Mulia, WPToday – Warius Telenggen, anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) dibawah Komando Militer Revolusi Nasional Papua Barat (KTMRNPB) yang dipimpin Jenderal Goliath Tabuni gugur di medan juang. Ia ditembak pasukan gabungan TNI-Polri di Kampung Goburuk Kabupaten Puncak Jaya, Senin (17/5) kemarin, sekitar pukul 12.30 WPB. Ia ditembak ketika ingin menyerahkan diri kepada pasukan TNI-Polri yang melakukan penyergapan. Setelah ditembak, jenazah gerilyawan Papua tersebut dimutilasi.

 

Warius TelenggenNama Warius Telenggen mulai disebut-sebut setelah milisi piaraan TNI menyerang dan menewaskan tiga karyawan PT Modern (Hans Ling Satya, Elimus Ramandey, dan Hasbullah- Red) di Mewulok, Kampung Purleme, Kabupaten Puncak Jaya Selasa (13/4) lalu. Ia dituduh sebagai pelaku penembakan tiga karyawan PT Modern itu.

Jubir KTMRNPB, Iringgame Tabuni ketika dikonfirmasi media ini membenarkan kejadian tersebut. “Warius ditembak saat tidak melakukan perlawanan apa pun dan dirinya saat itu hendak menyerahkan diri kepada aparat TNI-Polri yang melakukan penyergapan,” jelas Tabuni. Tabuni menjelaskan bahwa jenazah Warius selajuttnya dimutilasi secara sadis. “Ini sudah komitmen mereka (TNI-Polri) untuk memutilasi setiap pejuang Papua yang mereka tembak,” pungkas Tabuni.

Ditanya soal senjata serbu jenis AK-47 dan sebuah Magazen yang disita dari tangan Warius, Iringgame mengatakan bahwa Warius tidak pernah pegang senjata kenis AK-47. “Itu omong kosong pihak musuh, tidak ada senjata jenis itu di tangan Warius, dia tidak memegang senjata saat disergap,” jelasnya.

Saat ini jenazah Warius Telenggen telah dievakuasi ke RS Mulia. Saksi mata mengatakan, jenazahnya sedang dijahit kembali setelah dimutilasi secara sadis. Aparat TNI-Polri juga mengintimidasi Petugas Kesehatan di RS Mulia untuk tidak mengambil gambar dengan Kamera.

Penyisiran ke Kampung Goburuk merupakan kelanjutan dari penyisiran rutin yang dilakukan oleh satuan pembunuh ini. Sebelumnya, pasukan TNI-Polri membumihanguskan kampung Pilia pada hari Senin (11/5) dan Kampung Yamo pada hari Senin (17/5). Rakyat tidak berdosa di kedua kampung tersebut disapu bersih bersama ternak piaraan dan kebun-kebun mereka.

Saksi mata yang lolos dari aksi sapu bersih tersebut mengatakan, rakyat di kampung tersebut hampir semua dibantai dan hanya sedikit yang lolos dari kepungan TNI-Polri.

Pemkab Puncak Jaya dan TNI-Polri telah menutup akses media dan pekerja kemanusiaan ke Puncak Jaya. Penyisiran dilakukan hampir setiap hari dan, seperti biasanya, TNI-Polri yang tidak mampu mengejar Gerilyawan TPN-PB, membantai masyarakat yang tidak bersalah. Banyak warga kampung yang ditangkap, diperkosa dan ditembak. Otoritas militer Indonesia kemudian membela diri dengan mengatakannya sebagai “korban peluru nyasar”.

Walaupun Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe memberi deadline sampai 28 Juni 2010 agar Gerilyawan Papua menyerahkan diri sebelum aparat TNI-Polri melakukan operasi tumpas, kenyataannya operasi tumpas sudah dilakukan sejak 17 Maret 2010. Aksi brutal ini dimulai dengan pembunuhan terhadan Pendeta Kindeman Gire di Kampung Kalome, Tingginambut, Puncak Jaya. Jenazah Pdt. Kindeman Gire dimutilasi dan dibuang ke kali Yamo.***