agenda kerja yang harus kita lakukan untuk kepentingan rakyat Papua di wilayah ini?,” ujar Vitalis ketika disinggung soal terlalu terburu-buru pembentukan MRPB.
Ditanya lagi, dasar hukum rekomendasi MRPB untuk keempat pasangan kandidat yang sudah diserahkan ke KPUPB, sementara hingga saat ini, MRPB belum satu pun membentuk Perdasus, kata dia, dasar rekomendasi yang diberikan kepada empat pasangan alon adalah berdasarkan hasil pleno MRPB. “Itu sudah sah. Jangan orang mengait-ngaitkan kembali kehadiran MRPB ini untuk kepentingan pemilukada. Masih banyak tugas MRPB yang akan dilakukan ke depan. Dan satu hal lagi, MRPB tidak akan berteriak Merdeka, kami akan melaksanakan tugas pokok kami dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya.