Jhona Wenda : Jangan Sampai Kejadian 19 Oktober Tahun Lalu Terulang


Jubir TPN Jhona Wenda saat diwawancarai wartawan, di Abepura, Rabu, (17/10).

Jubir TPN Jhona Wenda saat diwawancarai wartawan, di Abepura, Rabu, (17/10).

JAYAPURA - Adanya rencana peringatan peringatan 1 tahun Kongres  Rakyat Papua (KRP) III,  mendapat tanggapan dari Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Papua Barat, Jhona Wenda.

Terkait dengan rencana  peringatan yang akan dilakukan tanggal 19 Oktober besok tersebut,  Jhona Wenda  meminta agar masyarakat Papua melihat dengan jeli, mana kegiatan yang tidak mengorbankan dirinya, karena jangan sampai kejadian 19 Oktober 2011 lalu,  terulang kembali, apalagi informasinya bahwa akan menghadirkan Presiden SBY sekaligus pengibaran 3 jenis bendera yakni Bintang Fajar, Merah Putih dan PBB, serta adanya informasi akan ada dialog langsung dengan Presiden SBY.
Kemudian kepada pihak-pihak yang mau melaksanakan peringatan KRP II itu sebaiknya dihentikan saja, sebab jangan sampai rakyat menjadi korban, dan jangan melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya menipu rakyat atau melakukan pembohongan publik. Sebagai bukti bahwa pada KRP III lalu diinformasikan bahwa Presiden RI akan hadir, tapi kenyatannya tidak demikian.
“Kami dengar mau naikkan tiga bendera, itu bukan sebuah layang-layang yang dikasih naik dan dikasih turun. Jangan bikin barang sembarangan untuk orang mati. TPN Papua Barat tidak ada urusan dengan Foskorus Yoboisembut jadi Presiden . Presiden itu ada kecuali sudah ada pengakuan dari negara-negara bahwa Papua Barat adalah sebuah Negara,” jelasnya saat jumpa pers di salah satu tempat di Abepura Jayapura, Rabu, (17/10).
“Kami juga minta TNI/Polri dapat mengidentifikasi wilayah-wilayah yang bisa mengancam/merugikan rakyat kecil, juga pihak keamanan kami minta profesional dalam menangani kasus-kasus yang diduga pelanggaran hukum dengan baik,” sambungnya. Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Papua Barat, Jhona Wenda, mengatakan, Markas Pusat TPN/ OPM telah mengeluarkan instruksi/seruan dan pernyataan sikap terkait dengan hasil Kongres Rakyat Papua (KRP) III maupun kegiatan-kegiatannya yang sudah/dan akan dilaksanakan kedepannya.  Surat intruksi tersebut ditandatangani langsung oleh Panglima TPN Papua Barat, Brigjen, Richhard H. Joweni.
Isi dari instruksi tersebut adalah menyatakan menolak dengan tegas dalam bentuk apapun hasil KRP III. Dengan maksud tersebut diinstruksikan kepada seluruh personil TPN Papua Barat dan seluruh masyarakat Papua Barat untuk tidak mengikuti berbagai aktifitas yang dilakukan oleh komponen masyarakat Papua yang tidak mendapatkan legitimasi yang jelas dari West Papua National Coalitions for Liberation (WPNCL)/koalisi nasional untuk pembebasan Papua Barat.
“Segala bentuk yang akibatnya berdampak pada korban jiwa dan kehancuran bangsa Papua Barat kami tentang keras,” tegasnya saat dalam keterangan persnya kepada wartawan
Ditandaskan demikian, karena sejak 2005 TPN OPM telah berkomitmen untuk memperjuangkan kebenaran, keadilan dan kemerdekaan secara berdaulat bangsa Papua Barat secara damai dan bermartabat, bukan dengan cara-cara kekerasan atau kegiatan yang akibatnya membuat rakyat kecil menjadi korban.
Atas hal itu, pada Tahun 2011 bertemu dengan utusan Presiden RI yang mana Presiden mengutus, Farid Husein, untuk bertemu dengan TPN OPM untuk mencari solusi yang baik untuk ciptakan kondisi yang baik di Papua.
Pada kesempatan itu, pihaknya meminta adanya ruang dialog/perundingan untuk membicarakan persoalan Papua, tapi hingga kini belum adanya kabar dari Presiden SBY mengenai ruang dialog tersebut.
“Ruang dialog/perundingan belum dibuka, malah Pemerintah RI meluncurkan program UP4B yang kenyataannya  belum mampu mengatasi persoalan di Tanah Papua. Pemerintah harus membuka diri, karena Papua ini untuk siapa saja,” tandasnya.
Ditegaskannya, ruang dialog Jakarta-Papua tetap terus diperjuangkan sampai Pemerintah RI memberikan kesempatan untuk membuka ruang dialog dimaksud, sebab jika tidak dipastikan jelas lambat laun tapi pasti konflik Papua akan memuncak yang pada akhirnya akan hadir pihak ketiga untuk melaksanakan referendum dalam penentuan nasib sendiri rakyat Papua.
“Kami mau pertemuan antara pemerintah dengan kelompok resistance (kelompok yang berlawanan) di luar dari sistem yang sudah dibangun NKRI ini, yang penuh dengan sikap korupsi. Mari Presiden RI buka ruang, guna kita sepakati kesepakatan-kesepakatan yang mengikat kita supaya jangan saling menuding satu sama lain, misalnya ini ulahnya TNI atau itu ulahnya OPM,” tukasnya.
Terkait kasus penembakan dan tertangkapnya dua anggota TPN Papua Barat, menurutnya dua orang tersebut bukan anggota TPN OPM, tapi adalah oknum-oknum tertentu yang menggunakan kedua orang tersebut untuk kepentingannya mereka sendiri dengan mengatasnamakan Papua Barat.