WPNCL Minta Perundingan Papua- Jakarta

JAYAPURA – Pasca penangkapan sejumlah deklarator Negara Federasi Papua Barat, berbagai tanggapan muncul, baik itu terkait penangkapannya oleh Kepolisian yang di bac up TNI, maupun penyelenggaraan konggresnya.
Seperti yang diungkapkan Juru Bicara West Papua National Coalition  for Liberation (WPNCL) atau koalisi untuk pembebasan Papua Barat, Jonah Wenda saat menggelar jumpa pers di Prima Garden, Abepura, Sabtu (22/10) bahwa pihaknya mendukung agenda kongresnya.

 

 

Jonah Wenda

Jonah Wenda

“Kegiatannya sudah bagus, tapi hasil akhirnya itu, orang-orangnya yang tidak bijaksana. Kalau mau jadi Presiden ya tunggu nanti merdeka. Ini kan masih dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkapnya yang menyatakan bahwa ia bicara mewakili Sekjen WPNCL, DR Rex Rumakiek. Dikatakan, pelaksanaan Kongres tersebut, dari awal sudah menggiring masyarakat untuk mendukung barang yang tidak jelas.
“Kita tidak mungkin bangun Papua ini menjadi Negara Federasi yang mana sudah banyak korban berjatuhan. Kita inginkan pemimpin untuk lakukan perlawanan. Tapi bukan berarti umumkan diri jadi presiden,” jelasnya.
Dikatakan, pihaknya sudah beberapa kali menyurat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Kami meminta kepada Jakarta supaya bisa ada satu ruang untuk kelompok-kelompok resisten ini duduk dengan Jakarta. Bicara untuk menyelamatkan isu-isu Papua yang selama ini tidak pernah tuntas,” ungkapnya lagi.
Menurutnya, perundingan yang diinginkan adalah sebagaimana hasil rekomendasi dalam Kongres Perdamaian Papua yang digelar jaringan Damai Papua (JDP) di Auditorium Uncen beberapa waktu lalu.
“Dan lewat pertemuan akbar yang baru-baru ini digelar di Uncen, 500 orang memberikan mandat kepada lima orang juru runding kita, yaitu Dr. Jhon Ondawane, DR Rex Rumakiek (Sekjen), Benny Wenda, Leonie Tanggahma, Octo Mote,” lanjutnya.
Mereka, menurutnya menjadi juru runding orang Papua untuk bisa bicara dengan pemerintah Jakarta, supaya bisa mengatur hal-hal yang selama ini kita anggap kurang memberikan rasa aman bagi orang-orang Papua sendiri maupun teman-teman kita dari luar Papua.
Sedangkan WPNCL sendiri, menurutnya adalah wadah untuk mengakomodir bagaimana supaya masalah yang dihadapi orang Papua selama ini dapat diselesaikan secara baik, damai dan harus ada ruang yang selama ini kami tuntut dari pemerintah Jakarta, bukan dengan kekerasan.
“Bicara ini bukan di Indonesia, tetapi di Negara ketiga yang mana dimediasi pihak ketiga yang netral, supaya tidak ada intervensi lain-lain,” tegasnya.
Karena, menurutnya  sudah sering kali bicara di Jakarta dan kembali tipu masyarakat. “Kalau tidak ada penyelesaian masalah secara tuntas, Polisi dan Tentara dengan masyarakat pasti baku musuh terus. Dan pasti masyarakat yang jadi korban,” lanjutnya lagi.
Sementara itu, Stevanus Siep,SH yang mengaku sebagai salah satu kepala suku di wilayah Pegunungan Tengah Papua, tepatnya di daerah Yahulimo menyatakan bahwa aparat keamanan terlalu perlebihan.
“Karena datang dengan persenjataan yang berlebihan, sedangkan rakyat Papua hanya dengan tangan kosong,” ungkapnya kepada Bintang papua melalui Sort massage Service (SMS), Jumat.
Jadi dengan tindakan aparat Indonesia yang berlebihan, menujrutnya tidak bisa menyelesaikan masalah Papua.
“Namun memperuncing dan membuat jurang pemisah. Bahkan akan menambah semangat juang dan sentimen yang amat dalam,” lanjutnya.
Menurutnya, tidak munkin begitu deklarasi langsung jalankan roda pemerintahannya. “Tentu ada prosesnya jadi  aparat harus profesional dalam menjalankan tugasnya, karena orang Papua bukan binatang buruan sehingga dikejar, dibantai sampai di hutan,” jelasnya.
Sehingga ia meminta kepada Kapolda Papua bertanggung jawab, karena sudah mengijinkan pelaksanaan kongres tersebut.
“Sekali lagi saya mohon aparat jagan serta merta ambil tindakan, kami orang Papua sudah punah, jangan lagi membunuh kami, cukup,” tegasnya.