JAYAPURA—Langkah Pansus menetapkan jadwal penyelenggaraan Pemilihan Gubernur (Pilgub) dalam Rapat Musyawarah DPRP yang saat ini disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) merupakan langkah yang keliru karena bertentangan dengan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, khusus Pilgub Papua.
Demikian Pengamat Hukum
Tata Negara dari Universitas Yapis Papua dan Mahasiswa Program Doktor
(S3) Universitas Indonesia Anthon Raharusun, SH,MH kepada Bintang
Papua usai hearing Perdasus Pilgub No 6 Tahun 201 di Kantor
DPRP, Jayapura, Senin (30/4). Turut hadir dalam hearing tersebut
antara, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Papua Albert Bolang SH MH,
Anggota Badan Legislasi DPR Papua Jan Ayomi, S.Sos, John
Rustam, SE, MBA, Anggota MRP Yoram Wambrauw.
Dikatakan, sesuai
Ketentuan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu), disebutkan bahwa Penyelenggara
Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas
KPU, Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wapres secara
langsung oleh rakyat serta untuk memilih Gubernur, Bupati, Walikota
secara demokratis.
Lebih lanjutnya, dalam ketentuan Pasal 9 ayat (3) huruf a UU Nomor 15
Tahun 2011 menyebutkan bahwa Tugas dan wewenang KPU dalam
penyelenggaraan pemilihan Gubernur meliputi merencanakan program,
anggaran, dan jadwal Pilgub, selanjutnya di dalam ayat c disebutkan
bahwa KPU dalam penyelenggaraan Pilgub menyusun dan menetapkan pedoman
teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan Gubernur
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Artinya bahwa
dalam hal KPU menetapkan seluruh tahapan penyelenggaraan pemilihan
tersebut tetap mengacu kepada perundang-undangan yang menjadi dasar
kewenangan KPU sebagai satu-satunya lembaga penyelenggara. Dengan
demikian, sangat jelas sekali bahwa kewenangan pemilihan Gubernur adalah
menjadi ranah kewenangan KPU Provinsi dalam hal ini KPU Provinsi Papua.
Kewenangan tersebut juga sampai kepada melaporkan hasil pemilihan
Gubernur tersebut kepada DPR atau kalau di Papua, KPU wajib melaporkan
hasil pemilihan Gubernur tersebut kepada DPR Papua.
Dalam kaitan
ini, lanjutnya, apabila kita mencermati upaya Pansus DPRP yang telah
menetapkan jadwal Pemilihan Gubernur Papua adalah tindakan atau upaya
yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum, khususnya Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur bahwa Pansus Pilgub telah menyerahkan jadwal ke Mendagri.
Padahal dari segi kewenangan, semestinya DPRP tak lagi berfungsi sebagai
lembaga penyelenggara pemilihan umum, apakah untuk memilih anggota
DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wapres secara langsung oleh rakyat serta
untuk memilih Gub, Bupati, Walikota secara demokratis.
Kalaupun ada
yang berpendapat, tukasnya, DPR Papua masih memiliki kewenangan dalam
penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan
Undang-Undang No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua, sekalipun pasal 7 ayat (1) huruf a telah diamandemen dengan
keluarnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 yang menjustifikasi Pasal 1
angka 2 PERPPU Nomor 1 Tahun 2008 yang menghapuskan hak dan wewenangan
DPR Papua yang tersebut di dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-Undang
21 Tahun 2001. Dalam kaitan ini, maka adalah keliru dan salah kaprah
apabila DPR Papua tetap menganggap masih berwenang karena masih terdapat
pasal-pasal lainnya yang memberikan kewenangan kepada DPR Papua
misalnya Pasal 7 ayat (1) huruf b dstnya hingga pasal 11 ayat (3)
dstnya... dan/atau ketentuan lainnya yang terdapat pada Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2011 termasuk PP No 6 Tahun 2005 yang ditafsirkan sebagai
dasar bagi DPRP dalam penyelenggaraan Pilgub. Jika saja, DPR Papua atau
Pansus Pilgub tetap mengganggap masih berwenang sebagai penyelenggara
pemilihan Gubernur berdasarkan Perdasus No 6 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua, maka hal ini merupakan
suatu penafsiran yang sangat keliru, dan ini tentu akan sangat
berdampak bagi penyelenggaraan Pilgub itu sendiri. Olehnya itu,
barangkali saya menyarankan agar DPR Papua sebaiknya berkoordinasi
dengan KPU Papua selaku penyelenggara Pilgub tersebut, khususnya
mengenai beberapa tahapan yang perlu disepakati secara bersama antara
KPU, Pemerintah Daerah dan DPR Papua termasuk barangkali dengan MRP
dalam penyelenggaraan Pilgub tanpa harus meminta petunjuk atau
melaporkan hasil kerja Pansus kepada Mendagri sehingga dapat mempercepat
proses penyelenggaraan Pilgub sebagaimana juga diamanat dalam Pasal 8
ayat (3) huruf a UU No. 15 tahun 2011 yang menyebutkan bahwa tugas dan
wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan Gub, Bupati dan Walikota
antara lain menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan
pemilihan setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan
pemerintah. Olehnya itu, barangkali pasal tersebut dapat menjembatani
tarik ulur kewenangan dalam tahapan-tahapan Pilgub, misalnya soal
bagaimana penelitian tentang “Orang Asli Papua”, barangkali KPU dapat
melibatkan peran DPRP sebelum menyerahkan hasil verifikasi bakal calon
Gubernur dan Wagub tersebut kepada MRP untuk meminta pertimbangan dan
persetujuan MRP.
Karena itu, ujar dia, pihaknya kuatir atau
menduga bahwa jadwal yang dikonsultasikan dengan Mendagri hasilnya sudah
bisa ditebak akan sama dengan apa yang telah disampaikan oleh Mendagri
melalui dua surat terdahulu yang telah disampaikan kepada Pemerintah
Daerah Provinsi Papua terkait dengan Perdasus No. 6 Tahun 2011 yang
notabene merupakan hasil kerja Pansus Pilgub.
Selain itu, tambahnya,
DPRP bukan sebaga lembaga yang diberi wewenang dalam penyelenggaraan
Pilgub sehingga adalah keliru apabila DPRP melakukan konsultasi jadwal
Pilgub dengan Mendagri. Namun demikian, jika saja langkah penetapakan
jadwal Pilgub tersebut merupakan bagian dari proses penyelenggaraan
Pilgub dan dianggap sah menurut versi Pansus DPRP, maka penetapan jadwal
tersebut tak boleh bertentangan dengan undang-undang penyelenggara
Pemilu, khusus Pilgub.