Membongkar Skandal “Perselingkuhan” Pejabat Publik Dengan TPN / OPM (bagian 1)

Sejumlah dokumen yang terungkap “menuding” Bupati Mamberamo Raya menjanjikan sejumlah uang kepada TPN OPM dua tahun lalu, Panglima TPN/OPM menagih janji, tudingan berbau makar itu akhirnya digiring ke area politik. Bupati melempar “hak jawab” ke Polda Papua. Akankah Polda Papua terus tutup mulut ???

Oleh : Walhamri Wahid

 

Copyan Surat Panglima TPN OPM Pemka IV Paniai Mamberamo (Jenderal) Thadius Magaiyogi

Copyan Surat Panglima TPN OPM Pemka IV Paniai Mamberamo (Jenderal) Thadius Magaiyogi

Sebuah surat bernomor : 01/VIII-F/MIL/SM/pang-Dgv.II.PNP/2010 yang ber kop Panglima Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) Devisi II Makodam Pemka IV Pania Merangkap Anggota Dewan Revolusioner Papua Barat Melanesia Nation yang di tanda tangani oleh Thadius Jhoni Kimema Jopari Magaiyogi berpangkat “Jenderal” Infanteri yang mengklaim dirinya sebagai Panglima TPN PB Divisi II Makodam Pemka IV Paniai dan Mamberamo ditujukan ke Presiden RI di Jakarta beredar pasca pelaksanaan Pemilukada di Kabupaten Mamberamo Raya.

 

Dalam surat tersebut Panglima OPM Wilayah Paniai dan Mamberamo itu meminta kepada Presiden RI untuk tidak mengeluarkan SK Pelantikan Demianus Kyeuw – Kyeuw sebagai Bupati Mamberamo Raya, dan apabila Presiden tidak mengindahkan suratnya itu, Thadius Magaiyogi selaku Panglima TPN OPM Wilayah Paniai Mamberamo itu “mengancam” akan terjadi pertumpahan darah di Mamberamo Raya. Adapun alasan penundaan pelantikan Bupati Mamberamo Raya, seperti di utarakan oleh Panglima OPM Wilayah Paniai Mamberamo, (Jenderal) Thadius Magaiyogi adalah karena menurutnya Demianus Kyeuw Kyeuw, SH sewaktu masih menjadi Carataker Bupati dua tahun lalu telah membohongi masyarakat Mamberamo Raya dan membuat hal – hal yang tidak di inginkan oleh masyarakat setempat.
“Bapak Demianus Kyeuw – Kyeuw SH janji akan bantu uang Rp. 5.000.000.000 (lima Milyard rupiah) waktu jadi Bupati Carataker,  menyuruh kami mengibarkan bendera bintang kejora, Bapak Demianus Kyeuw – Kyeuw, SH bertanggung jawab, maka kami kibarkan bendera bintang kejora di Poso (Kapeso – Red) pada tanggal 4 (4 Juni 2009 – Red) maka di situlah Brimob tembak masyarakat di kampung itu 1 (satu) orang tewas”, tulis Thadius Magaiyogi dalam selembar suratnya yang tidak di tembuskan kepada siapapun.
Namun berdasarkan penelusuran Bintang Papua surat tersebut belum pernah sampai ke tangan Presiden RI, namun masih tertahan di Kemendagri selama ini, dan juga telah di ketahui oleh beberapa petinggi di Polda Papua maupun TNI – AD di Papua, dan karena surat tersebut pula pelantikan Demianus Kyeuw Kyeuw sebagai Bupati  Mamberamo Raya molor dan bahkan nyaris batal awal Januari 2011 lalu, meski akhirnya ia tetap dilantik dan menjadi Bupati definitif, namun hingga kini masalah tersebut terkesan di tutup – tutupi dari publik.
Demianus Kyeuw – Kyeuw, yang kini telah resmi menjadi Bupati Mamberamo Raya ketika di konfirmasi Bintang Papua Kamis (7/7) di Gedung Diklat Kota Baru Petam Kabupaten Sarmi usai kegiatan KNPI Sarmi menolak berkomentar terkait hal – hal yang dituduhkan kepadanya itu, dan Bupati mengarahkan Bintang Papua untuk meminta keterangan ke Polda Papua saja karena menurutnya masalah itu sudah diserahkan ke Polda Papua.  
“Kalau tanya itu, tanya ke Polda saja. Saya tidak tahu dengan masalah itu. Secara institusi, Polda yang bertanggung jawab,” jawab Bupati memotong pertanyaan Bintang Papua seakan sudah mengetahui kemana arah pertanyaan wartawan yang belum tuntas.
Dan ketika Bintang Papua mencoba mengejar kembali alasan keengganannya menjawab, Bupati balik menuding bahwa media yang menulis sejumlah pemberitaan terkait beberapa persoalan di Mamberamo Raya diantaranya dugaan penyanderaan 17 penumpang speedboat Isak Petrus Muabuay oleh kelompok TPN / OPM Decky Imbiri Cs, pembunuhan Pdt. Krioman, dan pendudukan Lapter Kapeso adalah sebuah rangkaian rekayasa, sebagai media yang tidak profesional dan wartawannya adalah wartawan bodoh.
“Ah, koran itu tidak profesional. Kalo wartawannya juga wartawan bodoh. Tidak masuk akal, kalo saya bahas nanti akan panjang lebar. Jadi tra usah, kalau mau tanya, tanya saja ke Polda”, jawab Bupati ketika didesak oleh Bintang Papua terkait keengganannya memberikan penjelasan dan melimpahkan tanggung jawab tersebut ke Polda Papua. 
Polda Papua melalui Kapolda Irjenpol Bekto Soeprapto sebelum pergantian, maupun melalui Kabidhumas Kombespol Wachyono dan Direskrim Papua Kombespol Petrus Wayne beberapa kali coba di konfirmasi terkait beberapa hal dimaksud sejak sebulan lalu terkesan menutup mulut dengan mengatakan belum mengetahui secara rinci dan akan meminta laporannya dari penyidik dulu, namun hingga berita ini naik cetak tidak ada penjelasan resmi dari Polda Papua hingga selesai masa tugas Irjenpol Bekto Soeprapto sebagai Kapolda Papua Jumat (8/7) kemarin dengan dilantiknya Irjenpol Bigman Lumban Tobing sebagai Kapolda Papua yang baru.
“Saya cek dulu,” jawab Kabidhumas singkat Jumat (8/7) menjawab pertanyaan Bintang Papua dan hingga Minggu (10/7) ketika Bintang Papua kembali menanyakan perkembangan “hasil cek”-nya itu, Kabidhumas sama sekali tidak menanggapi SMS yang dikirimkan.

Kontroversi Surat  Leonard Sayori ke MK  
Tudingan adanya janji Bupati Mamberamo Raya yang menjanjikan uang Rp 5 Milyard kepada OPM di wilayah Mamberamo bukan hanya dilontarkan oleh Panglima TPN PB (Jenderal) Thadius Magaiyogi, sebuah surat lainnya yang ditujukan ke Ketua Mahkamah Konstitusi di Jakarta juga pernah dilayangkan oleh Leonard Sayori saat tengah berlangsung sidang Pemilukada Mamberamo Raya di MK ketika itu.
18 Januari 2010, sekitar pukul 13.25 WIB, Agusniwan Etra salah seorang staff Mahkamah Konstitusi di Jakarta menerima sepucuk surat dari Mamberamo Raya, kemudian ia membuat tanda terima dengan nomor : 347/PAN.MK/2011 di kop Tanda Terima, dan membubuhi stempel MK serta ada paraf tanpa nama di bagian bawah tanda terima berkas tersebut.
Kejanggalan dokumen Tanda Terima itu, kop Tanda Terima-nya bertahun 2011, sedangkan di bagian bawahnya tertulis Jakarta, 18 Januari 2010. Untuk hal itu Bintang Papua sudah melakukan konfirmasi ke Mahkamah Konstitusi via surat elektronik namun belum ada jawaban, sedangkan dua nomor handphone Leonard Sayori yang didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi saat menyerahkan surat tersebut,  085229798888 dan 081284422168 ketika coba di hubungi Bintang Papua sejak dua bulan terakhir sudah tidak aktif, dan keberadaannya tidak diketahui, namun dari penelusuran Bintang Papua di duga Leonard Sayori masih bermukim di Jakarta saat ini.
Dalam suratnya yang dibuat di Jakarta bertanggal 18 Januari 2011 itu Leonard Sayori yang lahir di Jayapura 20 Juni 1977, mengaku pekerjaannya Wiraswasta dan beralamat di Jl. Pelopor No. I Burmeso Mamberamo Raya, atas nama rakyat Mamberamo Raya menyatakan menolak Demianus Kyeuw Kyeuw, SH sebagai Bupati terpilih Kabupaten Mamberamo Raya periode 2010 – 2015.
“Karena Sdr. Demianus Kyeuw Kyeuw, SH dalam memenangkan Pemilukada Kabupaten Mamberamo Raya pada tanggal 14 Oktober 2010 telah bekerja sama dengan pihak separatis OPM, yang berarti sudah melakukan tindakan makar terhadap NKRI, dan saat menjabat sebagai Carataker Mamberamo Raya telah memerintahkan kelompok separatis OPM untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora di Lapangan Terbang Kapeso sehingga terjadi kasus Kapeso Berdarah”, lapor Leonard Sayori dalam suratnya yang ditujukan ke Mahkamah Konstitusi ketika itu.
Dalam suratnya, Leonard Sayori menuding Bupati Mamberamo Raya berada di balik kejadian 4 Juni 2010 saat pengibaran bendera di Lapter Kapeso saat Brimob dan Densus 88 menyerbu dan menurunkan bendera bintang kejora di Lapter Kapeso yang mengakibatkan tewasnya Benny Soromaja (yang bukan anggota separatis) yang ditembak oleh anggota Brimob.
Menurut Leonard serangkaian kegiatan di Lapter Kapeso tersebut di rancang oleh Demianus Kyeuw Kyeuw sebagai upaya untuk menghilangkan atau menghalang – halangi upaya pemeriksaan terhadap dirinya oleh KPK terhadap dugaan penyalahgunaan sejumlah anggaran negara.
“Semuanya itu strategi sistemik sehingga Demianus Kyeuw Kyeuw membuat surat tertanggal 4 September 2010 untuk minta dukungan memenangkan Pemilukada Mamberamo Raya kepada Tuan – Tuan OPM Wilayah Mamberamo Raya yang menggunakan legal cap Bupati Kabupaten Mamberamo Raya dan menjanjikan uang sebesar Rp. 5 Miliard,” tuding Leonard Sayori dalam suratnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pada saat pengibaran bendera Bintang Kejora di Lapter Kapeso pada pukul 08.30 WIT 4 Juni 2009 Demianus Kyeuw Kyeuw sempat hadir bersama seorang Pendeta memberikan dorongan kepada kelompok separatis agar meneruskan kegiatan menduduki Lapter Kapeso dan pengibaran Bintang Kejora, dan menurutnya hal itu ia dengar langsung dari pengakuan salah seorang anggota TPN OPM berinisial YP yang menjadi saksi peristiwa tersebut dan berada di tempat yang sama.
Dimana pada kesempatan tersebut menurut Leonard Sayori Demianus Kyeuw Kyeuw menjanjikan akan memberikan Rp 5 Miliard (dimana sebesar Rp 1 Milyard telah di realisasikan untuk membeli senjata), 1 unit speedboat, BBM 20 drum, beras 20 karung, gula pasir 3 zak, bantuan obat – obatan dan 1 tenaga medis (mantri).  
Menurut Leon, karena janji tersebut, dan dianggap sebagai pembohongan, sehingga Panglima TPN OPM Wilayah Paniai Mamberamo (Jenderal) Thadius Magaiyogi mengirimkan surat ke Presiden RI menolak pelantikan Bupati dan “mengancam” akan terjadi pertumpahan darah bila yang bersangkutan tetap dilantik sebagai Bupati.
Namun dari penelusuran Bintang Papua keterangan Leonard Sayori dalam suratnya di MK itu berbeda dengan keterangan informan Bintang Papua yang terlibat langsung dalam peristiwa Lapter Kapeso, dan juga berbeda dengan Laporan Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Direktur Kewaspadaan Nasional (Dirwasnas) Kesatuan Kebangsaan dan Politik (Kesbangpol) Kemendagri.
Dimana menurut informan Bintang Papua yang mengaku sebagai salah satu anak buah Decky Imbiri yang menjabat sebagai Komandan Regu, bahwa baik sebelum penaikan bendera Bintang Kejora maupun setelah Bintang Kejora berkibar sejak 3 Mei 2009 – 4 Juni 2009, Demianus Kyeuw Kyeuw tidak pernah hadir di Lapter Kapeso tapi hanya sampai di kampung Konika untuk melakukan pertemuan dengan perwakilan TPN / OPM maupun di Kampung Bagusa, namun seminggu sebelum di lakukan pengibaran Bintang Kejora, saat sedang dilakukan pendropan masyarakat dari kampung – kampung dan berkumpul di Kapeso, di saat mereka tengah membangun pondok – pondok mendarat sebuah pesawat milik Yajasi yang membawa 2 orang pendeta.
“pesawat terbang itu putar – putar di atas sebanyak 7 kali sebelum mendarat, pas kami lagi sibuk bikin pondok – pondok di sekitar Lapter, kemudian kami berlari ke arah pesawat dan kami lihat 2 (dua) orang Pendeta berinisial DM dan Pendeta AY, dan saat itu kepada kami pendeta berpesan : “Ade – ade, apa yang kamu sudah buat, kamu jalankan saja, dan kaka – kaka mendukung dari belakang”, kemudian kami bersama – sama menuju kantor Klasis”, kata informan Bintang Papua dalam sebuah sesi wawancara di seputaran Waena yang tidak membantah kedekatan kedua pendeta tersebut dengan Demianus Kyeuw Kyeuw, bahkan ia menyebut pendeta dmaksud adalah “orang kepercayaan”nya.
Dan dalam kantor Klasis kedua pendeta tersebut memanggil Decky Imbiri tetapi Decky Imbiri tdak mau datang, dan selanjutnya dilakukan pertemuan tertutup antara Cosmos Makabori, dengan seorang Guru Penginjil di Kapeso berinisial MK dan Mince Jansenem yang dikenal sebagai Mama Doa, sedangkan personil lainnya tinggal di luar kantor Klasis.
“tak lama kemudian usai pertemuan Cosmos Makabori keluar dan ketika saya tanya bagaimana hasilnya, ia menjawab : “pembicaraan di dalam sama dengan yang disampaikan oleh kedua pendeta tadi di Lapter, jadi pendeta bilang kita jalan saja, mereka mendukung dari belakang”, kata sang Informan membantah surat Leonard Sayori yang menyebutkan Bupati Mamberamo Raya hadir bersama dengan pendeta di Kapeso.
Sedangkan peristiwa tertembaknya Beny Soromaja menurutnya,  setelah pengibaran Bintang Kejora 3 Mei 2009 dan puncaknya 4 Juni 2009, meski Brmob dan Densus 88 sudah berada di lokasi namun ada upaya dari Pemerintah Daerah untuk melakukan mediasi dengan kelompok Decky Imbiri, dimana ketika itu TPN / OPM meminta dilakukan pertemuan tiga tungku, antara adat, pemerintah dan gereja, namun dalam pertemuan tertutup beberapa kali di Kampung Konika yang hanya di hadiri oleh Gereja dan Pemerintah dan juga di hadiri oleh Bupati Demianus Kyeuw Kyeuw tidak menghasilkan kesepakatan apa – apa, akhirnya masyarakat kembali ke Kapeso sedangkan Bupati hanya sampai di Bagusa dan ketika sampai di muara Sawandi masyarakat diserbu oleh Brimob yang menyebabkan Beni Soromaja tertembak.
Dan terkait janji memberikan Rp. 5 Milyard dan sejumlah barang – barang lainnya yang menurut Leonard Sayori dijanjikan oleh Bupati langsung ketika datang ke Lapter Kapeso bersama seorang pendeta, bertentangan dengan temuan TPF Dirwasnas Kesbangpol Kemendagri, dimana dari laporan TPF dari hasil wawancara dengan Nikanor Aronggear Patay pada 19 February 2011, pukul 13.00 WIT di Tanjung Marine Hamadi Jayapura, terungkap bahwa janji memberikan Rp 5 Milyard tersebut disampaikan oleh seorang pendeta berinisial DM kepada mereka dalam pertemuan malam di kantor Klasis Kapeso, dan bukan oleh Bupati secara langsung.
“Pendeta menyampaikan bahwa Demianus Kyeuw Kyeuw akan memberikan uang Rp 5 Miliard, 1 unit speedboat, BBM, gula pasir, beras, obat – obatan dan tenaga medis kepada kami setelah selesai membantu mengacaukan situasi di Kapeso dengan menaikkan bendera Bintang Kejora”, kata Nikanor Aronggear Patay kepada TPF sebagaimana tertuang dalam laporan TPF.
Namun Nikanor Aronggear Patay yang sedang berada di Serui pada pemberitaan Bintang Papua edisi 9 Juni 2011 membantah semua laporan TPF yang memuat keterangannya yang mengungkapkan adanya penyanderaan terhadap speedboat yang di tumpangi Kabag Umum Mamberamo Raya Isak Petrus Muabuay bersama 16 orang penumpang lainnya di perairan Mamberamo oleh TPN OPM Kelompok Decky Imbiri Cs, kasus Kapeso Berdarah, dan pembunuhan Pdt. Zeth Krioman oleh Jhon Tanaty adalah satu rangkaian peristiwa yang tidak terpisahkan, dan  dan ia juga membantah pernah ke Jayapura untuk bertemu muka dengan TPF, meski TPF memiliki fotonya saat memberikan keterangan dalam sebuah mobil.
Terkait semua tudingan tersebut, Bupati Mamberamo Raya Demianus Kyeuw Kyeuw, SH dalam dua kali kesempatan memberikan keterangan kepada Bintang Papua dengan tegas membantah, dimana via ponsel Perwira Penghubung (Pabung) Kodim Mamberamo Raya Kapten Suharman Kamis, 5 Mei 2011, Bupati menjelaskan bahwa surat dan sejumlah isu yang di hembuskan oleh beberapa pihak merupakan sisa – sisa pelaksanaan Pemilukada yang telah selesai, dan itu merupakan upaya – upaya dari lawan politiknya yang belum bisa menerima kekalahan.
Dan pada wawancara langsung oleh wartawan Bintang Papua di Sarmi Kamis (7/7) kemarin secara tidak langsung Bupati membantah mentah – mentah semua tuduhan tersebut, dan mengatakan bahwa semua tudingan dan tuduhan yang di tujukan kepadanya merupakan sebuah bagian dari konspirasi dan sisa – sisa dari perseteruan politik.
Sayangnya dalam setiap kesempatan wawancara Bupati enggan menjelaskan secara rinci atau membantah rentetan beberapa kejadian yang di tuduhkan kepadanya dan memilih melempar masalah tersebut ke Polda Papua untuk memberikan penjelasan, dan anehnya Polda Papua juga justru terkesan menutup – nutupi hal tersebut dan menghindari pertanyaan wartawan seputar hal tersebut. (Bersambung)