Google vertaling:

 

Jayapura - Papua Hoewel vaak schreeuwde in geval van schending van de mensenrechten (mensenrechten), maar de VN Algemene Vergadering gewijd aan de schendingen van de mensenrechten over de hele wereld maart 2012 en er was geen discussie over de kwestie van de Papoea. Dit wordt uitgedrukt door de coördinator Faith-based Network on West Papua, Kristina Neubauer in een dialoog sessie bij de lancering van het Internationaal verslag over de mensenrechten in Papoea-jaar 2010-2011, in het Huis van Sophie, P3W, Padag Moon, zaterdag (21/4).

Kristina stond erop dat hij de hoorzitting proces dat is een vaste agenda van de VN te volgen, ongeveer drie weken gehouden in de maand maart 2012 en van begin tot eind. "Geen van de bespreking van Papua in het proces", zei hij voor ongeveer 200 gasten uit verschillende delen van Papua.
Bij de presentatie van de lancering van drie leiders van de inheemse Papoea's, elke lidstaat DPRP, Ruben Magai, religieuze leiders, Socratez Sofyan Yoman en leden van Komnas HAM vertegenwoordiger in Papua, Mathius Murib, Kristina benadrukte dat het grootste obstakel in het buitenland minder waarom er geen reactie op de kwestie van Papua is het ontbreken van data.
"Er moet documentatie en volledige gegevens. Ze willen niet vertellen je veel. De feiten in de vorm van gegevens die nodig is, "zei hij.
Voor dat hij hoopte dat alle partijen in Papua om goed te documenteren voor zover mogelijk alle gebeurtenissen die hebben plaatsgevonden. "Ik heb een suggestie vanaf nu gegevens verzamelen alle Palanggaran de mensenrechten in Papua. Dit is heel belangrijk ", zei hij. Terwijl de Rev. Socratez Sofyan Yoman te reageren over de rechten van de mens rapport als een langverwachte. Er wordt gezegd dat praten over verschillende dingen kunnen zijn, maar dient te worden gemeld. "Als het buitenland de wereld hoge leescultuur", zei hij.
Hij verklaarde ook dat Papoea op dit moment is het doelwit van een aantal wereldmachten, die verder zou steunen de regering van Indonesië. "Er is een manier die kunnen worden genomen. Slechts een en moet worden ondersteund buitenwereld, is de dialoog. Dus ik moet zeggen dat de kerk lange tijd voort te zetten tot het bereiken van de dialoog aan te moedigen ", zei hij.
Ruben Magai die reageerden op een aantal stellingen met betrekking tot de prestaties in reactie op de uitnodiging van de aspiraties van de Papoea's, zoals de afwijzing van Autonomy, zei dat de DPRP in een positie als facilitator alleen. "De staat heeft de bevoegdheid om het te beantwoorden," zei hij.
Autonomie en de mislukte-gerelateerde aspiraties en is teruggekeerd naar Jakarta, Ruben vermoeden dat de eenheid op ontwikkeling van Papoea en West-Papoea (UP4B) Versnellen is een antwoord van de regering.
Unity weergave voor Papoea's, volgens Ruben is erg belangrijk. Maar wat gebeurt er is veel opvattingen en ambities die zijn voortgekomen, en elk niemand wil toegeven aan.
"De context van deze show aan de wereld dat je niet verenigd. Want er is vrijheid van meningsuiting, niemand een referendum wil, is er een dialoog, "zei hij.
voorbeeld als de Papoea Volkscongres werd gehouden op het derde, was er een weigering van de OPM. "We willen taggapi de war. We hebben nog beter, "vervolgde hij.
Kristina Neubauer beschreven in de samenvatting van de inhoud van zijn rapport zei dat, een internationaal rapport over de mensenrechten in Papoea-jaar 2010-2011 alleen al, is het resultaat van samenwerking tussen de drie internationale mensenrechten instellingen en de Aziatische Mensenrechtencommissie (AHRC).
Het rapport, zei dat werd gelanceerd in het Engels op 2 november 2011 in Genève, Zwitserland. De oorspronkelijke titel in het Engels is "de mensenrechten in Papoea-2010/11".
Voor de lancering van de internationale mensenrechten rapport in Genève, Ambassade van de Verenigde Naties ook uitgenodigd om aanwezig te zijn. In een dialoog met FBN en andere internationale NGO's, heeft de vertegenwoordigers van de Indonesische regering zei in reactie op internationale mensenrechten meldt dat de 'rechten van de mens is uitgegroeid tot een van de prioriteiten van de regering van Indonesië. "We zijn van FBN zeer oneens met de stelling, omdat de bescherming van de mensenrechten niet is een prioriteit van de regering van Indonesië in Papua. Bescherming van de rechten van de mens die niet zijn beveiligd in Papoea kan worden aangetoond door een recent rapport van FBN, "zei hij.
Human Rights Report 2010/2011, het document zei dat de schendingen van de mensenrechten van sociale, politieke, economische en culturele rechten van de inheemse Papoea's in het jaar 2010/11.
"Dit rapport is niet alle bestaande schendingen van de mensenrechten te dekken, omdat veel schendingen van de mensenrechten in Papua is nog steeds gaande in het donker en kunnen niet worden gemeld tot op vandaag," zei hij.



Oorspronkelijke tekst:

Kasus HAM Papua Tidak Dibahas PBB

Kristina: Akibat Kurangnya Data

 

Kristina Neubauer bersama tiga tokoh Papua saat tampil dalam peluncuran laporan HAM Papua 2010-2011

Kristina Neubauer bersama tiga tokoh Papua saat tampil dalam peluncuran laporan HAM Papua 2010-2011

JAYAPURA – Meski di Papua sering diteriakkan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), namun dalam sidang umum PBB yang khusus membahas pelanggaran HAM di seluruh dunia pada Maret 2012 lalu tidak ada pembahasan mengenai masalah Papua. Hal itu diungkapkan Koordinator Faith-based Network on West Papua, Kristina Neubauer dalam sesi dialog saat peluncuran Laporan Internasional Tentang HAM di Papua Tahun 2010-2011, di Gedung Sophie, P3W, Padag Bulan, Sabtu (21/4).
Kristina menegaskan bahwa Ia mengikuti proses sidang yang merupakan agenda tetap PBB yang digelar kurang lebih tiga minggu di bulan Maret 2012 lalu dari awal hingga akhir. “Tidak satupun pembahasan tentang  Papua dalam sidang,” ungkapnya di depan sekitar 200 undangan dari berbagai komponen di Papua.
Dalam peluncuran yang menghadirkan tiga tokoh orang asli Papua, masing-masing Anggota DPRP, Ruben Magai, Tokoh Agama, Socratez Sofyan Yoman dan Anggota Komnas HAM Perwakilan Papua, Mathius Murib, Kristina menekankan bahwa kendala utama mengapa di luar negeri kurang ada respon terkait masalah Papua, adalah kurangnya data.
“Harus ada dokumentasi dan data-data lengkap. Mereka tidak mau cerita banyak. Fakta-fakta dalam bentuk data itu saja yang dibutuhkan,” ungkapnya.
Untuk itu Ia mengharapkan kepada semua pihak di Papua untuk sedapat mungkin mendokumentasikan dengan baik semua peristiwa yang terjadi. “Saya punya saran mulai saat ini kumpulkan data-data semua palanggaran HAM di Papua. Ini sangat penting,” tegasnya. Sedangkan Pdt. Socratez Sofyan Yoman menanggapi tentang laporan HAM tersebut sebagai satu yang ditunggu-tunggu. Dikatakan bahwa bicara tentang berbagai hal boleh, tapi hendaknya dibuat laporan. “Karena di dunia luar negeri itu budaya bacanya tinggi,” ungkapnya.
Ia juga menyatakan bahwa Papua saat ini menjadi incaran sejumlah negara besar di dunia, yang tentunya akan lebih mendukung Pemerintah Indonesia.  “Ada satu jalan yang bisa ditempuh. Hanya satu dan itu pasti didukung dunia luar, adalah dialog. Sehingga saya katakan bahwa Gereja sejak lama terus berupaya mendorong tercapainya dialog itu,” ungkapnya.
Ruben Magai yang menanggapi sejumlah pernyataan dari undangan terkait kinerjanya dalam menanggapi aspirasi orang Papua, seperti penolakan terhadap Otsus, dikatakan bahwa DPRP dalam posisi sebagai fasilitator saja.  “Yang punya kewenangan menjawab itu negara,” tegasnya.
Dan terkait aspirasi Otsus Gagal dan telah dikembalikan ke Jakarta, Ruben menduga bahwa Unit Percepatan Pembanguan Papua dan Papua Barat (UP4B) adalah satu jawabannya dari Pemerintah.
Persatuan pandangan bagi orang Papua, menurut Ruben itu sangat penting. Namun yang terjadi adalah banyak pandangan dan aspirasi yang muncul, dan masing-masing tidak ada yang mau mengalah.
“Konteksnya ini menunjukkan ke dunia bahwa kamu tidak bersatu. Karena ada yang bicara merdeka, ada yang mau referendum, ada yang dialog,” tegasnya.
dicontohkannya seperti saat digelar Kongres Rakyat Papua III, terjadi penolakan oleh kelompok OPM. “Kita mau taggapi binggung. Lebih baik kita diam,” lanjutnya.
Dipaparkan Kristina Neubauer dalam ringkasan isi laporannya mengatakan bahwa, laporan internasional tentang HAM di Papua Tahun 2010-2011 sendiri, adalah hasil kerjasama antara tiga lembaga HAM internasional dan Asian Human Rights Commision (AHRC).
Laporan tersebut, dikatakan bahwa sudah diluncurkan di dalam bahasa Inggris pada tanggal 2 November 2011 di Genewa, Swiss. Judul asli di dalam bahasa Inggris adalah “Human Rights in Papua 2010/11”.
Untuk peluncuran laporan HAM internasional di Genewa, Kedutaan Besar RI di PBB juga diundang hadir. Di dalam sebuah dialog dengan FBN serta LSM-LSM internasional lain, wakil dari pemerintah Indonesia sudah mengatakan sebagai respon terhadap laporan HAM internasional bahwa ‘Perlindungan HAM sudah menjadi salah satu prioritas dari pemerintah Indonesia. “Kami dari FBN sangat tidak setuju dengan statemen tersebut, karena perlindungan HAM belum menjadi prioritas Pemerintah Indonesia di Tanah Papua. Bahwa perlindungan HAM belum dijamin di tanah Papua dapat dibuktikan dengan laporan terbaru dari FBN,” ungkapnya.
Laporan HAM 2010/2011 tersebut, dikatakan adalah mendokumentasikan pelanggaran HAM dari aspek sosial, politik, ekonomi dan budaya terhadap masyarakat asli Papua di tahun 2010/11.
“laporan ini tidak mencakupi semua pelanggaran HAM yang ada, karena banyak pelanggaran HAM di Papua masih terjadi dalam gelapan dan tidak dapat dilaporkan hingga saat ini,” ungkapnya.