Google vertaling dus een beetje brak: |
|
Omdat volgens hem, dat moet worden genomen, is een schild, clubs en kanonnen die gebruik maken van kogels hol. "Dus er is geen kogels. En het is zeker onze belangrijkste principe belast met het veiligstellen van de demo. Alleen permanente leden, gewapend met geweren, maar in plaats van het gebruik van scherpe munitie. Er is een vacuüm en neem de kogel zo dodelijk rubberen kogels, "legde hij uit. Echter, de erkenning van daarmee samenhangende vier (4) personen massa
West-Papoea Nationaal Comite (KNPB) tijdens een demonstratie in
Manokwari schot gisteren, Tito zei dat hij niet zeker weet dat, als het
waar is. Alleen een heldere, als het waar is dat het slachtoffer was een kogel rubberen kogels, niet kogels. "Als het schot, het is zeker een rubberen kogel, die niet-dodelijke munitie is belangrijk. Maar we later zullen zien, want er zal een onderzoeksteam uit
Papoea-politie zal worden ingezet om de scène te zien zijn, "zei hij
woensdag (24/10).
Terwijl het onderzoek van gerelateerde Propam Papua politie, zal het
worden samengesteld uit drie personen, over de vraag of de vermeende
schietpartij KNPB activisten vast te stellen in Manokwari. "Dit team zal worden geleid door een direct-ranking leden AKBP, dus we zullen zien wat de uitkomst zou zijn," legde hij uit.
Voorheen Selas (23/10) gisteren, de West-Papoea Nationaal Comite (KNPB)
beweerde vier activisten werden doodgeschoten toen de gedwongen
ontbinding tijdens een bijeenkomst ter ondersteuning van de
Internationale Parlement van Manokwari West-Papoea (IPWP) in Londen -
Engeland.
Intussen is de studenten weigerden de gedwongen ontbinding van stevige
maatregelen vuurwapen door de politie die hebben geleid tot vier burgers
werden neergeschoten toen honderden activisten West-Papoea Nationaal
Comite (KNPB) ondersteunt het Internationale Parlement van West-Papoea
(IPWP) in Londen, Engeland een rally gehouden in gebruik Startpagina
Campus UNIPA Manokwari, West-Papoea, op dinsdag (23/10).
"Wij eisen gerechtigheid voor onze vrienden die het slachtoffer zijn
van terreur en intimidatie bij een rally in Manokwari", zegt coördinator
van de actie vergezeld door Jason Benjamin Gurik Ngelia. In de massa-actie ontvouwde spandoeken te lezen Stop de Stigma,
verraad, separatistische, terrorist naar de Orang Asli Papua (OAP).
Massa kreeg DPRP commissaris Thomas B Sandegau, ST en leden van de
Commissie E Kamasan Yacob Komboy bereid om de massa te ontvangen.
Verder voeren bijeenkomsten in de wetgeving (Banleg) DPRP. Woonden de bijeenkomst bij, onder andere: John F Rustam, SE, M.BA (DPRP
leden Komis B), Adolf Alphius Asmuruf (secretaris van de Commissie B),
Kayus Bahabol (DPRP lid van de Commissie E).
Benjamin Gurik communiceren, plannen rally de bestrijding van
corruptie, waarschuwt een jaar Papua Volkscongres (KRP) III en de acties
van de groep van Papoea's in feite verhinderd zelfs verboden door de
autoriteiten. Terwijl volgens de wet geen. 9 van 1998 inzake de procedures voor het indienen van de publieke
opinie de politie had geen recht om toestemming te geven, maar het is
alleen bevoegd om Receipt Notification (STTP) alleen uit te geven.
"Stigma separatistische, terroristische complotten en dat is de reden
waarom de politie geen toestemming, omdat het tegen de wet is," zei hij. "We zijn een democratische ruimte om hun ambities geblokkeerd door de autoriteiten uit te drukken. Laat niet de opgebouwde teleurstellingen zal exploderen bij de uitvoering van Pilgub. Democratische ruimte van tijd zou een boemerang voor de overheid ".
Hij zei, dat er bij de 11 activisten die werden gearresteerd door de veiligheidsdiensten in Manokwari onmiddellijke vrijlating. Van de 11 personen 7 personen schot en vier overleden.
Voorzitter Rusunawa hostel, Huisvesting III Waena Tanus Komba over te
brengen, werd het bezorgd en teleurgesteld over de houding van de
regering dat lijkt te memasung Papoea inheemse aspiraties met betrekking
tot het recht op leven van veel mensen, en hebben de democratische
ruimte niet toegankelijk voor studenten.
Vanwege dat, zei hij, het vraagt ??DPRP gecoördineerd, zodat studenten
kunnen dialoog rechtstreeks met de Papoea-politiechef en Commander XVII /
Cenderawasih dat de democratische ruimte open voor de aspiraties van de
gemeenschap.
In antwoord op de aspiraties van studenten, Thomas Sandegau uitleggen
ontvangen aspiratie en onmiddellijk een DPRP Commissie menyanpaikan
belast met politieke, juridische en mensenrechten. Verder DPRP besproken in de plenaire vergadering.
"We zijn bezorgd dat dit verlangen niet zal worden behandeld in de
gemeenschap kan leiden tot conflicten en zelfs zal mogelijk oorzaak
slachtoffers", zei hij.
Oorspronkelijke tekst:
Kapolda Bantah Pakai Peluru Tajam
Mahasiswa: Hentikan Stigmatisasi, Makar, Separatis, Teroris kepada OAP
JAYAPURA - Kapolda Papua Irjen Pol. Drs. M. Tito
Karnavian, MA membantah anggotanya menggunakan peluru tajam saat mengamankan
demo, termasuk demo KNPB di Manokwari. Selaku pimpinan di Polda Papua, Kapolda
mengaku penegasan pelarangan menggunakan peluru tajam itu sudah ditegaskan pada
saat seluruh jajarannya bertugas dalam pengamanan aksi unjuk rasa di Papua.
Sebab menurutnya, yang boleh dibawa adalah tameng, tongkat pemukul dan
senjata yang menggunakan peluru hampa. “Jadi tidak ada peluru tajam. Dan itu
sudah jelas menjadi prinsip utama kami dalam bertugas pengamanan demo. Hanya
anggota tetap dibekali dengan senjata, tapi bukan menggunakan peluru tajam. Ada
yang bawa peluru hampa dan peluru karet jadi tidak mematikan,” terangnya. Namun
terkait adanya pengakuan empat (4) orang massa Komite Nasional Papua Barat
(KNPB) saat demo di Manokwari kemarin terkena tembakan, Tito mengatakan,
pihaknya belum mengetahui pasti hal itu, apakah benar. Hanya yang jelas, kalau
kabar itu benar peluru yang mengenai korban adalah peluru karet, bukan peluru
tajam. “Kalau ditembak, pasti itu peluru karet, yang penting amunisinya itu
tidak mematikan. Namun kita lihat nanti, karena akan ada tim investigasi dari
Polda Papua akan dikerahkan melihat ke TKP,” tuturnya Rabu (24/10).
Sedangkan
terkait investigasi dari Propam Polda Papua, itu nantinya akan beranggotakan
tiga orang, untuk memastikan apakah ada dugaan penembakan aktivis KNPB di
Manokwari. “Tim ini akan langsung di pimpin oleh anggotanya yang berpangkat
AKBP, jadi kita lihat apa hasilnya nantinya,” jelasnya.
Sebelumnya, Selas
(23/10) kemarin lalu, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengklaim empat
aktivisnya terkena tembakan saat pembubaran paksa saat unjuk rasa di Manokwari
mendukung Internasional Parlemen of West Papua (IPWP) di London - Inggris.
Sementara itu, mahasiswa menolak tegas aksi pembubaran paksa
menggunakan senjata api yang dilakukan aparat kepolisian yang menyebabkan 4
warga sipil terkena tembakan ketika ratusan aktivis Komite Nasional Papua
Barat (KNPB) mendukung pertemuan International Parlement of West Papua
(IPWP) di London Inggris menggelar aksi demo di Depan Kampus UNIPA
Manokwari, Papua Barat Selasa (23/10).
“Kami menuntut keadilan terhadap
teman-teman kami yang menjadi korban teror dan intimidasi ketika aksi demo di
Manokwari,” ujar Koordinator Aksi Benyamin Gurik didampingi Yason
Ngelia. Dalam aksi tersebut massa membentangkan spanduk bertuliskan Hentikan
stigmatisasi, makar, sparatis, teroris kepada Orang Asli Papua (OAP).
Massa
diterima Anggota Komisi B DPRP Thomas Sandegau, ST dan Anggota Komisi E
Kamasan Yacob Komboy berkenan menerima massa.
Selanjutnya melaksanakan
pertemuan di ruang Badan Legislasi (Banleg) DPRP. Ikut hadir dalam pertemuan
tersebut antara lain: John F Rustam, SE, M.BA (anggota DPRP Komis B), Adolf
Alphius Asmuruf (Sekretaris Komisi B), Kayus Bahabol (anggota DPRP Komisi
E).
Benyamin Gurik menyampaikan, rencana aksi demo untuk memerangi korupsi,
peringatan 1 tahun Kongres Rakyat Papua (KRP) III serta aksi-aksi yang
dilakukan oleh kelompok orang Papua justru dihalang-halangi bahkan dilarang oleh
aparat. Padahal sesuai UU No. 9 Tahun 1998 tentang tata cara penyampaian
pendapat di depan umum polisi tidak berhak untuk memberikan ijin tapi hanya
berwenang untuk menerbitkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP)
saja.
“Stigma sparatis, makar dan teroris itu alasan polisi untuk tak
memberikan izin karena bertentangan dengan UU,” ujarnya. “Kami merasa ruang
demokrasi untuk menyampaikan aspirasi disumbat oleh aparat. Jangan sampai
akumulasi kekecewaan-kekecewaan ini akan meledak pada saat pelaksanaan Pilgub.
Ruang demokrasi suatu waktu akan menjadi bumerang buat pemerintah”.
Kata dia,
pihaknya mendesak 11 orang yang aktivis yang ditangkap oleh pihak aparat
keamanan di Manokwari segera dibebaskan. Dari 11 orang tersebut 7 orang kena
tembak dan 4 meninggal.
Ketua Asrama Rusunawa, Perumnas III Waena Tanus Komba
menyampaikan, pihaknya merasa prihatin dan kecewa terhadap sikap
pemerintah yang seolah-olah memasung Orang Asli Papua untuk menyampaikan
aspirasi menyangkut hak hidup banyak orang, dan tak membuka ruang demokrasi
kepada mahasiswa.
Karena itu, kata dia, pihaknya menuntut DPRP melakukan
koordinasi agar mahasiswa bisa berdialog langsung dengan Kapolda Papua dan
Pangdam XVII/Cenderawasih sehingga ruang demokrasi terbuka untuk menerima
aspirasi dari masyarakat.
Menanggapi aspirasi mahasiswa, Thomas Sandegau
menjelaskan, pihaknya menerima aspirasinya dan segera menyanpaikan kepada
Komisi A DPRP yang membidangi masalah politik, hukum dan HAM. Selanjutnya
dibahas dalam sidang paripurna DPRP.
“Kami khawatir kalau aspirasi ini
tidak ditanggapi akan bisa menimbulkan konflik di masyarakat dan bahkan tidak
menutup kemungkinan akan bisa menimbulkan korban jiwa,” tukasnya.