Saat Masuk Pintu Kuala Kencana

Timika- Ribuan karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) sejak pagi pukul 06.00 wit Senin (4/7) kemarin tiba di pintu masuk kota Kuala Kencana, Checkpoint Kuala Kencana. Saat tiba di pintu masuk kota Kuala Kencana karyawan dihadang  pasukan kendaraan barakuda dan anggota aparat keamanan dari Polres Mimika.

 

 

Karyawan PTFI membubuhi tandatangan dukungan terhadap aksi mogok kerja yang dipimpin oleh PUK SP KEP SPSI PTFI.

Karyawan PTFI membubuhi tandatangan dukungan terhadap aksi mogok kerja yang dipimpin oleh PUK SP KEP SPSI PTFI.

Hingga siang tampak ribuan pekerja yang setia mendampingi Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energy, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT Freeport Indonesia (PUK SP KEP SPSI PTFI) masih tetap menunggu bagaimana hasil negosiasi pengurus POUK SP KEP SPSI PTFI kepada Manajemen PTFI dan Kapolres Mimika.
Sementara aktifitas di dapur pertambangan PTFI di Tembagapura, Mile 74, Greseberg dan tambang bawah tanah, pelabuhan pengiriman konsentrat Portsite Amamapare Timika tutup total.  Dengan kata lain, aktifitas pertambangan FI lumpuh total.
Informasi yang diperoleh bahwa, hasil negosiasi pengurus PUK SP KEP SPSI PTFI  dengan Kapolres Mimika,  AKBP Denny Edward Siregar, SIK di depan pintu masuk Kuala Kencana bahwa manajemen PTFI tidak memperbolehkan karyawan masuk ke kota Kuala Kencana. “Kami sudah bernegosiasi dengan Kapolres Mimika, yang intinya manajemen melarang karyawan masuk ke kota Kuala Kencana untuk bertemu manajemen.  Harap teman-teman karyawan bersabar  hingga perjuangan kita mencapai tujuan yaitu perundingan. Saat ini beberapa pengurus PUK SP KEP SPSI sedang melakukan negosiasi terus menerus  dengan manajemen PTFI di Office Building (OB) satu Kuala Kencana. Pengurus terus melobi manajemen agar bersedia membuka ruang perundingan ,” kata Mesakh Sineri yang memberikan arahan kepada sejumlah komisariat  lapangan di depan pintu masuk Kuala Kencana.
Sementara Sekertaris Umum SP KEP SPSI Republik Indonesia, Subiyanto juga mengadakan lobi dengan Kapolres Mimika agar memperbolehkan ribuan karyawan masuk ke kota Kuala Kencana dan menduduki kantor PTFI di OB satu dan OB dua. Karena keinginan karyawan mau bertemu manajemen FI agar dapat membuka ruang perundingan dengan PUK SP KEP SPSI PTFI.
“ Kami sudah bisa menduga ada permainan tidak sehat yang dilakukan Manajemen PTFI entah kepada dan melalui siapa, karena secara jelas sudah kami sampaikan bahwa kepengurusan yang sah dalam PUK SP KEP SPSI PTFI adalah pengurus dibawah kepemimpinan saudara Sudiro. Dia dipilih oleh anggotanya yang adalah pekerja yang menurut aturan hokum itu sah. Sedangkan kepengurusan PUK SP KEP SPSI PTFI  Pergantian Antar Waktu (PAW)  itu buatan PD  SP KEP Provinsi Papua dan itu menyalahi aturan dan jelas tidak sah karena bukan dipilih oleh anggota,” terang Subiyanto ketika berdialog dengan Kapolres Siregar.
Menanggapi apa yang disampaikan Pengurus PUK SP KEP SPSI dan Sekjend SP KEP SPSI Pusat,  Kapolres Siregar untuk menempuh jalan kompromi dengan kepala dingin dengan  manajemen PTFI. Negosiasi diharapkan dapat ditingkatkan sehingga manajemen FI bersedi menerima tawaran  PUK SP KEP SPSI PTFI untuk berunding.
“Saya kira yang penting untuk dipahami bersama oleh pekerja saat menantikan bagaimana hasilnya adalah, jangan sampai terjadi hal-hal anarkhis. Termasuk jangan sampai ada orang yang terlihat membawa senjata tajam dan sejenisnya. Saya harap jaminan keamanan ini dapat dipertanggungjawabkan rekan-rekan pengurus PUK SP KEP SPSI PTFI,” pinta  Siregar.
Sementara itu, Terhitung sejak pukul 24.00 wit malam tadi, karyawan di Tembagapura, Mile 74 ( tambang), Gressberg (tambang terbuka), under ground (tambang bawah tanah) tidak lagi beroperasi alias mati total. Info dari ribuan karyawan yang bekerja di Tembagapura dan Portsite mengakui karyawan sejak Senin (4/7/2011) sudah bergegas turun untuk bergabung bersama rekan-rekan mereka yang di pintu masuk kota Kuala Kencana, Timika.  “ Tambang lumpuh total, karyawan yang berada di barak di suruh untuk semua turun ke Timika, jadi barak-barak juga kosong tak berpenghuni,” kata beberapa karyawan yang enggan menyebutkan nama mereka di media ini.
Sembari menjelaskan, menurut data statistik target produksi PT FI yang biasanya dapat terlihat dalam website PTFI, ternyata sejak malam telah memasuki angka nol persen.
Semetara karyawan yang turun ke Timika diperkirakan berjumlah 4.000 orang dengan berjalan kaki sepanjang 60 kilo meter. Karyawan menempuh perjalanan dengan medan yang berat dan terjal, serta cuaca buruk, oksigen menipis. Tembagapura terletak di ketinggian sekitar 3000 meter diatas permukaan laut,  dengan cuaca yang sangat ekstrim yang membuat karyawan harus berhati-hati. Ribuan karyawan dikawal oleh anggota dari Polsek Tembagapura hingga tiba di Kuala Kencana Timika.  
Bahkan sumber kuat dari Tembagaoura menyebutkan sekitar  pukul 11.37 dikabarkan long march ribuan karyawan telah memasuki  terowongan Agawagon di Mile 58. Sementara pihak PUK SP KEP SPSI terus bernegosiasi agar manajemen dapat menyiapkan bus bagi karyawan yang turun dari Tembagapura.
Jurubicara PTFI,Ramdani Sirait mengatakan Manajemen PTFI  sangat menghargai seluruh karyawan sebagai bagian dari keluarga besar PTFI dan berusaha untuk terus berkomunikasi dengan serikat pekerja dalam upaya terus menjaga lingkungan kerja yang produktif, kondusif dan aman. Karenanya, manajemen menghimbau seluruh karyawan untuk tetap bekerja dan mendukung upaya ke arah penciptaan lingkungan kerja tersebut.
Mengenai rencana mogok kerja, perusahaan melihat hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena tidak didasarkan pada kegagalan perundingan mengingat perusahaan melalui berbagai korespondensi telah menyatakan kesediaannya untuk segera merundingkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) 2011 - 2013 setelah adanya kejelasan mengenai penyelesaian masalah internal organisasi Pengurus Unit Kerja Federasi Serikat Pekerja - Kimia, Energi & Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT Freeport Indonesia, sebagaimana yang juga telah dikonfirmasi oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, pada 30 Juni 2011.
Pemberitahuan mogok kerja tersebut juga mengindikasikan adanya upaya unjuk rasa yang tidak dapat dibenarkan mengacu kepada surat Kapolres Mimika tanggal 30 Juni 2011 yang menyatakan bertentangan dengan UU No. 9 tahun 1998 bilamana dilaksanakan di wilayah Obyek Vital Nasional.