Forkorus: Jakarta—Papua harus tempuh dialog bermartabat menyelesaikan konflik Papua
JAYAPURA—Pemerintah Indonesia didesak segera mengakui Pemerintahan Transisi Republik Federal Papua Barat (RFPB) yang dideklarasikan pada saat Kongres Rakyat Papua (KRP) III pada 16-19 Oktober 2011 lalu di Lapangan Sepakbola Zakeus, Padang Bulan, Abepura, Jayapura, Provinsi Papua. Pasalnya, deklarasi negara RFPB adalah wujud perjuangan bangsa Papua Barat selama setengah abad untuk memulihkan negara Papua Barat yang pernah dideklarasikan 1 Desember 1961. Untuk itu, dalam menyelesaikan konflik Papua, bukan lagi antara daerah dan pusat, tetapi menurut mereka sudah menghadirkan Negara dengan Negara.
![Juru Bicara Sekretariat Nasional Pemerintahan Transisi Republik Federal Papua Barat Jack Wanggai (Kanan) dan staf Heppi Daimboa ketika menggelar jumpa pers di Jayapura, Kamis (17/11). Juru Bicara Sekretariat Nasional Pemerintahan Transisi Republik Federal Papua Barat Jack Wanggai (Kanan) dan staf Heppi Daimboa ketika menggelar jumpa pers di Jayapura, Kamis (17/11).](/images/stories/2011/jubir.jpg)
Juru Bicara Sekretariat Nasional Pemerintahan Transisi Republik Federal Papua Barat Jack Wanggai (Kanan) dan staf Heppi Daimboa ketika menggelar jumpa pers di Jayapura, Kamis (17/11).
Demikian salah satu poin tuntutan Sekretariat Nasional Pemerintahan Transisi RFPB yang disampaikan Presiden dan Perdana Menteri RFPB Forkurus Yobeisembut dan Edison Waromi yang diwakili Juru Bicara Sekretariat Nasional Pemerintahan Transisi RFPB Jack Wanggai dan Staf Heppi Daimboa ketika menggelar jumpa pers di Jayapura, Kamis (17/11).
Forkorus menandaskan, pihaknya merespons pandangan pemerintah bahwa masalah Papua harus diselesaikan lewat sebuah dialog atau komunikasi konstruktif dengan syarat dialog atau komunikasi konstruktif difasilitasi oleh internasional yang mana Papua bukan representasi dimana rakyat datang berunding dengan NKRI.Tapi justru negara dengan negara yang berunding. Karena itu, tambahnya, pihaknya mengharapkan kedua pihak yang berkonflik yakni Jakarta—Papua Barat harus menempuh metode-metode yang lebih bermartabat untuk menyelesaikan konflik di Papua Barat.
“Kami menyadari bukan hanya yang pro dialog atau pro referendum bahkan ada yang tak mempunyai pilihan termasuk orang non Papua,” tukasnya.
Kata dia, pihaknya tak bisa membiarkan pro kontra terus berlangsung karena semakin lama tak ditempuh cara-cara untuk menyelesaikan konflik di Papua tak bedanya pemerintah membiarkan sejumlah pelanggaran pelanggaran HAM akan terus berlangsung.
Dengan demikian, menurutnya, pihaknya ikut mendorong sebuah proses perundingan atau dialog menurut pandangan kami seperti yang sudah ditempuh oleh sejumlah pihak seperti utusan resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yakni Farid Husein telah bertemu dengan sejumlah tokoh tokoh Papua yang juga mendorong dialog.
Pada prinsipnya petunjuk dari Presiden negara RFPB Forkorus Yoboisembut dan Perdana Menteri Edison Waromi menghendaki agar sebuah dialog yang nanti berlangsung antara Jakarta—Papua adalah sebuah konteks dialog antara negara RFPB dan NKRI dalam rangka mencari format penyelesaian konflik di Papua.
Kata dia, pemerintah harus membuka diri menerima usulan usulan dari semua rakyat Papua termasuk pihak yang ingin menyelesaikan konflik Papua melalui referendum. Referendum akan terjadi di Papua apabila ada media yang bersedia memfasilitasi kedua pihak yang berkonflik yakni Jakarta—Papua. Referendum adalah satu tingkatan final yang bisa ditempu secara demokratis. Satu tingkat yang paling terakhir untuk menyelesaikan konflik di Papua. Tapi dalam menuju referendum harus lewat perundingan atau dialog.
Dijelaskannya, ada 4 pihak yang mempunyai korelasi untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan di Tanah Papua. Pihak pertama, inisiatif rakyat Papua sebagai pihak yang dijajah selama setengah abad oleh NKRI. Pihak kedua, rakyat dan pemerintah Indonesia sebagai penjajah. Pihak ketiga, publik internasional. Pihak keempat adalah Tuhan.
Keduabelah pihak yang berkonflik yakni Jakarta dan Papua Barat itu harus ada mediasi yang netral untuk mempertemukan keduabelah pihak yang berkonflik.
Dia menegaskan, RFPB yang dideklarasikan bukan salah satu negara bagian dari NKRI tapi suatu negara merdeka yang berdaulat penuh. Pasalnya, RFPB memiliki 5 syarat pendirian negara berdaulat pihaknya telah memenuhi 4 syarat masing masing mempunyai wilayah, rakyat berjumlah 2.600.000 jiwa, Sumber Daya Alam (SDA) melimpah ruah, negara telah dideklarasikan 19 Oktober lalu serta syarat ke-5 adalah pengakuan nasional.
Dengan demikian seluruh publik nasional dan internasional bahkan juga seluruh rakyat Papua kami sudah siap untuk menjalankan, mengamankan bahkan menjaga atau mempertahankan sikap politik rakyat Papua yang telah dideklarasikan pada KRP III pada 19 Oktober 2011.
Dia menegaskan, pihakya juga menyeruhkan negara RFPB bukan hanya untuk rakyat sipil Papua atau warga pribumi Papua tapi untuk menyelamatkan warga non Papua yang sudah ada di Tanah Papua.
Sedangkan poin poin lain tuntutan Sekretariat Nasional Pemerintahan Transisi RFPB menyatakan dan menyeruhkan kepada, Pertama, Pemerintah Republik Indonesia dan masyarakat internasional serta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) segera mengakui Negara RFPB sebagai negara berdaulat atas Tanah Papua. Kedua, menolak tegas Komunikasi Konstruktif, penerapan UP4B dan kebijakan kebijakan lain dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diatas Tanah Papua. Ketiga, pemerintah Indonesia segera bebaskan seluruh TAPOL/NAPOL Papua. Keempat, pemerintah Indonesia segera menarik mundur seluruh pasukan TNI/Polri dari Tanah Papua.
Kelima, mendukung perundingan intenasional antara Negara Republik Federasi Papua Barat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dimediasi pihak ketiga atau negara netral.
Keenam, PBB segera mengutus Tim Pencari Fakta ke Tanah Papua. Ketujuh, Pemerintah Indonesia segera menghentikan segala provokasi yang akan berakibat fatal terhadap masyarakat sipil diatas Tanah Papua. Kedelapan, mendukung aksi mogok karyawan PT Freeport. Kesembilan, seluruh rakyat bangsa Papua diwajibkan mendukung , menjaga, melestarikan dan mempertahankan negara RFPB sampai titik darah penghabisan. Kesepuluh, rakyat bangsa Papua Barat terus melakukan aksi aksi tidak kerjasama dengansegala upaya pemerintah Indonesia diatas Tanah Papua.