JAYAPURA- Di tengah gelombang demo ribuan Karyawan PT Freeport Indonesia yang menuntut perbaikan kesejahteraan, maka Suku Moni pun tidak mau ketinggalan untuk menuntut pihak PT Freeport memberikan apa yang menjadi hak mereka selaku salah satu pemilik hak ulayat.     Pasalnya menurut Ema Zonggonau, salah satu tokoh Perempuan Suku Moni, sudah 50 Tahun keberadaan PT. Freeport Indonesia di Wilayah Pegunungan Tengah Papua, belum memberikan kontribusi bagi orang asli Papua, khusus dua suku Moni dan Komoro, yang turun temurun dikenal sebagai pemilik  Tanah Ulayat, dimana  beroperasinya Tambang PT. Freeport.

 

 

Ema Zonggonau

Ema Zonggonau

“Klaim atas keberadaan Tanah ulayat oleh dua suku, Moni dan Komoro, sebab turun temurun dua suku ini secara bersama menempati kawasan Pertambangan terbesar di Dunia itu. Dibagian belakang pegunungan dimana  beroperasinya PT. Freeport ada suku Amungme. Suku Moni dan Komoro yang turun temurun di kawasan tersebut tidak pernah mendapatkan  apa yang menjadi Haknya dari PT. Freeport, seperti layaknya Freeport memberikan hak suku Amungme, untuk Suku Moni Freeport tidak pernah memberikan apa yang jadi Haknya,”jelas Ema Zonggonau, salah satu tokoh Perempuan Suku Moni kepada Bintang Papua, Kamis (7/7), kemarin.  Menurut,Ema,  PT. Freeport tidak pernah memberikan  apa yang menjadi hak suku mereka, seperti hak yang sama diberikan pada suku Amungme,  padahal dalam struktur  histori adat baik suku Moni, Komoro dan Amungme sama-sama berhak atas ulayat mereka, dimana sekarang ada pertambangan raksasa PT. Freeport.  Namun setelah 50 tahun PT Freeport menguasai tanah ulayat  tiga suku di Pegunungan Tengah tersebut, tidak ada yang diberi, yang diberi hanya remah-remah.
“Seharusnya kontribusi yang diberikan Freeport lebih besar bahkan bisa dirasakan oleh  semua orang Papua dipesisir maupun pegunungan Papua, bahkan seluruh  orang Papua di dua Provinsi Papua dan Papua Barat,” ungkap Ema.
Keprihatinan, kekecewaan dan kemarahan orang Papua semakin memuncak manakala Freeport membawa seluruh hasil Tanah ulayat mereka ke luar Papua sementara orang Papua asli sebagai pemilik ulayat dan orang Papua di dua Provinsi  hanya mendapatkan remah remah dari kelimpahan alamnya yang dikuras habis. “Untuk itu sebagai pemilik ulayat dari suku Moni Ema Zonggonau menegaskan bahwa Freeport harus adil dalam memberikan kontribusinya untuk suku Moni, bahkan harus segera membagi hasil dengan Suku Moni, suku Moni harus mendapatkan bagiannya,” tegas Ema.
Menutnya, kurun waktu 50 tahun PT Freeport mengusasi  wilayah Pegunungan Tengah Papua tidak membawa perubahan kesejahteraan bagi orang Papua di kawasan tersebut, bahkan Bupati Klemen Tinal sebagai pucuk pimpinan Daerah Timika dinilai gagal, karena tidak pernah memperjuangkan hak orang asli Papua disana,  jadi Klemen Tinal jangan pernah mimpi, jadi Gubernur Papua kalau dia sendiri tidak pernah mau berjuang bagi kesejahteraan rakyat  di Pegunungan tengah, apalagi suku Moni belum mendaptkan hasil setelah 50 tahun wilayah adatnya dikuasai.
Sekali lagi atas nama tokoh perempuan dan atas nama suku Moni, kami minta agar kontrak karya PT Freeport  ditinjau ulang sebab Kontrak karya PT. Freeport dinilai lemah. “Untuk itu bagi siap yang menjadi pimpinan di Papua harus selesaikan masalah Freeport,” tegas Ema.