JAYAPURA—Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Indonesia (Kingmi) Pdt. Dr Benny Giay menegaskan pihaknya menyampaikan aspirasi kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Panglima Tertingi ABRI  melalui DPR Papua. Hal    ini guna menyikapi pernyataan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunun yang mengatakan Sinode Gereja Kingmi Papua sebagai Gereja berbasis kedaerahan/kesukuan yang dibentuk untuk mendapat dana sebanyak-sebanyaknya dari Pemerintah untuk membiayai perjuangan Politik Papua merdeka dengan dalih wakil umat.
Hal itu  disampaikan Benny Giay ketika menggelar doa dan ibadah di Halaman Kantor DPRP, Jayapura, Rabu (20/7).

Usai doa dan ibadah, Koordinator Lapangan Pdt. Dominggus Pigay membacakan aspirasi disaksikan Sinode Gereja Kingmi Pdt. Dr Benny Giay bersama para korban stigmatisasi separatis. Mereka kemudian meminta bertemu pimpinan dan anggota DPRP. Tapi para wakil rakyat belum juga turun, maka   Benny Giay meletakan surat aspirasi di lantai persis di depan pintu utama Kantor DPRP. Mereka pun bergegas meninggalkan   rumah rakyat untuk  kembali ke Kantor Sinode Gereja Kingmi Papua yang berjarak sekitar 200 meter. Namun demikian, sesaat kemudian Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda SH, Ketua Komisi A DPRP Ruben Magay SIP serta Wakil Ketua Komisi E DPRP Ananias Pigay datang menemui mereka sembari memina maaf atas keterlambatannya lantaran tengah mengikuti rapat  Badan Musyawarah DPRP.
Yunus Wonda mengatakan, pihaknya telah  memfasilitasi pertemuan untuk meminta klarifikasi bersama Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen Erfi Triassunu serta bersedia menyampaikan aspirasi ini kepada Presiden RI di Jakarta. “Perjuangan kesana amat panjang dan membutuhkan dukungan  dari seluruh pengurus dan jemaat Kingmi. Tanpa dukungan ini maka semua perjuangan sia sia,” katanya.    
Benny Giay menegaskan, pihaknya  sebagai pimpinan umat Kingmi di Tanah Papua menyampaikan secara terbuka kepada Presiden RI  tentang keprihatinan Gereja kami menyikapi sebuah dokumen Rahasia bernomor: R/773/IV/2011 yang dikeluarkan pada tanggal 30 April,  oleh Mayjend TNI Erfi Triassunu, Pangdam XVII/Cenderawasih atas laporan Pdt. Karel Maniani STh, Ketua GKII (Gereja Kemah Injil Indonesia) wilayah Papua dan masukan dari berbagai kalangan di Kodam yang diangkat media asing pada tanggal 7 Juli lalu.
Atas surat tersebut lanjut Beny Giay pihaknya, Kingmi akan menyampaikan beberapa hal kepada Presiden. Sedikitnya ada 6 pint yang akan disampaikan ke SBY. Antara lain, Kingmi menolak segala usaha baik sengaja maupun tidak oleh pihak manapun yang berupaya menggiring opini publik untuk mereduksi hakekat keberadaan lembaga  agama menjadi organisasi politik; atau mengidentikkan Gereja dengan OPM. Kami menyesalkan sikap dan kebiasaan yang telah lama dipelihara dalam benak penguasa pemerintah yang melihat semua gerak dan dinamika kehidupan Gereja Papua semata-mata dari sudut pandang politik. Cara pandang demikian menghalangi penguasa gagal melihat peran Gereja  membangun  persaudaraan dan kesetia-kawanan dengan mereka yang menderita dan tersingkirkan. Berikutnya,  dengan berpijak kepada keyakinan demikian, KINGMI menyatakan bahwa Sinode Gereja Kingmi Papua tidak seperti apa yang dibayangkan oleh pemerintah yang diwakili Pangdam dan Gereja Kemah Injil Indonesia dan lembaga binaan lainnya. Kami menolak posisi “pendukung OPM” yang diberikan Pangdam; kami yakin ini sebuah siasat untuk untuk mematikan peran kenabian” Gereja di Tanah Papua; yang dilakukan untuk menjaga proyek Papua sebagai “situs kekerasan”, situs ratapan dan trauma” warga bangsa (orang asli) Papua, yang menurut kami bertentangan dengan apa yang diajarkan Tuhan dan Allah Gereja kami. Serta empat poin lainnya.
Dikatakan, sebagai Gereja, kami terus berhadap Bapak Presiden menggenapi janji kampanye Bapak untuk memperjuangkan Papua yang aman dan nyaman, tidak hanya untuk pendatang tetapi terlebih warga bangsa (orang asli) Papua.
Sambil berdoa supaya Tuhan memberikan pencerahan kepada pemerintah dan Negara ini agar ia berubah wajah, tidak hanya “rajin-rajin memasang  spanduk: damai dan kasih itu indah” dan rajin-rajin memekarkan Provinsi dan kota/Kabupaten di Tanah Papua, tetapi mulai mengeluarkan aturan hokum dan kebijakan yang berpihak kepada rakyat Papua  agar umat Tuhan di Tanah ini bisa memekarkan potensi dan idealisme dan impian hidup baik yang dikaruniakan Tuhan kepadanya; yang selama ini dikekang politik stigma dan kebijakan serta ideology pembangunan yang tidak berpihak kepada bangsa (orang asli) Papua.