Yusak E Reba: TPN/OPM Tidak Masuk Ketegori

JAYAPURA—Siapa bilang hanya negara yang bisa menggugat PEPERA 1969 ke Mahkamah Internasional?, ternyata  subyek hukum lain di luar negara seperti kaum pemberontak dapat menggugat PEPERA. 
Demikian disampaikan Dosen Hukum Internasional Fakultas Hukum Uncen Jayapura Yusak E Reba SH MH  ketika dihubungi Bintang Papua di Jayapura, Selasa (16/8). Dia menegaskan, didunia ini kaum pemberontak terdiri dari dua kategori  yakni kaum pemberontak bilygrand adalah kaum pemberontak yang diakui secara nasional dan kaum pemberontak insurgent adalah kaum pemberontak yang tak diakui secara internasional.  Namun demikian, lanjutnya, kaum pemberontak yang  bisa mengugat PEPERA ke Mahkamah Internasional hanyalah kaum pemberontak biliygrand yang diakui secara  internasional seperti Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Menurutnya, TPN-OPM tak masuk kategori kaum pemberontak bilygrand,  tapi masih kategori kaum pemberontak insurgent. Karena itu, OPM tak bisa melakukan perbuatan secara internasional karena dia tak diakui oleh masyarakat internasional  dalam  hal ini negara negara didunia sebagai sebuah subyek hukum internasional.

Bisa menggugat PEPERA, kata dia, TPN—OPM bisa menggugat PEPERA ke Mahkamah Internasional apabila telah  memenuhi empat syarat. Pertama, menguasai sebagian wilayah. Kedua, mempunyai tanda pengenal yang jelas. Ketiga, mempunyai pemimpin yang jelas. Keempat, mendapat dukungan rakyat.
“Apabila TPN-OPM memenuhi 4 syarat tersebut maka status mereka dari pemberontak  insurgen naik menjadi pemberontak bilygrand,” ungkapnya.
Kata dia, OPM sangat sulit mememenuhi 4 syarat itu. Dari kategori wilayah, maka wilayah  mana yang dikuasai. Atribut  bisa terpenuhi. Dukungan dari rakyat belum tahu siapa yang memberikan  dukungan kepada OPM.
Tapi apabila OPM sudah diterima negara negara internasional sebagai kaum pemberontak bilygrand, maka OPM atau bisa mempersoalkan PEPERA di Mahkamah Internasional.
Dia menegaskan, sebagaimana tertuang  dalam Statuta Roma 1948  yang mengatur tentang keberadaan Mahkamah Pidana International  mempunyai kewenangan untuk mengadili 4 jenis pelanggaran HAM  berat yakni kejahatan kemanusiaan, kejahatan genocide (pemusnaan etnis),  kejahatan perang (war criminal) serta kejahatan agresi (invasi).
Menurut dia, PEPERA  tak masuk  dalam 4  jenis pelanggaran HAM berat baik kejahatan kemanusiaan, kejahatan genocide, kejahatan perang serta kejahatan agresi. 
Dari ke-4 jenis pelanggaran HAM berat itu, menurutnya, PEPERA masuk pelanggaran HAM berat atau tidak. Tapi, dia mengiyakan apabila ILWP hendak mempersoalkan keabsahan PEPERA 1969.
“Silakan ILWP melakukan gugatan. Apakah nanti  menerima atau tidak gugatan tersebut  tergantung keputusan Mahkamah Internasional,” ungkapnya.
Menurutnya, apabila hendak ditarik kedalam hukum nasional PEPERA juga tak bisa digugat karena  Indonesia tak mengakui kejahatan agresi sebagai pelanggaran HAM berat. Pasalnya,  UU HAM No 26 Tahun 2000. Tentang Pengadilan HAM Indonesia hanya mengadili dua jenis pelanggaran HAM yaitu kejahatan  kemanusiaan dan kejahatan genocide.
Sedangkan kejahatan perang dan kejahatan agresi atau perluasan wilayah tak menjadi kompetensi pengadilan HAM di Indonesia.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif  Imparsial Jakarta Poengky Indarti menegaskan upaya  International Lawyers for West  Papua (ILWP) menggugat  Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Tahun 1969 di Mahkamah Internasional sulit terwujud.  Alasannya karena syarat untuk menggungat ke Mahkamah Internasional adalah  sebuah negara, sementara ILWP  sendiri bukanlah suatu negara.