Franzalbert Joku: ILWP Tak Punya Hak Mengatasnamakan Rakyat Papua
Franzalbert
Joku
Ketika dimintai
tanggapannya via ponsel semalam menegaskan, ILWP tak mempunyai hak
untuk mengatasnamakan rakyat Papua.
Pasalnya, KTT ILWP sengaja
dipolitisir dan dibesar besarkan itu sebenarnya didesain untuk
membesarkan perjuangan Benny Wenda di Inggris. Karena tanpa komoditas
politik seperti Benny Wenda, maka Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) itu
sulit menghidupkan dirinya secara finansial dan akan mati.
“Jadi pengaruh KTT ILWP yang digembor gemborkan masyarakat dan media
massa di Papua sebenarnya sebatas itu,” tukasnya.
Sementara Anggota
Komisi A DPR Papua yang membidangi masalah politik Ignasius W Mimin
Amd IP yang dihubungi terpisah terkait KTT ILWP menegaskan, pemerintah
seharusnya mengambil langkah penyelesian dan tak perlu menggap remeh
permasalahan ini. Pasalnya, kegiatan ini juga antara lain dipicu
kegagalan UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana 11
rekomendasi saat digelar Musyawarah Besar Majelis Rakyat Papua (MRP)
beberapa waktu lalu.
Apabila pemerintah Indonesia menghargai UU
Otonomi Khuus yang mereka buat tak mungkin terjadi kesimpang siuran
seperti ini. Semua roh dari UU Otonomi Khusus sudah tak ada lagi.
Apalagi kini terjadu dualisme MRP Provinsi Papua dan Papua Barat.
“Seluruh
negara negara penyandang dana Otonomi Khusus mereka marah,”
ungkapnya.
Sebagaimana diwartakan koran ini, Duta Besar Indonesia
untuk Kerajaaan Inggris Yuri Thamrin menegaskan, KTT ILWP sebagai
salah satu upaya pencitraan kepada masyarakat internasional seakan akan
ada dukangan dari pemerintah Inggris serta untuk menyudutkan Indonesia
di dunia internasional.
Padahal, ujarnya, Perdana Menteri Inggris
David Cameron dalam pernyataan pada 19 Juli 2011 lalu bahwa Inggris
sangat mendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasalnya,
Inggris adalah negara yang menganut sistim demokrasi sehingga
kegiatan seperti itu bisa terlaksana. Tapi gaungnya tidaklah besar.
“Untuk
itu masyararakat di Papua tak perlu terprovokasi dengan rencana
kegiatan tersebut,” katanya.
Sementara itu, untuk mendukung
pelaksanaan konferensi Oxford pada 2 Agustus mendatang di Inggris.
Komite Nasional Papua Barat (KNPB) wilayah Biak Numfor, akan menggelar
aksi damai dan orasi terkait aspirasi orang Papua yang menghendaki
kemerdekaan penuh rakyat Papua Barat. Kegiatan tersebut akan diawali
dengan menggelar sidang parlemen daerah pada 1 Agustus, sedangkan
puncaknya pada 2 Agustus digelar aksi damai dan orasi yang diawali
dengan ibadah syukur di Aidoram atau kantor dewan adat KBS Sorido. Waktu
kegiatan akan berlangsung sejak pagi hingga selesai.
Sekjen KNPB
setempat Edy Hanasbey saat melakukan jumpa pers Jumat (29/7) dengan
sejumlah wartawan mengatakan, bentuk kegiatan yang dilaksanakan adalah
aksi damai dan tetap akan dilaksanakan. Dalam kegiatan tersebut, orasi
yang diangkat tentang referendum sebagai isu terbaik yang akan
disampaikan. “Intinya kami akan menyampaikan referendum yang menjadi
keinginan rakyat Papua untuk merdeka, sekali lagi kami inginkan
kemerdekaan bukan dialog Papua-Jakarta itu,” ujarnya.
Dalam kegiatan
yang telah direncakan KNPB dengan dukungan Parlemen Rakyat Daerah (PRD)
dan TPN/OPM di wilayah Biak, pihaknya juga telah menghimbau pada saat
menggelar aksi tidak diperkenankan untuk menggunakan atribut bintang
kejora, apalagi menaikan bendera bintang kejora. “Kami sudah himbau agar
yang ada hanya ibadah syukur, aksi damai dan orasi, tidak harus
menaikan bendera bintang kejora dan tidak melakukan hal-hal yang
anarkis. Kegiatan juga akan melibatkan semua masyarakat dari
kampung-kampung, sedangkan sumber dana berasal dari swadaya masyarakat
Papua,” katanya.
Lebih lanjut kata Hanasbey, referendum adalah
tawaran terakhir bagi rakyat Papua sebab secara hukum rakyat Papua tidak
mengakui adanya Pepera yang cacad hukum itu. Sikap KNPB sendiri sangat
optimis bahwa konferensi Oxford tidak akan gagal, dan akan mendapatkan
hasil yang diharapkan rakyat Papua. “Kami pilih merdeka, bukan dialog
Papua-Jakarta, tidak ada pilihan lain dan KNPB berjuang untuk merdeka,”
tegasnya.
Ketua Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Biak, Harry Ronsumbre
mengatakan, kegiatan syukuran untuk memberikan dukungan kepada
konferensi Oxford merupakan kesepakatan rakyat Papua. Dan serentak akan
dilakukan diseluruh tanah Papua. “Intinya ini merupakan perjuangan lewat
dukungan rakyat, dan jelas menolak keabsahan Pepera yang sedang dibahas
dalam tingkat internasional. Dan referendum atau penentuan nasib
sendiri wajib dihormati, dan merupakan kehendak rakyat Papua,” ujarnya.
Sementara
anggota TPN/OPM berpangkat Letnan Jenderal, Mikha Awom mengatakan, yang
pertama yaitu mengucap syukur melalui doa syukuran bersama atas
keberhasilan ditingkat internasional. Sedikitnya pihak TPN/OPM di
wilayah ini mengharapkan agar apa yang dibicarakan ditingkat konferensi
internasional itulah yang pihaknya ikuti. “Kami TPN/OPM hanya bisa
mengucap syukur lewat aksi tanggal 2 Agustus nanti. Kami juga telah
ditekan dunia internasional untuk tidak menaikan bintang fajar,”
ujarnya.
Disinggung tentang dukungan terhadap Dewan Adat Byak (DAB)
sendiri, kata Mikha Awom selama ini pihaknya melihat sejak awal ada
perjuangan murni, tetapi lama kelamaan pihaknya merasa hanya dijadikan
sebagai obyek politik. “Kami tidak mau jadi obyek politik saja, intinya
sekarang secara tegas kami berjuang bersama KNPB dan PRD agar proses
Pepera 1969 yang secara hukum telah cacad itu harus dikembalikan,”
tegasnya.