Pangdam: Tidak Ada Pengaruhnya ke NKRI

JAYAPURA - Sebanyak 19 dokumen rahasia milik Kopassus yang berisikan soal separatis Papua   dibocorkan oleh kelompok media Fairfax Australia, Sabtu (13/8) pekan kemarin.    Dokumen antara tahun 2006-2009 itu berisi salah satunya tentang gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka serta persenjataan mereka.
Terkait dengan itu, Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu menegaskan TNI Angkatan Darat (AD) tidak akan terpengaruh dengan 19 dokumen kopassus yang dibocorkan tersebut.  “Tidak ada pengaruhnya itu, NKRI tetap utuh, kita juga masih memeriksanya, marilah sama-sama kita periksa,” kata Pangdam Erfi Triassunu, Minggu (14/8). Menurutnya, pihak yang sengaja membocorkan, hanya ingin menunjukan bahwa TNI tidak dalam keadaan yang kuat untuk melindungi benda berharganya. “Tapi itu bukan berarti akan mengancam keutuhan negara, kita tetap utuh,” ucapnya.

Meski tahu tentang dokumen tersebut, Erfi belum bisa menjelaskan secara detail. “Ya waktu itu kan saya belum jadi Pangdam, jadi belum tahu persisnya, tapi kita terus memeriksa,” katanya
Dokumen yang berjudul ‘Anatomi Separatisme Papua’ itu bahkan menyentil tentang gerakan pendukung Papua Merdeka yang ada di luar negeri. Diantaranya Senator AS dari Partai Demokrat, Dianne Feinstein; anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh, Andrew Smith; mantan Perdana Menteri Papua Niugini, Michael Somare, bahkan pejuang antiapartheid Afrika Selatan, Uskup Agung Desmond Tutu.
Uniknya, nama sederet wartawan, politisi, akademisi, serta para pemimpin agama dari berbagai negara, dimasukkan sebagai pendukung atau sekurangnya yang diincar. “Ini tidak ada pengaruhnya untuk negara, tidak ada itu,” pungkasnya.
Dalam laporan itu juga disebutkan, ada sekelompok penghasut bersenjata yang mampu menjalankan taktik perang gerilya tersebar hampir di seluruh wilayah Papua. Kopassus menyebut kelompok tersebut terdiri atas 1.129 orang, tetapi hanya memiliki 131 senjata (api) dan empat granat.
Salah satu surat kabar dari kelompok media Fairfax, The Saturday Age, mengaku mendapatkan 19 dokumen rahasia Kopassus, yang dibuat tahun 2006-2009. Surat kabar tersebut tidak menyebutkan bagaimana dokumen tersebut bisa bocor ke tangan mereka.
Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat Papua menyesalkan isi dokumen Kopassus yang dibocorkan oleh kelompok media Fairfax Australia, Sabtu pekan kemarin. Dokumen tersebut memperlihatkan betapa rencana buruk Kopassus untuk meneror tokoh Papua berhasil diketahui.
“Bila nama-nama dalam laporan itu hanya untuk diincar dan selanjutnya dihabisi, ya kita menentangnya, itu tidak sesuai ajaran Tuhan, pembunuhan akan selalu dikecam banyak orang,” kata Julius Miagoni, Sekertaris Komisi A DPR Papua.
Ia memandang, ‘menghabisi’ orang Papua seperti dilakukan oleh TNI, tidak akan membuat masalah kemerdekaan Papua reda. Sejatinya pembunuhan tokoh Papua seperti Theys Eluay malah menciptakan gerakan Papua Merdeka makin kuat. “Lihat saja sekarang, sudah banyak orang Papua dibunuh, tapi buktinya gerakan itu tidak hilang, saya kira TNI perlu merefleksi ulang,” paparnya.
Ia menyebut strategi yang digunakan Kopassus dengan membunuh untuk menghilangkan isu kemerdekaan saat ini, tidak tepat. “Akan tumbuh terus, saya kira pendekatan yang dilakukan harus berbeda, orang Papua sudah tahu cara lama seperti itu,” katanya.
Sementara itu, Dewan Adat Papua mengecam 19 dokumen Kopassus yang berisikan laporan mengenai adanya gerakan mendukung ‘kemerdekaan’ dibangun oleh sejumlah tokoh Papua di Jayapura
Dokumen antara tahun 2006-2009 itu dinilai salah melaporkan dan tidak sesuai fakta. “Isi dokumen itu tidak tepat, kalau ada tokoh yang memang dianggap salah atau mendukung kemerdekaan, ya ditangkap saja, kan ada prosesnya, bukan melaporkan atau kemudian meneror,” kata Forkorus Yeboisembut, Ketua DAP.
Menurutnya, bila kemudian dokumen itu jatuh ke media Australia dan dipublikasikan, itu sah-sah saja.
Ia menyesalkan dokumen tersebut menyentil nama wartawan yang sebenarnya tidak terkait dengan kelompok Organisasi Papua Merdeka. “Wartawan atau siapapun dalam dokumen itu tidak terkait, jikalau mereka menulis, itu karena kepedulian mereka, jadi jangan langsung dijadikan sebagai target,” katanya.
DAP meminta Kopassus untuk tidak serampangan melaporkan. “Lihat dulu, boleh saja memetakan sesuatu, tapi kalau kemudian ini menjadi bahan yang bisa membahayakan, tentu tidak bisa diterima.”
Dokumen yang berjudul ‘Anatomi Separatisme Papua’ itu antara lain berisikan laporan tentang gerakan pendukung Papua Merdeka yang ada di luar negeri. Diantaranya Senator AS dari Partai Demokrat, Dianne Feinstein; anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh, Andrew Smith; mantan Perdana Menteri Papua Niugini, Michael Somare, bahkan pejuang antiapartheid Afrika Selatan, Uskup Agung Desmond Tutu.
Dalam laporan itu juga disebutkan, ada sekelompok penghasut bersenjata yang mampu menjalankan taktik perang gerilya tersebar hampir di seluruh wilayah Papua. Kopassus menyebut kelompok tersebut terdiri atas 1.129 orang, tetapi hanya memiliki 131 senjata (api) dan empat granat.
Salah satu bagian laporan itu dibuat pada Triwulan I untuk Pos Kotaraja oleh Danpos, Lettu Inf Nur Wahyudi, Agustus 2007 silam. Laporan tersebut mengungkap data 15 orang-orang Papua yang menjadi target dan diberi kode tokoh-tokoh GSP/P.