Franzalbert  Joku: ILWP Tak Punya Hak Mengatasnamakan Rakyat Papua

Franzalbert  Joku

Franzalbert Joku

JAYAPURA—Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) k-1  International Lawyer for West Papua (ILWP) di Oxford, London, Inggris pada tanggal 2 Agustus 2011 mendatang , ditanggapi dingin Ketua Umum Badan Otorita Adat Sentani Franzalbert  Joku.
Ketika dimintai tanggapannya  via ponsel semalam  menegaskan, ILWP tak mempunyai  hak untuk mengatasnamakan rakyat Papua.
Pasalnya, KTT  ILWP  sengaja dipolitisir  dan dibesar besarkan itu  sebenarnya didesain  untuk membesarkan perjuangan Benny Wenda di Inggris. Karena tanpa komoditas   politik seperti Benny Wenda, maka Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)  itu sulit  menghidupkan dirinya secara finansial dan akan mati.

“Jadi pengaruh KTT  ILWP yang digembor gemborkan masyarakat  dan media  massa di Papua sebenarnya sebatas itu,” tukasnya. 
Sementara Anggota Komisi A DPR Papua yang membidangi masalah politik  Ignasius  W Mimin Amd IP yang dihubungi terpisah terkait KTT  ILWP menegaskan, pemerintah seharusnya mengambil  langkah penyelesian dan tak perlu menggap remeh permasalahan ini. Pasalnya, kegiatan ini juga  antara lain dipicu kegagalan  UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana 11 rekomendasi saat digelar  Musyawarah Besar Majelis Rakyat Papua (MRP) beberapa waktu lalu.
Apabila pemerintah Indonesia menghargai UU Otonomi Khuus yang mereka buat  tak mungkin terjadi kesimpang siuran seperti ini. Semua roh dari UU Otonomi Khusus  sudah  tak ada lagi. Apalagi kini  terjadu dualisme MRP Provinsi Papua dan Papua Barat.
“Seluruh negara negara penyandang dana Otonomi Khusus mereka marah,” ungkapnya.  
Sebagaimana diwartakan koran ini, Duta Besar  Indonesia untuk Kerajaaan  Inggris Yuri Thamrin menegaskan,  KTT ILWP sebagai salah satu upaya pencitraan  kepada masyarakat internasional seakan akan ada dukangan dari pemerintah Inggris serta  untuk menyudutkan Indonesia di dunia internasional.
Padahal, ujarnya, Perdana Menteri Inggris David Cameron dalam  pernyataan pada 19 Juli 2011 lalu bahwa Inggris sangat  mendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasalnya, Inggris  adalah negara yang menganut sistim demokrasi  sehingga kegiatan seperti itu bisa terlaksana.  Tapi gaungnya tidaklah besar. 
“Untuk itu masyararakat  di Papua  tak  perlu terprovokasi  dengan rencana kegiatan tersebut,” katanya.
Sementara itu,  untuk mendukung pelaksanaan konferensi Oxford pada 2 Agustus mendatang di Inggris. Komite Nasional Papua Barat (KNPB) wilayah Biak Numfor, akan menggelar aksi damai dan orasi terkait aspirasi orang Papua yang menghendaki kemerdekaan penuh rakyat Papua Barat. Kegiatan tersebut akan diawali dengan menggelar sidang parlemen daerah pada 1 Agustus, sedangkan puncaknya pada 2 Agustus digelar aksi damai dan orasi yang diawali dengan ibadah syukur di Aidoram atau kantor dewan adat KBS Sorido. Waktu kegiatan akan berlangsung sejak pagi hingga selesai.
Sekjen KNPB setempat Edy Hanasbey saat melakukan jumpa pers Jumat (29/7) dengan sejumlah wartawan mengatakan, bentuk kegiatan yang dilaksanakan adalah aksi damai dan tetap akan dilaksanakan.  Dalam kegiatan tersebut, orasi yang diangkat tentang referendum sebagai isu terbaik yang akan disampaikan. “Intinya kami akan menyampaikan referendum yang menjadi keinginan rakyat Papua untuk merdeka, sekali lagi kami inginkan kemerdekaan bukan dialog Papua-Jakarta itu,” ujarnya.
Dalam kegiatan yang telah direncakan KNPB dengan dukungan Parlemen Rakyat Daerah (PRD) dan TPN/OPM di wilayah Biak, pihaknya juga telah menghimbau pada saat menggelar aksi tidak diperkenankan untuk menggunakan atribut bintang kejora, apalagi menaikan bendera bintang kejora. “Kami sudah himbau agar yang ada hanya ibadah syukur, aksi damai dan orasi, tidak harus menaikan bendera bintang kejora dan tidak melakukan hal-hal yang anarkis. Kegiatan juga akan melibatkan semua masyarakat dari kampung-kampung, sedangkan sumber dana berasal dari swadaya masyarakat Papua,” katanya.
Lebih lanjut kata Hanasbey, referendum adalah tawaran terakhir bagi rakyat Papua sebab secara hukum rakyat Papua tidak mengakui adanya Pepera yang cacad hukum itu. Sikap KNPB sendiri sangat optimis bahwa konferensi Oxford tidak akan gagal, dan akan mendapatkan hasil yang diharapkan rakyat Papua. “Kami pilih merdeka, bukan dialog Papua-Jakarta, tidak ada pilihan lain dan KNPB berjuang untuk merdeka,” tegasnya.
Ketua Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Biak, Harry Ronsumbre mengatakan, kegiatan syukuran untuk memberikan dukungan kepada konferensi Oxford merupakan kesepakatan rakyat Papua. Dan serentak akan dilakukan diseluruh tanah Papua. “Intinya ini merupakan perjuangan lewat dukungan rakyat, dan jelas menolak keabsahan Pepera yang sedang dibahas dalam tingkat internasional. Dan referendum atau penentuan nasib sendiri wajib dihormati, dan merupakan kehendak rakyat Papua,” ujarnya.
Sementara anggota TPN/OPM berpangkat Letnan Jenderal, Mikha Awom mengatakan, yang pertama yaitu mengucap syukur melalui doa syukuran bersama atas keberhasilan ditingkat internasional. Sedikitnya pihak TPN/OPM di wilayah ini mengharapkan agar apa yang dibicarakan ditingkat konferensi internasional itulah yang pihaknya ikuti. “Kami TPN/OPM hanya bisa mengucap syukur lewat aksi tanggal 2 Agustus nanti. Kami juga telah ditekan dunia internasional untuk tidak menaikan bintang fajar,” ujarnya.
Disinggung tentang dukungan terhadap Dewan Adat Byak (DAB) sendiri, kata Mikha Awom selama ini pihaknya melihat sejak awal ada perjuangan murni, tetapi lama kelamaan pihaknya merasa hanya dijadikan sebagai obyek politik. “Kami tidak mau jadi obyek politik saja, intinya sekarang secara tegas kami berjuang bersama KNPB dan PRD agar proses Pepera 1969 yang secara hukum telah cacad itu harus dikembalikan,” tegasnya.