JAYAPURA—Adanya pidato Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie yang menghimbau agar rakyat tak boleh serta merta menyalahkan TNI/Polri saat penangkapan warga sipil saat perhelatan Kongres Rakyat Papua III di Jayapura pada 16-19 Oktober 2011 lalu. Dan Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada kesempatan yang sama menyatakan kekerasan dan penembakan yang terjadi di Papua selama ini akibat ulah kelompok separatis bersenjata, menuai kritik dari Anggota DPR Papua Tony Infandi STh MA. Dia mengatakan, baik Presiden RI maupun Aburizal Bakrie keduanya adalah negarawan yang semestinya dalam pidato pidato tersebut mampu memilah milah permasalahan. Pasalnya, situasi, kondisi obyektif, permasalahan dan karateristik dari masing masing daerah khususnya di Tanah Papua berbeda jauh jika dibanding daerah daerah lain diseluruh Indonesia.
![Tony Infandi Tony Infandi](/images/stories/2011/tony%20infandi.jpg)
Tony Infandi
“Sebagai seorang negarawan tak pantas mengatakan bahwa di Papua ada separatis karena kita semua adalah warga negara Indonesia dan dalam negara ini ada hukum yang harus mengedapankan dan ditegakan,” katanya kepada Bintang Papua di ruang kerjanya, DPR Papua, Senin (31/10). Kata separatis itu sendiri, ujarnya, tak relevan dengan budaya Indonesia yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Separatis sesungguhnya tak ada di Tanah Papua. Tapi yang ada adalah gejolak sosial sebagai akumulatif dari sebuah kisah yang panjang. Kronologis Papua yang panjang dalam wilayah NKRI.
Ditanya ada kekwatiran dengan kata separatis, dia katakan, separatis adalah sebuah stigma yang seolah olah sudah paten di Indonesia ditujukan khusus untuk orang Papua.
Menurut dia, bila dibilang separatis ini ada potensi konflik dikemudian hari apakah potensi konflik horizontal atau potensi konflik atas nama negara karena dibilang separatis maka otomatis atas negara TNI/Polri bertindak semena mena tanpa menjabarkan lebih lanjut makna dari separatis dalam konteks kenegaraan dan penegakan hukum.
“Kalau dibilang separatis maka setiap kali ada kejadian maka TNI/Polri akan bertindak semena mena yang mengorbankan nyawa rakyat Papua,” kata dia.
Ditanya apakah gejolak di Papua ini sudah sedemikian memanas, tambahnya, Papua kini masih utuh dan masih stabil.
“Orang pusat bicara di pusat tapi tapi tak mengerti permasalahan sesungguhnya yang ada di Tanah Papua,” katanya.
Dijelaskannya, apabila berbicara atas nama NKRI tapi melanggar HAM atas nama negara tapi rakyat miskin maka hal ini pun harus menjadi koreksi bagi bangsa dan negara Indonesia. Karena itu, pihaknya menghimbau agar masyarakat Papua tak muda terprovokasi dengan tudingan separatis.
Bila perlu pemerintah, imbuhnya, secara gentlemen membuka ruang dialog antara Jakarta—Papua dan hasil dialog dijadikan bahan referensi bagi pemerintah pusat mengkaji ulang kebijakan kebijakan nasional khususnya diterapkan di Tanah Papua melalui program pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang dalam rangka memberikan perlindungan kepada hak hak pribumi serta pengakuan terhadap prinsip prinsip dasar hak hak orang Papua.