Budi Setyanto : RESPEK Bagus, Hanya Monev dan Transparansinya Masih Kurang

Jayapura – Sebuah Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Kepala Daerah yang transparan dan akuntabel semestinya tidak hanya memuat “daftar keberhasilan” semata, namun harus mampu memotret dan menampilkan kondisi realitas di masyarakat dengan menampilkan sejumlah permasalahan yang di hadapi dan menjadi “PR” pemerintahan selanjutnya.

Karena sifatnya yang hanya sebatas laporan dan tidak berdampak secara politis bisa menjadi dokumen negara untuk mengkaji dan merumuskan kebijakan – kebijakan pembangunan suatu daerah ke depan. “Bila perlu yang baik – baik tidak usah terlalu di gembar – gemborkan, justru harusnya mengangkat sejumlah daftar masalah dan persoalan yang dihadapi,  tapi selama ini LKPJ masih bersifat formalitas dan normatif semata, bagusnya semakin banyak masalah yang disuguhkan menjadi lebih baik, kalau hanya yang baik – baik saja, LKPJ masih sebatas alat pencitraan belaka”, kata Budi Setyanto, SH, Direktur Institute Civil Strengthening (ICS) atau Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil Papua kepada Bintang Papua Rabu (29/6) kemarin via telepon dari Jakarta. Menurutnya dari tahun ke tahun LKPJ Gubernur Provinsi Papua masih berpola sama seperti era Orde Baru dahulu, formalitas dan normatif, mestinya sudah harus ada perubahan dalam hal penyampaian LKPJ sehingga masyarakat benar – benar mengetahui apa sebenarnya yang terjadi.
Yang terpenting lagi adalah azas transparansi sebagai sebuah laporan itu harus lebih di tonjolkan sehingga masyarakat akan menilai dan melihat sejauh mana kesungguhan seorang Kepala Daerah menjalankan amanat rakyat.
“kalau semuanya di laporkan secara transparan, tanpa klaim berhasil sekalipun masyarakat bisa menilai dan merasakan, keberhasilan yang telah di raih oleh seorang Kepala Daerah”, katanya lagi.
Terkait pelaksanaan RESPEK menurut Budi Setyanto merupakan program yang bagus dan sudah semestinya di teruskan sekalipun nanti ada pergantian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
“jadi siapapun Gubernurnya sebaiknya RESPEK tetap di lanjutkan, karena program ini bagus, hanya perlu evaluasi dan pembenahan di sana – sini, salah satunya dalam hal penyediaan tenaga pendamping”, kata Budi Setyanto
Menurutnya dengan adanya program RESPEK terhadap masyarakat, yakni dimana masyarakat bisa merasakan dan terlibat langsung dalam proses perencanaan kegiatan dan program di kampung masing – masing karena ada uangnya, selain itu dari sisi partisipatif dengan adanya dana RESPEK ke kampung – kampung maka masyarakat bisa mendapatkan medium pembelajaran partisipatif untuk meningkatkan kapasitasnya.
Salah satu persoalan mendasarnya adalah kompetensi tenaga pendamping yang ditempatkan di tiap kampung, dimana masih banyak tenaga pendamping belum memahami tugasnya dengan baik, belum mengerti bagaimana mekanisme pengelolaan keuangan, proses perencanaan, hanya karena kejar target akhirnya mereka di tempatkan di kampung.
“rata – rata mereka ini baru lulus kuliah, pembekalan yang diberikan juga masih terbatas, 3 hari atau 1 minggu, apalagi bila tidak memiliki jiwa pekerja sosial, bisa dipastikan tidak optimal kinerjanya”, urai pengacara KPU Kota yang tengah berperkara di MK itu.
Ruben Magai, S.IP Ketua Komisi A DPRP mengatakan bahwa persoalan transparansi dalam era kepemimpinan Barnabas Suebu, SH – Alex Hesegem ini memang menjadi satu hambatan bagi mereka untuk melakukan fungsi kontrol sebagaimana diamanatkan di dalam Undang – Undang.
Termasuk dalam hal dana RESPEK ini, selama ini menurutnya masyarakat mengetahui dana Otsus itu untuk RESPEK, tapi masyarakat kurang terlalu mendapatkan informasi yang cukup bahwa dari dana Otsus hanya Rp 100 juta yang di serahkan ke kampung sebagai program RESPEK sedangkan dana bagi pendamping, konsultan dan lain – lain di danai dari donor  luar negeri baik itu Bank Dunia, UNDP, maupun USAID dan beberapa lembaga donor lainnya.
“transparansi dana dari donor untuk memback up dana Otsus yang di gelontorkan untuk RESPEK ini saja, kami sebagai anggota DPRP kurang mendapatkan informasi yang cukup, jadi masyarakat selama ini berpikir Otsus di era Kaka Bas ini hasilnya RESPEK itu sudah, dan selama ini program itulah yang di elu – elukan dan di gembar – gemborkan sebagai suatu keberhasilan”.
Menurutnya dari sisi konsep RESPEK memang program yang ideal, tapi dari sisi penyerapan anggaran yang berpihak ke publik masih sangat minim jika dibandingkan dengan besaran dana yang di gelontorkan pusat maupun lembaga donor ke Papua.
Hal itu juga di –ia-kan Budi Setyanto, menurutnya persoalan transparansi ini memang masih menjadi batu ganjalan, karena asumsi masyarakat bahwa dana Otsus adalah Rp 100 Juta dana RESPEK itu saja, padahal kan tidak sebatas itu saja, banyak program dan kegiatan lain baik dari Provinsi maupun lewat kabupaten. “Hal itu disebabkan oleh lemahnya kontrol dan pengawasan dari DPRP, juga dari institusi dan lembaga negara sepert BPK dan BPKP, mestinya DPRP bisa lebih optimal, kalau persoalan tidak memperoleh laporan, kan sebenarnya DPRP bisa memanggil Gubernur untuk di mintai keterangan, termasuk juga soal dana – dana dari donor, DPRP bisa kok` panggil lembaga – lembaga donor yang ada untuk di mintai keterangan tekait dana – dana yang mereka kucurkan khususnya yang langsung ke Pemerintah baik Provinsi maupun Kabupaten”, jelas Direktur ICS Papua ini.