Catatan Sejumlah LSM di Papua pada HUT Bhayangkara ke-65

Berkaitan perayaan Hari Bhayangkara ke-65 Polri tanggal 1 Juli kemarin, Koalisi Pembela HAM di Tanah Papua dan  Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) serta Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM (JAP HAM) Papua memberikan sedikit catatan soal kinerja Kepolisian di Papua dalam tahun ini, yang menurutnya perlu adanya pembenahan.  Apa saja catatan mereka?

Makawaru da Chunha, Jainuri, Bintang Papua

 

Anum Siregar,SH, Yusman Conoras,SH, dan rekan-rekannya saat memberi keterangan pers JUmat (1/07) kemarin yang intinya ikut menyoritu kinerja kepolisian di jajaran Polda Papua.

Anum Siregar,SH, Yusman Conoras,SH, dan rekan-rekannya saat memberi keterangan pers JUmat (1/07) kemarin yang intinya ikut menyoritu kinerja kepolisian di jajaran Polda Papua.

Berkaitan dengan kekerasan dan penyalagunaan kewenangan yang dilakukan oleh oknum polisi,  maka Koalisi Pembela HAM di Tanah Papua yang terdiri dari Perwakilan Komnas HAM Papua, Kontras Papua, (BUK) memandang perlu adanya tindakan proses hukum yang tegas, sehingga memberikan rasa keadilan bagi korban dan juga adanya efek jera dan tak terulangnya praktek-praktek tersebut dikemudian hari.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Mathius Murib ketika menyampaikan siaran pers  dari  Koalisi Pembela HAM di Tanah Papua di Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Jumat (1/7). 

 

Bagi pihaknya, setidaknya Polri mempunyai komitmen untuk pemajuan  HAM.” Hal ini ditunjukkan dengan lahirnya beberapa Perkap yang menurut kami sangat memberikan ruang bagi suatu negara demokrasi,”katanya.  Beberapa Perkap tersebut antara lain Perkap No. 08/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas kepolisian dan juga perkap No. 16/2010 tentang Tata cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Polri beserta SOP pendukung. 
Dari peraturan yang disebut di atas, ujarnya, ternyata dalam monitoring yang dilakukan, peraturan kepolisian ini belum berjalan maksimal di Indonensia secara khusus di Papua. Dalam konteks Keterbukaan informasi Publik, terlihat belum ada kesiapan institusi Kepolisian khususnya di Papua karena masih terlilit dengan problem birokrasi cultural; kurang terintegrasinya relasi antara satuan kerja di kepolisian  serta minimnya perangkat system informasi dan dokumentasi yang terpadu. Kemudian dalam hal Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas kepolisian, masih terjadinya penyalagunaan Perkap di lapangan, termasuk masih terjadinya tindakan kekerasan oleh anggota Polisi terhadap masyarakat.
Berdasarkan monitoring pihaknya di tahun ini terdapat beberapa kasus kekerasan dan juga bentuk-bentuk penyalagunaan kewenangan yang dilakukan oleh oknum Polisi, antara lain Tindakan asusila yang dilakukan  terhadap tahanan wanita di Polresta Jayapura, Pemerkosaan di Buper Waena dan hal ini juga terjadi di Biak, penganiayaan terhadap Maigirbes Wakum di Abepura, dan penembakan terhadap masyarakat di Moanemani yang dipicu oleh judi Togel yang juga di backup oleh oknum Polisi setempat. 
“Kami meyakini peristiwa kekerasan dan penyalagunaan kewenangan  yang terjadi berjumlah lebih banyak dari catatan ini, karena catatan ini hanya berdasarkan apa yang termuat dalam media dan pengaduan dari masyarakat kepada kami.  Kami menilai bahwa praktek-praktek kekerasan dan penyalagunaan kewenangan  oleh anggota Polri tidak terlepas dari rendahnya kontrol, pembinaan dan pemahaman hukum dan HAM dari Institusi Kepolisian sendiri,”katanya.
Dengan demikian pihak Koalisi Pembela HAM di Tanah Papua menyatakan sikap sebagai berikut. Pertama, perlu adanya evaluasi yang menyeluruh bagi Institusi Polda Papua dan jajarannya dan juga penguatan kapasitas institusinya dalam mengimplementasikan Keterbukaan Informasi Publik dan juga dalam mengimplementasikan standard-standar HAM dalam tugas dan tanggungjawabnya.
Kedua, berkaitan dengan kekerasan dan penyalagunaan kewenangan yang dilakukan oleh oknum polisi, kami memandang perlu adanya tindakan proses hukum yang tegas, sehingga memberikan rasa keadilan bagi korban dan juga adanya efek jera sehingga tidak terulangnya praktek-praktek tersebut dikemudian hari.

Penanganan Kasus di Kepolisian, Sebagian Tidak Transparan
Selain peringatan yang digelar oleh institusi kepolisian,  hari Bhayangkara ke 65, kepolisian, terutama Polda Papua juga mendapat sorotan tajam dari dua LSM.  Yakni Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) dan Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM (JAP HAM) Papua.
Koordinator AlDP, Anum Siregar,SH mengatakan bahwa tidak semua penanganan kasus-kasus pidana di Kepolisian dilakukan secara terbuka, yakni dengan memberikan kejelasan tentang proses penyidikannya kepada korban maupun tersangka. “Masih banyak hal yang harus diperbaiki oleh pihak Kepolisian,” ungkapnya saat menggelar jumpa pers di Sekretariat AlDP, Jumat (1/7).
Dikatakan, permasalahan-permasalahan di Kepolisian yang tidak jelas perkembangannya dan penyelesaiannya tersebut diantaranya adalah kasus kematian Wartawan Ardiansyah Matrais, dan penganiayaan terhadap Banjir Ambarita.  “Juga kasus oral seks di Rumah Tahanan Polresta Jayapura yang melibatkan anggota, kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur oleh oknum Polisi di Biak, dugaan kasus korupsi yang sudah dilaporkan ke Polda Papua, kasus perawat RSUD Dok II, dan mash banyak lagi kass lainnya,” ungkapnya.
Sementara itu menurutnya, tuntutan kepada Kepolisian untuk dapat bertindak profesional dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pelayan, pengayom, pelindung masyarakat sangat dibutuhkan dalam penanganan kasus yang masuk ke kepolisian.
“Berdasarkan permasalahan tersebut AlDP menginginkan adanya suatu perubahan yang signifikan dalam kinerja aparat kepolisian di HUT nya ke – 65. Polisi dituntut profesional dalam bekerja, sebagai pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat,” ungkapnya.
Dalam penanganan perkara, menurutnya, Polisi harus bersikap obyektif dan tidak memihak. Selain itu juga dituntut untuk lebih mengedepankan mekanisme prosedural yang sistematik, jelas dan transparan. “Itu yang sangat dibutuhkan dalam penanganan kasus,” tegasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Wachyono saat dihubungi via hand phone-nya menyatakan bahwa Polda Papua dalam penegakan hukum konsisten. “Artinya siapapun yang lakukan tindak pidana ataupun pelanggaran hukum akan diproses sesuai aturan hukum yang  berlaku dan tidak ada yang kebal hukum, termasuk angota Polri,” ungkapnya melalui SMS (Sort Massage Service), semalam.
Jadi, menurutnya tidak ada Istilah tebang pilih bagi kepolisian dalam memproses hukum atas tindak pidana. “Perlu diketahui bahwa Polda Papua Tahun 2010 telah melakukan pemecatan terhadap angota yang nakal dan 2011 sampai bulan juli ini sudah 30 anggota yang sudah dipecat atau terancam dipecat,” paparnya. 
Aedangkan atas saran dan masukan yang diberikan, Wachyono mengatakan bahwa pihaknya sangat berterimakasih. “Dan untuk masukannya terimakasih, dan Polda Papua akan berusaha melakukan yang terbaik dalam melakukan tugas pokok, fungsi dan peranannya,” ujarnya.