JAYAPURA – Dengan memberi judul ‘Aspek Hukum adanya aneksasi kemerdekaan kedaulatan Bangsa Papua Barat oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Follow Upnya’ dengan sub judul ‘Rakyat Papua Menggugat!’,  Forkorus Yaboisembut menyatakan bahwa Ia menulis buku tersebut sebagai bentuk pertanggungjawabannya.  “Saya menulis buku ini sebagai bentuk pertanggungjawaban saya sebagai ketua Dewan Adat Papua (DAP) dan juga sebagai Dewan Panel Dewan Papua Wilayah Mamta,” ungkap Forkorus didampingi sejumlah unsure tokoh perjuangan Papua Merdeka,  saat menggelar jumpa pers usai peluncuran buku yang disusun selama kurang lebih 5 bulan tersebut, di Aula Museum Negeri Jayapura, di Waena, Senin (15/8).  Tanggung jawab tersebut, menurutnya adalah yang diamanatkan saat Ia dipilih sebagai Ketua DAP Tahun 2007 lalu.  “Saya bertangung jawab untuk meluruskan sejarah Papua, sebagai salah satu agenda konggres Papua II.  Kemudian dari sisi adat, kemarin saya dipilih sebagai ketua DAP ganti Pak Tom (Tom Beanal) , sampai pada saat mau dilantik masyarakat minta bahwa jangan lupa perjuangkan Papua Merdeka,” jelasnya.

Selain itu, diakui bahwa buku yang disusunnya sendiri tersbeut juga untuk mengcounter (menandingi) sebuah buku yang pernah terbit terkait posisi Papua di dalam NKRI.  “Yang berikut bahwa saya juga mengcounter buku yang ditulis Mangasi Sihombing yang berjudul Aspek Hukum Keberadaan Papua atau Irian dalam NKRI,” jelasnya.
Dalam bedah buku yang dihadiri sekitar 500 peserta, menanggapi sejumlah pertanyaan maupun tanggapan dari peserta, termasuk salah satunya adalah Don Flasi yang menyatakan bahwa dalam alinea pertama Pembukaan UUD 45 yang berbunyi bahwa ‘kemerdekaan adalah hak segala bangsa’ merupakan ruang bagi Bangsa Papua untuk menuntut kemerdekaanya.
Ditegaskan Forkorus kemerdekaanbisa diraih dengan jalan yang beraneka ragam  “Kemerdekaan itu , bisa dengan perang, bisa dengan dekolonisasi, ada yang secara alamiah seperti Jepang, karena memang tidak pernah dijajah,” ungkapnya.
Ditegaskan juga bahwa, membicarakan kemerdekaan Papua masih sangat relefan. “Kita mau fokus di aneksasi atau atau referendum adalah dua hal yang berbeda. Kalau kita mau lewat Pepera, jalurnya pasti referendum. Kalau melalui proses aneksasi jalurnya berbeda lagi,” jelasnya.
Sedangan Socrates S Yoman sebagai panelis dalam peluncuran buku tersebut menekankan, bahwa sejarah Papua, bahwa Papua pernah punya bendera, punya lagu kebangsaan, punya lambang negara adalah sebuah kenyataan. “Hanya hewan yang tidak ingat sejarah,” tegasnya.
Fery Kareth yang juga sebagai panelis menyatakan bahwa jika berbicara tentang Papua, harus bicara Papua  masa lalu, masa sekarang dan akan datang.  “Apakah perjuangan Papua merdeka relevan, saya tegaskan relvan sekali. Karena kemerdekaan itu universal,” tegasnya.
Dan untuk itu, menurutnya ada tiga jalan. “Ada yang melalui dialog, ada yang menggugat untuk dilaksanakan referendum, ada yang langsung minta pengakuan kemerdekaan 1 Desember 1961,” jelasnya.
Sementara, dalam kesempatan jumpa pers, Forkorus menegaskan bahwa dengan diterbnitkannya buku setebal 150 halaman tersebut, bahwa masalah Papua telah dengan jelas diungkapkannya. “Buku ini sudah jelas, apakah mau mengakui atau melalui mahkamah internasional. Karena masalahnya sudah jelas,” tandasnya.